Sampah Laut Kurangi Nilai Ekonomi Pantai

- Editor

Sabtu, 29 Agustus 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Angkut Sampah Tercemar Minyak
Nurari warga RT V Kampung Baru di Margasari, Balikpapan, Kaltim, Minggu (8/4/2018), menyiapkan perahu yang berisi sampah-sampah di perairan setempat yang tercemar minyak. Cemaran tersebut berasal dari kebocoran minyak

Angkut Sampah Tercemar Minyak Nurari warga RT V Kampung Baru di Margasari, Balikpapan, Kaltim, Minggu (8/4/2018), menyiapkan perahu yang berisi sampah-sampah di perairan setempat yang tercemar minyak. Cemaran tersebut berasal dari kebocoran minyak

Tanpa sampah laut, pesisir dan pantai dapat maksimal dimanfaatkan untuk perikanan dan pariwisata. Upaya mengurangi bahkan meniadakan sampah di laut menjadi keniscayaan untuk meningkatkan potensi daerah.

Nilai ekonomi sebuah pantai atau pesisir akan lebih maksimal apabila kawasan tersebut bebas dari sampah laut. Ini didapatkan dari dampak positifnya bagi perikanan dan pariwisata. Sejumlah pihak harus terus didorong untuk kreatif mengupayakan peniadaan sampah di laut dengan menjalankan target pengurangan sampah laut.

Pengajar Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan IPB University, Eva Anggraini, dalam webinar bertajuk ”Dampak Sampah Laut dan Pengelolaannya”, Jumat (28/8/2020), menyampaikan, dari sejumlah penelitian, Indonesia berada di urutan kedua dengan kontribusi sampah rata-rata 1,3 juta ton per tahun yang mengalir ke perairan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Eva, besarnya sampah plastik di laut masih menjadi persoalan karena sulitnya melacak pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap pencemaran tersebut. Berangkat dari kondisi tersebut, Eva dan timnya melakukan penelitian untuk mengukur dampak ekonomi sampah plastik laut bagi ekosistem dan permasalahan pengelolaannya.

Penelitian fokus dilakukan di Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, yang terdiri dari pulau-pulau kecil. Belitung menjadi fokus penelitian karena daerah ini memiliki dua sektor andalan, yakni perikanan dan pariwisata, dengan tiga perempat bagiannya merupakan wilayah perairan.

Hasil penelitian dengan menggunakan discrete choice model ini menunjukkan, nilai ekonomi yang didapat akan lebih maksimal jika pantai atau pesisir dalam keadaan bersih. Nilai ekonomi pantai bersih dari masyarakat mencapai Rp 44 miliar, sedangkan dari pengunjung wisata senilai Rp 30 miliar.

Sementara terkait dengan persoalan pengelolaan sampah laut, kata Eva, hal ini tidak hanya muncul dari level masyarakat, tetapi juga pemangku kebijakan. Pemerintah daerah, khususnya di tingkat kabupaten/kota, tidak memiliki badan atau dinas khusus yang memiliki tugas mengurus sampah laut. Padahal, beberapa dinas dan badan memiliki program yang secara langsung ataupun tidak langsung terkait dengan sampah laut.

”Dengan pengelolaan sampah berbasis daratan, dengan kolektif poin dan truk sampah, itu ternyata belum bisa menjawab persoalan sampah laut. Pengelolaan sampah laut membutuhkan teknik yang berbeda dengan di daratan,” ujarnya.

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University Luky Adrianto memaparkan, selain penegakan regulasi, keputusan taktis yang dapat diambil untuk mengurangi sampah laut salah satunya dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pada bidang teknologi pemanfaatan sampah plastik.

Adapun dalam prosesnya, sejumlah pihak dapat membentuk kelembagaan bank sampah di kawasan pesisir di 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP). Bank sampah dibutuhkan untuk mengetahui nilai ekonomi dari sampah laut tersebut sehingga dapat menjadi salah satu parameter target pengurangan sampah.

Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang Agung Dhamar Syakti memandang bahwa regulasi terkait upaya pengurangan sampah laut sudah cukup kuat dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Dalam perpres tersebut diatur rencana aksi nasional untuk mengurangi sampah laut sebanyak 70 persen pada 2025.

Namun, pengurangan sampah plastik tidak akan optimal jika elemen masyarakat tidak turut berkontribusi. Sebab, menurut Agung, hampir 20 persen sampah laut, khususnya mikroplastik, berasal dari sisa limbah cucian rumah tangga dan kikisan rem kendaraan.

”Limbah tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi, khususnya mikroplastik, di lautan. Saat ini, pembicaraan kita masih seputar makroplastik yang terlihat secara visual, tetapi ada permasalahan lain yang mengintai kita saat membicarakan mikroplastik dan nanoplastik,” tuturnya.

Oleh PRADIPTA PANDU

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 28 Agustus 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB