Semesta dan Kita

- Editor

Senin, 19 Agustus 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Catatan iptek
Sejak mula pertama manusia mengamati angkasa raya, seketika itu muncul pertanyaan akan makna alam raya. Semesta. Berbarengan dengan itu, muncul pertanyaan akan asal muasal kehidupan. Muncul pertanyaan akan keberadaan diri manusia dalam semesta yang luas tak berbatas.

Pemahaman para ahli astronomi selama ini, sekitar 80 persen massa alam semesta terdiri atas materi gelap (dark matter). Materi gelap merupakan materi misterius yang tidak dikenali bentuknya karena tak terlihat. Dia tetap menjadi pekerjaan rumah bagi ilmu fisika modern.

Meski merupakan massa dominan, belum diketahui dari mana asal materi gelap itu. Para ahli astronomi menyatakan bahwa materi gelap memainkan peran penting dalam pembentukan galaksi dan pengelompokan galaksi-galaksi. Selama ini materi gelap dikenali dari efek gravitasinya serta pergerakan dan penyebaran materi-materi yang dapat dilihat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Peran materi gelap antara lain mempertahankan agar galaksi bertahan dengan gugusan bintangnya karena sebenarnya putaran galaksi amat cepat. Tanpa ada materi gelap, galaksi akan tercerai berai. Di dalam galaksi diyakini jumlah materi gelap jauh lebih banyak dari materi biasa. Galaksi terdiri dari materi biasa dan materi gelap yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada materi biasa. Galaksi Bima Sakti di mana Tata Surya kita berada, misalnya, berputar amat cepat, maka para ahli mengatakan, jumlah materi gelap setidaknya 30 kali lipat dari materi biasa.

Penelitian mutakhir yang dilakukan Tommi Tenkanen dari Departemen Fisika dan Astronomi Johns Hopkins University menemukan adanya koneksi antara fisika partikel dan astronomi. Hasil penelitiannya diterbitkan pada 7 Agustus lalu di jurnal ilmiah Physical Review Letters seperti dituliskan pada Sciencedaily.com.

Dalam studi itu disimpulkan bahwa materi gelap kemungkinan dihasilkan sebelum terjadi “Dentuman Besar”. Itu terjadi saat yang disebut sebagai inflasi kosmik, yaitu ketika ruang memekar dengan supercepat. Pemekaran demikian cepat diyakini memicu produksi partikel tertentu yang disebut skalar. Satu partikel skalar yang telah ditemukan adalah Higgs boson. Higgs boson dijelaskan diproduksi dalam medan Higgs (Higgs field) dan memberi massa pada partikel elementer.

Dalam sejarah semesta, partikel-partikel itu berinteraksi dalam medan Higgs hanya dalam 10-12 detik setelah Dentuman Besar. Sebelum interaksi itu, semua partikel tersebut tidak memiliki massa. Massa yang dimaksud bukanlah massa yang tercipta karena gravitasi, melainkan massa inersia.

Tenkanen menemukan bagaimana sebenarnya koneksi antara partikel fisik dan astronomi. Menurut dia, jika materi gelap terdiri atas partikel-partikel baru yang lahir sebelum terjadinya Dentuman Besar, partikel-partikel tersebut akan memengaruhi cara pendistribusian galaksi di langit dengan cara yang unik. Koneksi itu, menurut dia, akan dapat digunakan untuk mengungkap identitas materi gelap dan bisa menyimpulkan saat-saat sebelum terjadi Dentuman Besar.

Temuan tersebut bertentangan dengan asumsi yang ada selama ini bahwa materi gelap adalah sisa dari Dentuman Besar. Tenkanen menjelaskan, jika benar bahwa materi gelap adalah sisa-sisa dari Dentuman Besar, para peneliti semestinya sudah bisa menemukan tanda-tanda secara langsung dari adanya materi gelap dalam penelitian partikel fisik.

Semua pencarian melalui berbagai teori dan penelitian tentang semesta tersebut adalah wajah kegelisahan manusia yang mencari asal-usul dirinya, asal-usul kehidupan, bisa jadi merupakan wujud kegelisahan kita manusia untuk mengerti ke mana sebenarnya kehidupan ini menuju.– Brigitta Isworo Laksmi

Sumber: Kompas, 14 Agustus 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Senin, 14 Juli 2025 - 16:21 WIB

Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB