Liverpool berhasil menjadi juara Liga Champions Eropa usai mengalahkan Tottenham Hotspur di partai pamungkas dengan skor 2-0 Minggu (1/6/2019). Di luar aspek teknis permainan Liverpool yang lebih baik dari Spurs, ada aspek nonteknis yang dinilai turut berkontribusi atas kemenangan itu, yaitu seragam merah kebanggaan mereka.
Kemenangan tim berjuluk “The Reds” yang malam itu mengenakan seragam warna merah, seakan menegaskan mitos bahwa tim berseragam merah lebih punya gairah besar untuk menang. Faktanya, Liverpool memenangkan pertandingan krusial di babak penyisihan UEFA Championship League dengan mengenakan seragam merah legendaris mereka.
AFP/PAUL ELLIS–Manajer Liverpool Jurgen Klopp mengangkat piala Liga Champions setelah mengalahkan Tottenham Hotspur dengan skor 2-0 pada laga final, di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid, Minggu (2/6/2019) dinihari WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Masih segar dalam ingatan Kopites, julukan bagi pendukung Liverpool, di mana Virgil Van Dijk dan kawan-kawan berhasil menggilas Barcelona empat gol tanpa balas di Stadion Anfield, pada laga semifinal kedua, 8 Mei lalu.
Mengenakan seragam merah, Liverpool tampil trengginas di kandang sendiri membuat Lionel Messi dan kawan-kawan tak berkutik. Tampil penuh energi dan hasrat, mereka membalikan ketertinggalan agregat tiga gol dan lolos ke babak final dengan agregat akhir 4-3.
ACTION IMAGES VIA REUTERS/CARL RECINE–Bek kanan Liverpool Tren Alexander Arnold membendung aliran bola dari pemain Barcelona Philipe Coutinho pada laga semifinal kedua Liga Champions Eropa, 8 Mei lalu. Liverpool menang 4-0 dalam pertandingan itu.
Penampilan Liverpool di Anfield itu sangat berbeda dibandingkan saat tampil di Nou Camp, Barcelona. Enam hari sebelum menciptakan keajaiban di kandang mereka, Liverpool dicukur 0-3 di kandang Barcelona. Liverpool yang waktu itu mengenakan seragam tandang berwarna putih, bermain lesu seakan tak berenergi.
Dorongan magis karena berseragam merah kembali terulang pada laga final melawan Tottenham. Hal itu tercermin dari cepatnya The Reds dalam mencetak gol. Pertandingan baru berjalan satu menit, tetapi The Reds sudah mampu mencetak gol ke gawang Tottenham melalui sepakan penalti dari Mohamed Salah.
Dengan kemenangan di final UEFA Championship League, kini Liverpool sudah mengoleksi enam trofi si kuping lebar itu. Kemenangan itu menambah catatan dominasi tim berseragam merah di turnamen sepakbola paling akbar di Eropa itu.
AFP/PIERRE-PHILIPPE MARCOU–Seorang penonton sedang melihat piala UEFA Champhionship League.
Dominasi merah
Menurut catatan situs UEFA Championship League, tiga dari lima besar tim peraih piala terbanyak mengenakan seragam merah. Tiga tim itu adalah AC Milan di peringkat kedua peraih piala Liga Champions terbanyak dengan 7 piala, Liverpool di peringkat ketiga dengan 6 piala, dan Bayern Munchen di peringkat keempat dengan 5 piala.
Namun, mereka belum bisa mengalahkan raihan piala Real Madrid yang berseragam putih di peringkat pertama dengan koleksi 13 piala UEFA Championship League. Meski demikian, total raihan piala Championship tiga tim berseragam merah itu yakni 18 piala, seakan menegaskan dominasi tim seragam merah di turnamen Eropa itu.
Dominasi tim berseragam merah juga tampak di liga-liga top sepakbola Eropa. Beberapa tim pengoleksi piala terbanyak di liga-liga Eropa berseragam merah.
Mari tengok English Premier League, dimana Manchester United menjadi kampiun terbanyak dengan koleksi 20 piala. Tim berjuluk The Reds Devils ini unggul koleksi dua piala dari musuh bebuyutannya yang juga berseragam merah yakni Liverpool.
Di Jerman, belum ada yang bisa menggeser dominasi Bayern Muenchen sebagai kampiun terbanyak Bundesliga dengan koleksi 29 piala. Muenchen yang berseragam merah unggul jauh dari peraih piala terbanyak kedua yaitu FC Nurnberg dengan koleksi 9 piala.
Seperti halnya di tanah Britania dan Bavaria, kolektor kampiun terbanyak di Liga Portugal juga berseragam merah yakni Benfica dengan koleksi 37 piala. Benfica unggul jauh 9 piala lebih banyak dari pesaing abadinya FC Porto yang berseragam biru.
Meski demikian, ada juga kolektor terbanyak kampiun liga yang tidak berseragam merah. Seperti di Liga Italia Seria A misalnya, kampiun terbanyaknya berseragam putih hitam yakni Juventus dengan raihan 35 piala. Selain itu ada Real Madrid yang berseragam dominan putih menjadi kampiun terbanyak dengan raihan 33 piala di Liga Spanyol.
Rahasia merah
Menurut jurnalis sepakbola asal Inggris, Gavin Newsham, dalam bukunya yang berjudul “Why Playing in Red Makes You a Winner” (2013), tim berseragam merah memiliki kemungkinan menang lebih besar. Menurut data Journal of Sports Science 2008 seperti dikutip Newsham dalam bukunya, juara Liga Inggris dari tahun 1947-2003, mayoritas berseragam merah.
Dalam rentang waktu itu, dari 65 kali menghasilkan kampiun, sebanyak 41 kampiun diantaranya adalah tim yang berseragam merah. Artinya 63,07 persen pemenang Liga Inggris dalam periode itu adalah tim yang berseragam merah.
KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA–Buku Why Playing in Red Makes You a Winner yang ditulis Gavin Newsham,
Newsham mengungkapkan, warna merah membangkitkan tingkat agresifitas, hasrat, semangat, dan optimisme. Hal ini memberikan dorongan psikologis bagi atlet agar bertanding lebih maksimal.
“Terkadang hal-hal kecil di luar teknis pertandingan itu juga penting dan juga berpengaruh pada hasil akhir,” ujar Newsham.
Penelitian Joana Setchell, seorang antropolog dari Cambridge University, seperti dikutip Newsham dalam bukunya, mengungkapkan, warna merah juga merangsang agresifitas monyet Afrika. Dalam penelitianya, Joana menemukan fakta bahwa primata yang dominan di grupnya dan menjadi kejaran betina adalah primata yang punya corak kemerahan pada tubuhnya.
Newsham mengatakan, penelitian terhadap primata yang kerap dikaitkan sebagai kerabat dekat manusia ini, seakan menjawab bahwa warna merah punya pengaruh psikologis yang kuat.
“Merah itu menggambarkan agresifitas, dominasi, semangat, hasrat, dan optimisme. Sebuah doping kasat mata yang mendongkrak psikologis atlet untuk menjadi pemenang,” ujar Newsham.
Sumber: Kompas, 3 Juni 2019