Setelah Bencana Nuklir di Jepang

- Editor

Rabu, 23 Maret 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jepang memasuki darurat nuklir dengan tingkat bencana nuklir 5 mulai Jumat (18/3) setelah reaktor nomor 1 meledak pada Sabtu (12/3), kemudian reaktor nomor 3 pada Senin (14/3), nomor 2 pada Selasa (15/3), dan nomor 4 pada Rabu (16/3).

Tingkat bencana 5 berarti berpotensi membawa kecelakaan berdampak luas: paparan radiasi bisa berakibat kematian. Jika usaha menghilangkan radiasi di sekitar reaktor nuklir gagal, akan dilakukan penimbunan reaktor itu dengan pasir dan beton seperti di reaktor Chernobyl.

Tragedi nuklir di Fukushima merupakan pelajaran sangat berharga bagi dunia dalam memberi gambaran tentang kecelakaan nuklir dan bahaya yang mungkin ditimbulkan radiasi nuklir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Secara teknologi sudah terbukti bahwa PLTN aman apabila beroperasi dalam kondisi normal. Kecelakaan terjadi justru di luar ketangguhan teknologi nuklir itu sendiri, antara lain akibat kesalahan manusia yang mengoperasikan reaktor nuklir seperti di Chernobyl; akibat kesalahan merancang seperti di Kashiwazaki, Jepang; dan karena tsunami yang baru terjadi di Fukushima.

Pengalaman di Fukushima ini melahirkan banyak reaksi atas kelanjutan energi nuklir di beberapa negara. Kanselir Jerman Angela Merkel yang semula ingin memperpanjang masa pakai beberapa PLTN di Jerman mengatakan bahwa Jerman akan segera meninggalkan era nuklir dan beralih ke sumber energi terbarukan. Beberapa negara di Eropa ingin bertahap menutup PLTN dan menggantinya dengan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan tidak berisiko.

Penelitian dan pembangunan industri energi terbarukan akan cepat berkembang. Jepang sedang mempersiapkan program yang akan menangkap energi matahari 24 jam per hari. Penggunaan teknologi energi bersih akan digalakkan menghadapi pemanasan global.

Negara yang punya sumber daya energi akan membangun cadangan energi strategis untuk keamanan pasokan energi jangka panjang. Artinya, ekspor energi negara yang punya sumber daya energi akan berkurang bertahap dan itu akan bikin harga energi di pasar internasional kian mahal.

Kebijakan selanjutnya

Reaksi di Indonesia? Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional mengatakan, Indonesia tetap akan butuh energi nuklir guna memenuhi kebutuhan energi nasional. Menristek mengatakan, Indonesia akan ketinggalan dari negara tetangga jika tidak membangun PLTN.

Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sonny Keraf mengatakan, setelah bencana nuklir di Jepang, seharusnya tidak ada lagi diskusi tentang perlu-tidaknya pembangunan PLTN sebab akan berisiko tinggi bagi kehidupan rakyat Indonesia. Sikap Pemerintah Indonesia terlihat dari pernyataan Menko Perekonomian Hatta Rajasa: ”Jika tak ada energi primer lainnya, baru nuklir jadi pilihan.”

Indonesia termasuk negara yang berpeluang cukup besar mengatur dan mempersiapkan kebutuhan energi nasional dengan jaminan pasokan yang tinggi berdasarkan kemampuan sendiri sebab punya sumber daya energi yang cukup besar memenuhi kebutuhan jangka panjang

Indonesia punya potensi tenaga air 75 GW, panas bumi 28 GW, dan energi laut 240 GW. Bandingkanlah itu dengan total kapasitas pembangkit tenaga listrik yang ada di seluruh Indonesia saat ini: 32 GW. Indonesia punya potensi batu bara 104 miliar ton. Bandingkan dengan produksi batu bara Indonesia saat ini 300 juta ton per tahun. Itu pun 75 persen dari produksi tersebut diekspor. Hampir 50 persen dari produksi gas bumi saat ini juga diekspor. Yang lebih membuat kita optimistis, Indonesia punya semua bahan baku untuk bahan bakar nabati sehingga Indonesia dijuluki ”Arab Saudi” bahan bakar nabati pada masa datang.

Dalam menyelesaikan masalah energi di Indonesia, perlu ada kesamaan cara pandang secara nasional dalam merumuskan dan menyepakati pokok soal. Bila berbeda, cara dan sasaran penyelesaian masalah akan berbeda pula. Maka, rumusan pokok soal yang tepat adalah ”kekurangan energi yang dialami Indonesia saat ini bukan karena Indonesia tidak punya sumber daya energi, melainkan karena Indonesia belum menemukan konsep tata kelola yang tepat untuk Indonesia”.

Sebenarnya sudah banyak usaha pemerintah mengatasi masalah energi dengan kemandirian. Namun, sering terjadi hambatan dalam pelaksanaan akibat ketidaksinkronan langkah pemangku kepentingan dan kekuranglengkapan perangkat peraturan di tatanan lebih rendah.

Sempurnakan

Marilah menyempurnakan konsep yang sudah pernah ada. Laksanakan Program Nasional Bahan Bakar Nabati dengan target awal mengurangi secara bertahap impor BBM. Bangun PLT panas bumi dan PLTA dengan sasaran menghilangkan kebutuhan pembangunan PLTN. Perbaiki tata laksana Desa Mandiri Energi menjadi program Listrik Pedesaan Nasional untuk mengurangi secara bertahap kebutuhan BBM bagi masyarakat pedesaan. Terapkan konsep feed in tariff yang sukses di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk pembelian listrik dari energi terbarukan agar industri energi terbarukan dalam negeri berkembang cepat.

Perlu ada usaha menyelesaikan hambatan pembangunan sektor energi yang sudah terdeteksi. Carilah konsep yang tepat tentang subsidi energi (BBM dan listrik). Bentuklah Badan Penyangga Energi (seperti Bulog pada pangan) untuk menjamin pembelian bahan baku bahan bakar nabati dan listrik dari energi terbarukan demi menjamin stabilitas harga. Tugaskan BPPT mempercepat hasil teknologi energi tepat guna untuk listrik pedesaan. Tugaskan Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan fokus mengembangkan energi terbarukan.

Bila kita sepakat dengan rumusan pokok soal di atas, tak akan ada usaha lagi membeli teknologi energi dari luar yang bahan bakarnya harus diimpor seperti halnya PLTN. Amanat Pasal 3 UU 10/1997 tentang Ketenaganukliran adalah mempersiapkan bahan baku dan bahan bakar nuklir untuk PLTN, bukan membangun PLTN dengan mengimpor bahan bakar uranium.

Jadi, pembangunan PLTN sudah tak layak di Indonesia sebab akan menambah ketergantungan Indonesia terhadap negara lain karena teknologi dan bahan bakarnya akan diimpor. Selain itu, juga akan menambah subsidi listrik karena harga listrik PLTN itu mahal. Lagi pula, Indonesia punya sumber daya energi yang cukup, lebih murah, dan tak berisiko tinggi. Kemudian lokasi PLTN merupakan titik terlemah dari serangan musuh dan teroris. Yang terakhir: Indonesia berada di daerah gempa yang dapat menimbulkan bencana nuklir seperti di Fukushima.

Indonesia harus dapat mengantisipasi perubahan politik energi dunia setelah tragedi nuklir di Jepang. Negara industri yang telah mengembangkan energi terbarukan mengatakan bahwa harga energi terbarukan akan sama dengan harga energi fosil mulai tahun 2020. Indonesia masih punya sumber daya energi yang lebih dari cukup sampai energi terbarukan mencapai nilai keekonomiannya. Setelah itu Indonesia berpotensi menjadi negara penghasil bahan bakar nabati terbesar di dunia.

Maka, tak satu pun alasan rasional membangun PLTN di Indonesia, selain untuk kepentingan bisnis asing.

Rinaldy Dalimi Guru Besar Fakultas Teknik UI dan Anggota Dewan Energi Nasional

Sumber: Kompas, 23 Maret 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB