Kejadian reinfeksi penyakit Covid-19 ditemukan di sejumlah wilayah di dunia. Namun, hal ini tak mengecilkan arti penting upaya mendapatkan vaksin.
Kasus infeksi kembali pasien Covid-19 yang sudah sembuh kembali terjadi. Setelah ditemukan di Hongkong, fenomena serupa dilaporkan di Eropa. Peristiwa ini dikhawatirkan akan memengaruhi strategi pemberian vaksin yang harus diulang.
Kasus infeksi ulang ditemukan di Belgia dan Belanda, seperti dilaporkan sejumlah media, seperti Reuters dan Deutsche Welle pada Selasa (25/8/2020). Disebutkan, pasien Belanda itu adalah orang tua dengan sistem kekebalan yang lemah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ahli virologi Belanda, Marion Koopsmans, mengatakan, pasien ini awalnya terinfeksi virus untuk waktu yang lama, tetapi dengan gejala ringan, sebelum tiba-tiba kambuh lagi. Infeksi ulang ini telah diperkirakan. ”Bahwa seseorang muncul dengan infeksi ulang, itu tidak membuat heran,” katanya. ”Kami harus melihat apakah itu sering terjadi.”
Ahli virologi Belgia, Marc van Ranst, mengatakan, pasien di Belgia adalah seorang wanita yang tertular Covid-19 untuk pertama kali pada Maret dan kemudian pada Juni. ”Kami tidak tahu apakah jumlah kasus ini akan banyak. Saya kira mungkin tidak, tetapi tetap harus dilihat lebih jauh,” katanya.
Sebelumnya, pada Senin (25/8), ilmuwan di Hong Kong melaporkan kasus seorang pria berusia 30-an yang terinfeksi kembali dengan SARS-CoV-2 empat setengah bulan setelah serangan pertamanya.
Informasi tentang ada infeksi ulang atau reinfeksi SARS-CoV-2 ini dilaporkan tim peneliti dari Departemen Kedokteran Universitas Hong Kong dan hasilnya sudah diterima di jurnal Clinical Infectious Diseases sekalipun belum dipublikasikan.
Pasien yang sebelumnya sehat itu pertama kali didiagnosis Covid-19 pada 26 Maret. Pada infeksi pertama ia mengalami gejala ringan, antara lain batuk, radang tenggorokan, sakit kepala, dan demam selama beberapa hari. Meskipun gejalanya mereda, dia dirawat di rumah sakit pada 29 Maret dan dipulangkan pada 14 April setelah dites negatif dua kali.
Empat setengah bulan kemudian, pasien kembali ke Hong Kong dari Spanyol melalui Inggris dan dites positif terkena virus dalam pemeriksaan di bandara Hong Kong pada 15 Agustus. Dia kembali dirawat di rumah sakit, tetapi tidak menunjukkan gejala apa pun.
Itu mungkin berarti bahwa orang tersebut tidak terus menumpahkan virus yang sama beberapa bulan setelah terinfeksi, menurut penelitian yang baru diterima, tetapi belum dipublikasikan, dalam jurnal Clinical Infectious Diseases.
Konfirmasi tentang infeksi kembali atau reinfeksi ini dibuktikan dengan pengurutan genom dari dua virus yang menginfeksinya. Hasilnya, kedua virus korona baru yang menginfeksi pasien ini memiliki 24 nukleotida, atau blok bangunan, yang berbeda dalam urutan gennya.
Di Indonesia, dugaan terjadi infeksi ulang ini juga disampaikan dokter Tri Maharani, dokter emergensi dari Kediri, Jawa Timur. ”Ada laporan dokter teman saya di puskemas di Jakarta yang positif Covid-19 bulan lalu dan sudah dinyatakan sembuh. Namun, sekarang dirawat lagi karena Covid-19,” katanya.
Namun, menurut Tri, virus yang menginfeksi pasien ini belum dibandingkan secara molekuler apakah sama atau berbeda. Jika sama, ada kemungkinan proses penyembuhan sebelumnya belum tuntas sehingga kembali sakit.
Pemberian vaksin
Munculnya kasus infeksi ulang di sejumlah negara ini telah memicu kekhawatiran tentang keefektifan vaksin melawan virus ini. Van Ranst mengatakan, jika kasus infeksi ulang banyak ditemukan, vaksin perlu diulang setiap tahun, atau dalam dua atau tiga tahun. ”Tampaknya jelas bahwa kita tidak akan memiliki vaksin yang berhasil, katakanlah, untuk 10 tahun,” katanya.
Van Ranst mengatakan, dalam kasus-kasus seperti wanita Belgia, di mana gejalanya relatif ringan, tubuh mungkin tidak menciptakan cukup antibodi untuk mencegah infeksi ulang meskipun mereka mungkin telah membantu membatasi penyakit.
Mengomentari tentang kasus Hong Kong, ahli mikrobiologi London School of Hygiene and Tropical Medicine, Brendan Wren, mengatakan, kasus itu adalah ”contoh infeksi ulang yang sangat langka dan seharusnya tidak meniadakan dorongan global untuk mengembangkan vaksin Covid-19”.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 26 Agustus 2020