Ritel Baru Menggeliat

- Editor

Jumat, 24 Januari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ritel menemukan jati diri baru. Tidak ada lagi dikotomi luring dan daring. Dengan menghilangkan sekat, ritel memadukan keduanya disertai teknologi digital dan fokus menghadirkan pengalaman sesuai kebutuhan konsumen.

KOMPAS/AGUS SUSANTO–Gerai kopi menggunakan strategi daring dan luring untuk memperluas pemasaran di Jakarta.

Penggemar minuman kopi specialty dan pengguna moda transportasi umum kereta komuter pasti tidak asing dengan gerai Fore dan Fore Go. Salah satu gerai Fore Go di Stasiun Palmerah tidak pernah sepi pengunjung. Pada Rabu (22/1/2020) sekitar pukul 11.00, Kompas mencoba membeli minuman Pecan Caramel Macchiato. Ada empat orang yang berdiri mengantre.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kepada setiap konsumen yang datang, kasir selalu tidak lupa menanyakan pembeli sudah menginstal aplikasi Fore atau belum. Jika belum, pembeli disarankan untuk menginstal aplikasi tersebut. Kasir lalu memberikan penjelasan bahwa pengguna baru akan memperoleh kupon dan aneka promo yang setiap hari diperbarui di aplikasi. Di Google Play Store, aplikasi Fore telah diunduh sekitar satu juta kali.

CEO Fore Coffee Robin Boe memastikan keseluruhan nilai penjualan (GMV) mengalami pertumbuhan pesat seiring dengan pembukaan jumlah gerai baru. Meski demikian, penilaian manajemen sesungguhnya adalah pertumbuhan nilai penjualan setiap gerai per bulan yang selalu tumbuh dua kali lipat. Fore Coffee sekarang memiliki 124 gerai fisik yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, dan Medan.

Robin mengklaim, mayoritas pelanggan menggunakan aplikasi sehingga mereka bisa mendapatkan promo yang lebih menarik, bisa membeli tanpa antre di kasir, mengumpulkan poin loyalitas, merekomendasikan ke teman, dan mengirimkan minuman kopi kepada teman. Aneka fitur tersebut diharapkan selalu menjadi daya tarik konsumen agar tetap menggunakan aplikasi.

Menurut dia, konsep yang diusung Fore adalah ritel baru, yakni memberikan pengalaman baru dalam cara berbelanja yang menggabungkan daring dan luring. Bahkan, pengguna bisa membayar menggunakan dompet elektronik dan mengambil minuman langsung di depan gerai dengan cara memindai kode QR.

”Kami bisa lebih mengerti perilaku konsumen, seperti beli apa, di mana, bayar pakai apa, dan lain-lain. Data-data tersebut bisa kami pakai untuk menarget konsumen dengan personalized menu, misalnya,” katanya.

Senada dengan Fore, Founder Kopi Kenangan James Prananto juga mengakui model bisnis Kopi Kenangan bisa dikatakan sebagai ritel baru, yang artinya mengombinasikan pengalaman pembelian daring dan luring sekaligus (O2O). Ritel baru seperti ini menjadi tren selama tiga tahun terakhir. Kopi Kenangan mempunyai aplikasi yang memudahkan konsumen membeli tanpa antre di gerai fisik. Keberadaan gerai-gerai fisik memudahkan Kopi Kenangan berpromosi langsung, selain mengandalkan media sosial.

”Jadi, dengan aplikasi Kopi Kenangan, kami lebih mengenal konsumen secara personal dan penawaran kami kepada mereka menjadi lebih tepat sasaran. Sebagai contoh, kami memantau jejak data konsumen A setiap kali membeli produk pada Jumat dan produknya tidak pernah kopi. Dengan informasi itu, kami bisa memberi tahu konsumen soal promo nonkopi pada Jumat,” ujarnya.

Saat ini, gerai fisik Kopi Kenangan telah mencapai 240 unit. Menurut rencana, dengan dana baru, gerai fisik akan ditambah menjadi 650 unit pada akhir 2020. Perempuan muda penyuka produk perawatan diri dan kecantikan pasti tidak asing dengan Sociolla, gerai ritel yang dikelola Social Bella.

Selain interior yang didominasi warna merah muda, fasilitas mencoba langsung, dan ragam produk yang lengkap, keunikan lain dari Sociolla ialah menawarkan cara belanja berbeda. Misalnya, setiap produk disertai kode QR, yang jika konsumen pindai memakai ponsel pintar akan muncul informasi kandungan sampai manfaat. Di pintu masuk dipasang papan virtual yang memungkinkan konsumen sudah terdaftar sebagai akun di aplikasi SOCO, masuk (sign in), dan melihat barang yang ingin dibeli.

”Kami bekerja sama dengan lebih dari 200 merek produk,” ujar CEO Social Bella John Rasyid. JD.ID yang mulai beroperasi sebagai ritel daring di Indonesia pada 2016 juga terjun ke ritel baru dua tahun kemudian setelah mereka mengklaim melayani lebih dari 20 juta warga di Indonesia.

KOMPAS/PRIYOMBODO–Gerai kopi bertransformasi dari tempat minum menjadi tempat bertemu klien di Tangerang Selatan.

Eyvette Tung, Head of Offline Business JD.ID, mengatakan, JD.ID telah membuka JD.ID X di PIK Avenue, Jakarta Utara, Agustus 2018. JD.ID X merupakan supermarket virtual yang mengintegrasikan pengalaman ritel daring ke ritel luring. Pengembangan ini sejalan dengan fokus perusahaan yang ingin mengembangkan O2O agar pelanggan mendapatkan pengalaman lebih baik.

Konsumen harus menunjukkan kode QR di aplikasi ke alat verifikasi di pintu masuk toko. Di pintu masuk tersebut juga ada kamera yang akan mengidentifikasi wajah. Masing-masing produk dilengkapi teknologi radio frequency identification sehingga tim JD.ID akan mengetahui barang apa saja yang konsumen ambil dan bawa keluar toko. Pembayaran belanjaan langsung di aplikasi menggunakan kartu kredit. Jadi, tidak ada kasir di gerai JD.ID X.

Untungkan investor
Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, ritel baru sebenarnya adalah konsep untuk menjelaskan penjualan ritel disertai pengalaman. Adanya inovasi digital, seperti aplikasi bergerak, GPS, jejak pembelian, dompet elektronik, dan sensor citra, mendorong penjualan ritel semakin bisa dipersonalisasi.

Saat konsumen datang ke gerai fisik ritel, ada banyak pengalaman yang bisa dibuat lebih asyik dan personal sehingga cocok dan relevan dengan generasi konsumen yang melek digital. Menurut dia, konsep ritel baru yang diusung menguntungkan investor karena mendorong pengelolaan gerai ritel luring semakin efisien dan akhirnya pendapatan naik.

”Bisa disebut juga daring ke luring ataupun luring ke daring (O2O). Ini semacam revolusi ritel,” ujar Willson. Di negara lain, seperti China, O2O adalah istilah lama. Kini, ujarnya, China lebih suka menyebut ritel baru.

Oleh MEDIANA

Sumber: Kompas, 24 Januari 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB