Selamatkan Semarang dari Abrasi

- Editor

Jumat, 5 Desember 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Raudhatul Jannah (17) menggenggam batang bibit mangrove jenis ”Avicennia alba” di tangannya yang belepotan lumpur. Ia melepas plastik yang membungkus akar dan menancapkan bibit mangrove ke pinggiran tambak di Desa Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah. Tidak hanya mangrove yang ditanam, tetapi juga harapan untuk menyelamatkan pesisir Semarang.

”Ini pertama kali saya menanam mangrove. Sebelumnya hanya tahu saja kalau ada pohon mangrove atau bakau, tapi enggak tahu cara menanamnya. Ternyata mudah ya. Asyik,” tutur Raudhatul, siswa kelas III Madrasah Aliyah (MA) Nurul Huda ketika menanam mangrove dalam kegiatan Mangrovestasi 2014 yang diadakan Kompas dan BRI Peduli.

Bibit yang digenggamnya itu adalah bibit kelima yang ditanamnya. Raudhatul berharap bibit itu tumbuh menjadi pohon bakau penjaga daratan dari abrasi dan limpasan air laut atau rob.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Abrasi parah di pesisir Semarang telah mengakibatkan 400 hektar tambak hilang, dan garis pantai mundur hingga 1 kilometer. Populasi mangrove di Kota Semarang kini tercatat sebesar 95 hektar yang naik dari 84,47 hektar di tahun 2010.

Bersama Raudhatul, sekitar 300 siswa dari Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan MA Uswatun Hasanah, serta MA Nurul Huda dan SMP Muhammadiyah IX yang lain, ikut menanam bibit mangrove. Sebagian dari mereka belum pernah menanam mangrove, sedangkan sebagian yang lain sudah pernah beberapa kali mengikuti kegiatan serupa.

”Mangrove itu, kan, pohon bakau. Fungsinya untuk mencegah abrasi, dan untuk mencegah air pasang masuk ke daratan,” kata siswa MTS Uswatun Hasanah, Imma Istiqomah (14), yang mengaku gembira bisa ikut menanam.

Siswi kelas II MTS ini mengaku belum pernah menanam mangrove, tetapi ayahnya rutin menanam mangrove. Menurut cerita ayahnya, Imma menuturkan, di lingkungan tempat tinggalnya yang dekat dengan tambak, tanaman mangrove banyak dihilangkan untuk tambak udang. Ketika merasakan dampak buruk akibat hilangnya mangrove, warga baru mulai menyadari pentingya mangrove.

”Mangrove yang ada sekarang ini sudah nambah lumayan banyak. Tapi rob masih ada, sampai masuk rumah, tingginya semata kaki. Harus lebih banyak lagi mangrove yang ditanam,” ujar Imma.

Imma juga mengatakan, mangrove dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam penganan, seperti aneka kue yang dibuat dari buah mangrove. Bahkan propagul (buah mangrove yang berkecambah) yang sudah kering juga bisa diolah menjadi zat pewarna batik.

Di kegiatan mangrovestasi, tampak berbagai kreasi warga dari mangrove dipamerkan. Ada es dawet yang dibuat dari buah mangrove, juga kue bolu dan kue lumpur.

Memang belum banyak anak muda yang menunjukkan kepeduliannya terhadap mangrove, sekalipun mereka tinggal di kawasan pesisir yang rentan terdampak abrasi atau rob. Hal itu diakui guru MA Nurul Huda, Hasan Fauzi.

”Kegiatan seperti ini akan membantu mencerahkan pemahaman anak-anak terutama soal mangrove yang ada di sekitar mereka,” katanya.

Warga setempat yang selama ini menjadi pegiat penanaman mangrove, Ali Imron (47), mengungkapkan, banyak anak muda yang berpendidikan memilih bekerja di pabrik atau perusahaan sehingga tidak merasa memiliki daerahnya. Kebanyakan anak-anak muda yang peduli dan mau bergerak justru mereka yang putus sekolah.

”Setidaknya kami terus mengajak warga, termasuk anak muda untuk terlibat dalam pembuatan bibit, serta dalam penanaman,” ujar Ali.

Ali juga mengungkapkan, laju penanaman yang dilakukan berbagai pihak, baik pemerintah maupun pihak swasta, komunitas maupun lembaga swadaya masyarakat, tidak sebanding dengan laju kerusakan pantai akibat abrasi. Sabuk pantai yang dibangun pemerintah belum menutup bibir pantai.

”Sekarang mangrove sudah banyak, tetapi belum menutup semuanya. Kami harus mengejar agar semuanya tertutup, sehingga tambak dan permukiman terlindungi. Kalau bisa malah mengembalikan daratan yang hilang,” tutur Ali.

Selain menanam bibit mangrove, para peserta kegiatan Mangrovestasi 2014 di Semarang juga mengikuti aneka perlombaan, serta mendapat materi soal pengolahan mangrove dan pengenalan jurnalistik. Materi yang diadakan di MA Nurul Huda ini diikuti dengan antusias oleh para siswa kelas X.

Event Manager Kompas Lukminto Wibowo mengatakan, kegiatan di Semarang merupakan rangkaian akhir dari Mangrovestasi 2014 di 10 kota di Indonesia. Kegiatan ini diadakan untuk mendorong kepedulian warga setempat dalam melestarikan dan menjaga lingkungannya. Kepedulian itu kini telah ditanam dan diharapkan tumbuh. (Amanda Putri Nugrahanti)

Sumber: Kompas, 5 Desember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB