Sejarah Ekonomi; Manggarai dari Mashur ke Tambang

- Editor

Rabu, 11 Februari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sepanjang sejarahnya, rupa roda perekonomian Manggarai, Nusa Tenggara Timur, silih berganti. Namun, tidak bergeser dari mengandalkan kekayaan alam. Kini, pertanian dan pertambangan ”bersaing” untuk menjadi yang utama di wilayah barat pulau Flores ini.


Sejarah pertanian Manggarai dimulai sejak kedatangan Kraeng Mashur Nera Beang Bombang Palapa atau lebih dikenal Mashur pada pertengahan abad XVII.

Dalam buku Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi yang diterbitkan pertama kali tahun 1999, Dami N Toda menyebut Mashur sebagai ”bapak pertanian” bagi masyarakat Todo yang dikatakan sebagai penduduk asli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pertanian semakin berjaya di bawah kepemimpinan Raja Alexander Baroek, keturunan Mashur yang diangkat oleh Belanda. Menurut Lawang (2004), raja yang dikenal sebagai Raja Wunut ini berinisiatif mempelajari sistem persawahan yang ada di Bima, yang kemudian diterapkan di Todo.

Dimulai tahun 1939, dengan sawah percontohan di lingko (lahan kebun milik suatu komunitas keluarga garis keturunan ayah/patrilineal-disebut wa’u ) Laci, sebelah barat Cancar, Kabupaten Manggarai, lahirlah budaya bertani padi sawah di tanah ini.

Dalam waktu setahun, budaya ini menyebar ke daerah tetangganya. Lingko Loro, Nugi, dan Lanar di Cancar langsung mengadopsi model pertanian baru ini.

Tua adat Lumpung Gincu, Desa Robek, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Gaspar Sales menuturkan, ”Pertanian dan perkebunan sudah menjadi lapangan pekerjaan utama di sini sejak ratusan tahun.” Ia menambahkan, dari nenek moyang, pertama-tama kami berladang, bertanam palawija, jagung, dan padi. Lalu, ada perkembangan, mereka bertanam kelapa, pisang, jambu mete, dan kayu keras untuk diperdagangkan.

Menurut Gaspar, itulah pekerjaan yang selama ini diandalkan untuk membiayai sekolah anak-anak. ”Juga banyak mencetak sarjana dan pastor dari hasil pekerjaan itu,” tegasnya.

Sejak abad XV, bumi Manggarai sudah menjadi daerah tujuan perdagangan para pedagang dari daerah Bima (Nusa Tenggara Barat) dan Goa (Sulawesi Selatan). Hasil hutan seperti kayu manis, lilin lebah (malam), madu hutan, dan hasil budidaya padi menjadi barang dagangan yang menguntungkan.

Kini, produk pertanian ini mulai tergeser dengan hadirnya kegiatan ekonomi lain, seperti tambang. (RIN/LUH/ISW)

Sumber: Kompas, 11 Februari 2015

Posted from WordPress for Android

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Berita ini 37 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB