Saat Sang Dewi Chandra Menghalangi Dewa Perang

- Editor

Rabu, 14 Agustus 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mars menghilang untuk sesaat pada Sabtu (17/4/2021) malam. Fenomena itu terjadi karena posisi planet yang kerap dijuluki kembaran Bumi tersebut tertutup piringan Bulan.

KOMPAS/DOKUMENTASI M ANANDA REZA KURNIAWAN—-Citra Bulan sabit dan Planet Mars (bulat merah kecil di kiri atas Bulan sabit) yang diambil 2 menit sebelum okultasi Mars terjadi pada Sabtu (17/4/2021). Citra diambil oleh M Ananda Reza Kurniawan dari Bekasi, Jawa Barat, pada pukul 20.29. Setelah citra ini diambil, awan menghalangi pandangan ke Bulan dan Mars hingga okultasi berakhir. Jika sebelum okultasi posisi Mars ada di atas sabit Bulan, setelah okultasi berakhir posisi Mars ada di bawah sabit Bulan.

Warnanya yang merah cerah bak darah membuat planet yang sering dijuluki kembaran Bumi itu dinamai Mars, Dewa Perang dalam mitologi Romawi atau Ares dalam mitologi Yunani. Namun, tampilan Mars yang garang itu menghilang untuk sesaat pada Sabtu (17/4/2021) malam akibat terhalang pesona sang Bulan atau Dewi Chandra dalam mitologi Jawa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tertutupnya Mars oleh piringan Bulan menurut pengamat di Bumi itu dinamakan okultasi Mars. Peristiwa ini mirip dengan gerhana Matahari, yaitu saat piringan Bulan menutupi piringan Matahari. Namun, istilah gerhana digunakan jika bayang-bayang dari benda yang menutupi benda lain itu mengenai pengamat. Sementara okultasi Mars tidak sampai menimbulkan bayangan di Bumi.

Okultasi tidak hanya digunakan saat Bulan menghalangi wujud planet lain terhadap Bumi, tetapi juga bisa digunakan ketika benda langit yang lain seperti piringan planet yang lebih besar menghalangi piringan planet lain yang lebih kecil. Jika benda langit yang menghalangi benda langit lain itu lebih kecil ukurannya, seperti Venus menghalangi Matahari, itu disebut transit.

Okultasi Mars pada Sabtu (17/4/2021) terjadi saat Bulan masih berumur lima hari hingga bentuknya masih berupa sabit. Bagian Bulan yang bersinar karena memantulkan cahaya Matahari masih sebesar 24 persen. Kali ini, peristiwa yang jarang bisa disaksikan langsung itu bisa dinikmati penduduk Bumi di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Di Indonesia, masyarakat yang bisa menyaksikan fenomena ini hanya yang berada di bagian barat. Saat okultasi Mars terjadi, posisi Bulan dan Mars dilihat dari Indonesia timur sudah terlalu rendah atau tenggelam sehingga tidak bisa disaksikan langsung.

Meski demikian, masyarakat di Indonesia barat yang memiliki kesempatan mengamati okultasi Mars tersebut nyatanya juga banyak yang tidak bisa menyaksikannya karena terhalang mendung tebal sejak sore, seperti di Bandung (Jawa Barat), Bandar Lampung (Lampung), dan Medan (Sumatera Utara), serta sejumlah daerah di Jawa Tengah.

Di Jakarta, sesaat sebelum okultasi terjadi atau sekitar pukul 20.00 WIB, Bulan sabit terlihat samar dan berwarna oranye akibat terhalang awan. Cahaya Planet Mars yang dalam kondisi langit cerah berwarna merah cerah juga tidak terlihat sama sekali. Hingga okultasi Mars itu berlangsung dan berakhir, Bulan justru makin tidak terlihat karena kian tertutup awan dan terhalang gedung-gedung di arah barat.

”Kami hanya berhasil mengamati okultasi Mars hingga 2 menit sebelum piringan Bulan menutupi Mars,” kata M Ananda Reza Kurniawan, Ketua Umum Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, yang mengamati peristiwa tersebut dari Bekasi, Jawa Barat. Setelah itu, Bulan dan Mars tidak bisa diamati karena awan dan posisinya yang makin tenggelam di ufuk.

Namun langit Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu malam lebih bersih. Saiful Arifin, anggota Surabaya Astronomy Club yang mengamati okultasi Mars dari rumahnya di utara Surabaya, berhasil memotret saat piringan Bulan mulai menutupi piringan Mars. ”Namun saat okultasi berakhir, tidak bisa diamati karena Bulan dan Mars sudah tenggalam,” katanya.

Di Jakarta, okultasi Mars berlangsung mulai pukul 20.30 hingga 21.30 dan Bulan tenggelam pukul 21.46.

Sementara di Surabaya, okultasi Mars terjadi antara pukul 20.32 hingga 21.16 dan Bulan terbenam pukul 21.20. Meski dari data itu Bulan sebenarnya masih di atas horizon saat okultasi Mars berlangsung, pada ketinggian serendah itu Bulan sudah sulit diamati karena sudah mendekati horizon.

KOMPAS/DOKUMENTASI SAIFUL ARIFIN—-Citra Bulan sabit dan Planet Mars (bulat kecil di sebelah kiri atas) sesaat sebelum okultasi Mars berlangsung, Sabtu (17/4/2021). Citra diambil Saiful Arifin dari Kecamatan Bulak, Surabaya utara, Jawa Timur, pada pukul 21.13. Setelah momen ini, citra Bulan dan Mars, termasuk saat proses okultasi Mars berakhir, tidak bisa diambil karena posisi Bulan sudah hampir tenggelam. Jika sebelum okultasi posisi Mars ada di bagian atas sabit Bulan, setelah okultasi berakhir posisi Mars ada di bawah sabit Bulan.

Jika tidak mendung dan langit bersih pada Sabtu Malam, sebelum okultasi berlangsung, Mars akan terlihat di bagian atas sabit Bulan. Sepanjang okultasi, gerak Mars akan terhalang oleh permukaan Bulan. Ketika berakhir, posisi Mars akan terlihat berada di bawah sabit Bulan.

Pada Sabtu malam, Bulan dan Mars akan terletak di arah rasi Taurus. Di dekat Bulan dan Mars, banyak terdapat obyek langit menarik lainnya, seperti bintang Aldebaran yang merupakan bintang paling terang di rasi Taurus dan gugus bintang Pleiades atau masyarakat Jawa menyebutnya sebagai Lintang Kartika. Di dekat Aldebaran, juga ada rasi Orion atau Lintang Waluku dengan tiga bintang sejajar dibagian sabuk Orion yang dinamai Alnitak, Alnilam, dan Mintaka.

”Jika sampai melewatkan kesempatan untuk mengamati peristiwa ini, tentu sangat menyesal,” kata Saiful. Peluang untuk bisa mengamati okultasi Mars sangat kecil. Meski peristiwa ini cukup sering terjadi, wilayah di Bumi yang bisa menyaksikannya okultasi Mars secara langsung sangat terbatas.

Data Lunar Occulation menyebut okultasi Mars akan kembali terjadi pada 3 Desember 2021 dan dapat disaksikan di Asia Timur dan utara Samudra Pasifik. Namun karena peristiwa itu terjadi pada siang hari, tidak satu pun penduduk Bumi bisa menyaksikannya. Okultasi Mars berikutnya terjadi pada 31 Desember 2021, tetapi hanya bisa disaksikan dari Antartika dan sebagian kecil wilayah selatan Australia.

Selain itu, tambah Ananda, peristiwa ini dapat dijadikan momentum untuk lebih mengenalkan astronomi kepada masyarakat awam, termasuk soal dinamika gerak benda-benda langit, maupun ukuran benda langit yang beragam dan hubungannya terhadap jarak Bumi. Benda yang terlihat besar bisa saja sejatinya lebih kecil, tetapi jarak lebih dekat ke Bumi membuatnya terlihat lebih besar.

”Benda-benda langit itu tidak hanya bergerak monoton dari timur ke barat, tetapi setiap benda memiliki pola gerak tersendiri hingga ada satu momen mereka akan saling berpapasan atau saling menutupi,” katanya.

Diameter Bulan hanya 3.474 kilometer, sedangkan Mars mencapai 6.779 kilometer atau dua kali ukuran Bulan. Namun, jarak rata-rata Bulan ke Bumi hanya 384.400 km, sedangkan jarak Mars ke Bumi berkisar antara 54,6 juta kilometer untuk jarak terdekatnya dan 401 juta kilometer untuk jarak paling jauh.

Meski terlihat besar, Dewi Chandra tetap terlihat cantik. Sinarnya yang kuning redup senantiasa menenteramkan dan mendamaikan bagi siapa pun yang melihatnya. Sebaliknya, meski sang ”Dewa Perang” Mars terlihat kecil karena posisinya yang jauh, tidak mengurangi aura kegarangan yang terpancar dari warna merah darahnya.

Oleh MUCHAMAD ZAID WAHYUDI

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 19 April 2021

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB