Program Keluarga Berencana Tak Berjalan Optimal

- Editor

Selasa, 8 September 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Selama 10 tahun terakhir, program pengendalian pertumbuhan penduduk stagnan. Hal itu ditandai dengan tingginya angka putus kesertaan program Keluarga Berencana dan pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang rendah.

Berdasarkan survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, angka pengguna alat kontrasepsi 57,9 persen dari total pasangan usia subur, padahal pemerintah menargetkan tahun ini angkanya 61 persen. Angka pengguna alat kontrasepsi jangka panjang seperti spiral (IUD) dan implan turun dari 18,7 persen pada 1991 menjadi 10,6 persen pada 2012.

“Padahal, alat kontrasepsi jangka pendek seperti pil dan suntik kurang efektif karena akseptor (pengguna) kerap lupa. Jika suntik atau minum pil tak rutin, angka putus KB akan naik,” kata Pelaksana Tugas Deputi KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Sanjoyo dalam seminar “Keluarga Peduli Kesehatan Reproduksi”, Rabu (2/9), di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pelayananan KB KelilingKondisi itu menyebabkan angka kelahiran pada 2002-2012 tetap 2,6 atau 4 juta kelahiran per tahun. Tahun ini, pemerintah menargetkan angka kelahiran 2,1. Jika tak dikendalikan, diprediksi ada 66 juta penduduk Indonesia usia 10-24 tahun pada 2028-2030.

Layanan KB juga terhambat terbatasnya jumlah petugas lapangan. Kini, ada 17.000 petugas lapangan KB di Indonesia. Idealnya 60.000-70.000 petugas KB atau dua petugas di setiap fasilitas kesehatan (faskes).

Konsultan KB BKKBN Julianto Witjaksono menambahkan, sosialisasi KB minim karena tak menjadi program prioritas di kabupaten/kota. Apalagi ketersediaan alat kontrasepsi berkurang. Kini hanya tujuh provinsi yang fokus mendistribusikan alat kontrasepsi di setiap faskes, antara lain Aceh, Nusa Tenggara Barat, dan Papua.

Menurut dokter spesialis kandungan dan kebidanan dari Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI Herbert Situmorang, penurunan pengguna kontrasepsi jangka panjang akibat minimnya edukasi. (B06)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 September 2015, di halaman 14 dengan judul “Program Keluarga Berencana Tak Berjalan Optimal”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB