Setahun berlakunya Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah di Laut belum menunjukkan perkembangan berarti di program pemerintah. Indikatornya yaitu empat peraturan dan satu kesepakatan internasional hingga kini tak kunjung ditetapkan.
Peraturan Presiden No 83/2018 tersebut merupakan tindak lanjut komitmen pemerintah untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70 persen hingga tahun 2025. Pemerintah menyebutkan 80 persen sampah di laut berasal dari aktivitas di daratan. Karena itu, pencegahan timbulan sampah dan pengelolaan sampah di darat sangat berarti bagi lautan.
Penanganan sampah di laut selama ini masih pada sisi hilir seperti maraknya aktivitas bersih-bersih sampah di pantai dan laut. Tanpa tindakan di hulunya, yaitu pengurangan dan pengelolaan sampah di daratan, upaya tersebut tak akan sebanding.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sejauh ini, sebagian besar tindakan nyata yang dilakukan pemerintah berfokus pada upaya penanggulangan, sedangkan upaya pencegahan masih minim perhatian pemerintah,” sebut Ohiongyi Marino, Kepala Divisi Pesisir dan Maritim Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL), Sabtu (21/9/2019), di Jakarta.
Rencana Aksi Nasional
Ia mengatakan, pencegahan tersebut sebenarnya tercantum dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanganan Sampah Laut yang disebutkan Perpres No 83/2018. Beberapa amanat bagi pemerintah adalah membentuk empat peraturan dan satu kesepakatan internasional untuk tahun 2018-2019. Hingga sebulan akan berakhirnya periode pemerintahan pertama Presiden Joko Widodo dan tiga bulan menuju tahun 2020, belum satu pun amanat tersebut dijalankan.
Ohiongyi menyebutkan amanat pembentukan peraturan tersebut yaitu kepada Kementerian Keuangan untuk menyusun Peraturan Pemerintah tentang Cukai Plastik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membuat peraturan menteri tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, Kementerian Pariwisata untuk membuat Peraturan Menteri tentang Standar Operasional Prosedur Pengelolaan sampah dari kegiatan destinasi wisata bahari, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menyusun Peraturan Menteri tentang peningkatan penggunaan sampah plastik sebagai bahan tambahan pembuatan jalan. Adapun amanat kesepakatan internasional yaitu penanggulangan persoalan lintas batas negara terkait sampah plastik di laut.
Ohiongyi menyebutkan peraturan tentang cukai, peta jalan, dan SOP pengelolaan sampah sangat penting untuk mengurangi penggunaan plastik dan timbulan sampah plastik. Apabila pemerintah hanya fokus pada upaya penanggulangan, hal ini tidak akan menyelesaikan permasalahan utama sampah plastik yaitu mengurangi jumlah timbunan sampah di hulu.
“Banyaknya timbunan sampah tentu berpotensi besar banyaknya juga sampah yang akan sampai ke laut”, kata dia.
Komitmen lemah
Ia pun mengingatkan kewajiban yang diamanatkan RAN dalam Perpres 83/2018 tersebut baru pada tahun pertama. Namun sayangnya belum dikerjakan pemerintah. Hal ini, kata Ohiongyi, menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah untuk mengurangi sampah plastik hingga 70 persen pada tahun 2025.
Terkait peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Novrizal Tahar menyatakan peta jalan tersebut telah selesai dan diharapkan peraturan menteri tersebut terbit pada September ini. Catatan Kompas, peta jalan tersebut disusun sejak tahun 2012 seiring pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Dalam peta jalan tersebut, perusahaan memiliki target untuk berkontribusi dalam pengurangan sampah plastik. Strategi itu berupa mendesain ulang kemasan plastik, menarik kembali kemasan yang berpotensi menjadi sampah di lingkungan, dan meningkatkan pemakaian material daur ulang.
Novrizal mengatakan peta jalan itu juga akan meningkatkan sirkular ekonomi di masyarakat. Karena bisa saja produsen bekerjasama langsung dengan bank sampah untuk mengumpulkan kemasan-kemasan plastiknya. Hal itu kata dia, dimulai dari peningkatan kesadaran memilah sampah di masyarakat serta memperbaiki layanan angkutan sampah.–ICHWAN SUSANTO
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 22 September 2019