Tim peneliti pada ekspedisi SJADES mengidentifikasi 10 spesies baru di laut dalam selatan Jawa. Ini penanda masih banyak keanekaragaman hayati di laut yang belum terungkap.
LIPI—Sepuluh pesies baru biota laut dalam yang diidentifikasi peneliti Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI berhasil mengidentifikasi sepuluh spesies baru biota laut dalam yang ditemukan di Laut Selatan Jawa. Riset dan ekspedisi biota laut dalam perlu terus ditingkatkan untuk mengetahui serta menjaga keanekaragaman hayati pesisir dan laut di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sepuluh spesies tersebut teridentifikasi dari hasil ekspedisi The South Java Deep Sea Biodiversity Expedition (SJADES) pada 2018 yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dengan National University of Singapore (NUS). Spesies itu ditemukan di kedalaman 100-2.355 meter.
Biota laut yang teridenfikasi yaitu 2 spesies bintang laut Dipsacaster fisheri dan Pteraster sjadenensis; 2 spesies ikan Platygobiopsis hadiatyae dan Chelidoperca flavolineata; 2 spesies kepiting Typhlocarcinops hadrotes dan Cymonomus java; spesies kecoa Bathynomus raksasa; serta 3 spesies udang Lebbeus java, Metacrangon latirostris, dan Nephropsis rahayuae.
Koordinator ekspedisi SJADES, Dwi Listyo Rahayu dalam Simposium Internasional tentang Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut (ISCOMBIO) 2020 yang diselenggarakan secara daring, Kamis (17/9/2020), mengemukakan, ekspedisi dilakukan di 63 titik eksplorasi. Para peneliti mengumpulkan 12.000 spesimen yang terdiri atas 800 spesies biota laut.
”Identifikasi dilakukan dengan cara memisahkan organisme dari substrat. Setelah itu kami lakukan pengambilan gambar, pemeriksaan spesimen, dan diskusi. Pada saat eksplorasi dan identifikasi, kami juga menemukan sampah plastik di dasar laut,” tuturnya.
Rahayu menyatakan, dalam melakukan ekspedisi dan mengidentifikasi biota laut dalam, juga ditemukan sejumlah kendala, seperti kebutuhan biaya yang sangat besar. Selain itu, identifikasi biota laut juga sangat kompleks sehingga membutuhkan waktu yang lama. Hal ini juga yang membuat ahli taksonomi masih minim.
EKSPEDISI SJADES–Peneliti LIPI berhasil mendeskripsikan jenis baru krustasea atau udang-udangan Bathynomus raksasa yang pertama dari laut Indonesia. Lokasi penemuan di Selat Sunda dan selatan Pulau Jawa pada kedalaman 957-1.259 meter di bawah permukaan laut. Spesimen temuan ini dikoleksi pada kegiatan ekspedisi South Java Deep Sea Biodiversity Expedition (SJADES). Kegiatan ini merupakan ekspedisi LIPI bersama National University of Singapore dengan koordinator penelitian Dwi Listyo Rahayu dan Peter Ng pada 2018.
”Banyak kelompok taksonomi yang tidak memiliki orang-orang ahli untuk mengidentifikasi. Padahal, potensi untuk mengidentifikasi spesies baru sangat besar. Pengembangan studi genetik dapat digunakan untuk mendukung ahli taksonomi,” ujarnya.
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Augy Syahilatua menyatakan, identifikasi spesies baru dalam semula ditargetkan untuk biota laut pada kedalaman 7.000 meter. Namun, kurangnya fasilitas membuat kegiatan penelitian baru dilakukan pada kedalaman 2.000 meter.
”Selama ini kita lebih banyak kerja di pesisir dan laut yang terjangkau pada kedalaman 30 meter bisa menyelam. Tetapi, setelah itu, potensi spesies baru masih banyak yang belum diidentifikasi,” tuturnya.
Augy mengakui bahwa kurangnya ahli taksonomi di Indonesia menjadi kendala dalam identifikasi spesies baru biota laut dalam. Ia memperkirakan ahli taksonomi di Indonesia tidak lebih dari 100 orang. Oleh karena itu, penting mengembangkan kerja sama riset dengan ahli taksonomi dari negara lain.
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro yang turut hadir menjadi pembicara dalam simposium mengatakan, Indonesia merupakan pusat kenakeragaman hayati pesisir dan laut di dunia. Namun, sumber daya dan ekosistem terancam dengan adanya pencemaran ataupun aktivitas laut lainnya.
Ia pun mendorong agar penelitian ataupun eksplorasi tentang keanekaragaman hayati pesisir dan laut dapat ditingkatkan. Penelitian bersama dengan pihak internasional juga dapat diterapkan karena masih minimnya ahli taksonomi kelautan atau ahli biologi yang melakukan kajian tentang keanekaragaman hayati pesisir dan laut.
”Kami menyambut baik kerja sama penelitian internasional karena di satu sisi, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas penelitian mengembangkan jaringan, dan pada saat yang sama, Indonesia tengah menjalani persaingan global,” ujarnya.
Kepala LIPI Laksana Tri Handoko mengakui bahwa sampai saat ini perkembangan sains dan teknologi di bidang kemaritiman tidak sebanyak di wilayah daratan. Padahal, potensi eksplorasi dan pelestarian sumber daya laut Indonesia sangat besar dengan total luas perairan 70 persen dari total wilayah negara.
Handoko menegaskan, riset berperan penting sebagai landasan dalam identifikasi, pengelolaan, serta pemanfaatan keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan sumber daya pesisir dan laut. Eksplorasi ilmiah juga dibutuhkan untuk memahami secara utuh struktur kompleks proses bioekologi di berbagai ekosistem laut Indonesia.
Kajian spesies laut global pada 2017 menyebutkan, terdapat 55.541 spesies udang, 47.000 spesies moluska, dan 18.317 spesies ikan yang terdapat di dunia. Dari jumlah tersebut, Indonesia tercatat memiliki 1.882 spesies udang, 1.023 spesies moluska, dan 4.311 spesies ikan. Namun, data Fishbase 2019 menyatakan, 167 jenis ikan di Indonesia terancam punah.
Oleh PRADIPTA PANDU
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 18 September 2020