Setelah tertunda selama tiga tahun, peluncuran satelit Lapan A2/Orari siap dilakukan. Satelit akan ditumpangkan pada roket India pada akhir September. Kamis (3/9) malam, satelit yang diwadahi dalam kontainer khusus itu akan diberangkatkan ke India.
Presiden Joko Widodo di Pusat Teknologi Satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Rancabungur, Bogor, Jawa Barat, Kamis pagi, melepas pengiriman satelit tersebut ke India. “Saya sangat mengapresiasi,” katanya sebelum menekan tombol sirene yang menandai penutupan kontainer satelit.
Seiring bunyi sirene yang meraung-raung, para perekayasa Lapan menutup satelit berukuran 50 cm x 47 cm x 38 cm dan berbobot 78 kilogram itu ke dalam kontainer khusus. Kontainer didesain dengan memiliki sejumlah sensor, seperti sensor temperatur, tekanan dan vibrasi atau getaran untuk mengontrol kondisi satelit selama proses pengiriman yang bisa memengaruhi fungsi satelit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Turut mendampingi pelepasan satelit adalah Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir, Kepala Lapan Thomas Djamaluddin, dan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar. Hadir pula dalam acara itu Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Ketua Umum Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) sekaligus Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso.
Jika mengacu pada rencana awal, satelit Lapan A2/Orari seharusnya diluncurkan pada 2012. Namun, karena peluncurannya menumpang pada roket India, maka sangat bergantung pada kesiapan roket dan satelit utama yang dibawa roket tersebut. Akibat satelit utamanya, yaitu satelit penelitian astronomi Astrosat, mengalami kendala, peluncuran satelit Lapan pun ikut mundur.
Produk murni Indonesia
Satelit Lapan A2/Orari dirancang, diproduksi, dan diuji oleh ahli-ahli Indonesia dengan menggunakan fasilitas yang ada di Indonesia. Satelit dirancang dan dibuat perekayasa-perekayasa muda Lapan serta diuji menggunakan sejumlah fasilitas yang ada di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ataupun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kompas/Yuniadhi Agung–Para perekayasa dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) melakukan pengecekan akhir Satelit Lapan A2/Orari di Pusat Teknologi Satelit Lapan, Rancabungur, Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/9). Satelit Lapan A2/Orari merupakan satelit pertama yang sepenuhnya dirancang dan dibuat para ahli Lapan memakai fasilitas produksi dan fasilitas uji di Indonesia. Menurut rencana, Satelit Lapan A2/Orari diluncurkan pada 27 September dari Pusat Antariksa Satish Dhawan, Sriharikotta, India. Satelit dibawa ke orbit dengan ditumpangkan pada roket India bersama satelit penelitian astronomi milik Organisasi Riset Antariksa India (ISRO), Astrosat.
Kondisi itulah yang membedakan satelit Lapan A2/Orari dengan Lapan A1/TUBSat yang dibuat dengan bantuan ahli Jerman serta diproduksi dan diuji menggunakan fasilitas di Jerman. Hal itu yang menjadikan satelit Lapan A2/Orari sebagai satelit pertama yang murni dibuat secara mandiri oleh Indonesia.
Thomas mengatakan, satelit Lapan A2/Orari yang dikembangkan bersama Orari itu bisa dimanfaatkan untuk pencitraan rupa Bumi atau penginderaan jarak jauh, pemantauan sumber daya kelautan dan perikanan, serta mitigasi bencana melalui komunikasi amatir. Satelit juga bisa digunakan untuk memantau pergerakan kapal-kapal di perairan Indonesia, operasi keamanan laut, serta memantau pulau-pulau terluar di Indonesia.
“Dengan keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran, Lapan mencoba untuk menjadi pusat unggulan yang mampu menjadikan Indonesia maju dan mandiri,” katanya.
Menurut rencana, satelit itu akan diluncurkan dari Pusat Antariksa Satish Dawan, Sriharikotta, India, 28 September. Satelit akan ditempatkan pada ketinggian orbit 650 kilometer dari permukaan Bumi. Selain itu, satelit yang didesain memiliki orbit ekuatorial atau melintas di dekat garis khatulistiwa itu mampu menjangkau sebagian besar wilayah Indonesia, antara 6 derajat lintang utara hingga 6 derajat lintang selatan.
Satelit Lapan A2/Orari ditargetkan mampu beroperasi antara 2 tahun dan 3 tahun, sesuai umur standar satelit mikro. Namun, dengan pengelolaan yang baik, tidak menutup kemungkinan satelit bisa beroperasi lebih lama, seperti satelit Lapan A1/TUBSat yang bisa beroperasi hingga enam tahun dari rencana awal hanya dua tahun.
M Zaid Wahyudi
Sumber: Kompas Siang | 3 September 2015
————–
Penelitian Konkret Diutamakan
Satelit Lapan A2/Orari Tahap Awal Menuju Teknologi yang Lebih Maju
Riset harus memberikan solusi bagi persoalan bangsa. Karena itu, pemerintah saat ini fokus pada hilirisasi dan komersialisasi hasil riset agar tak berakhir dalam jurnal ilmiah semata. Pemerintah juga menjanjikan tambahan pendanaan bagi riset-riset yang bisa memberi manfaat langsung bagi masyarakat dan bangsa.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG–Perekayasa dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengecek akhir satelit Lapan A2/Orari di Pusat Teknologi Satelit Lapan, Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/9). Satelit itu merupakan satelit pertama yang sepenuhnya dirancang dan dibuat ahli-ahli Lapan memakai fasilitas produksi dan uji di Indonesia.
Presiden Joko Widodo, saat melepas pengiriman satelit Lapan A2/Orari ke India di Pusat Teknologi Satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Rancabungur, Bogor, Kamis (3/9), mengapresiasi karya perekayasa Lapan yang mampu membuat satelit untuk mendukung pembangunan pertanian, maritim, dan mitigasi bencana. “Penelitian yang konkret seperti ini (satelit) yang dibutuhkan,” kata Jokowi.
Pelepasan dilakukan Jokowi didampingi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, Kepala Lapan Thomas Djamaluddin, dan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar. Turut hadir Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Ketua Umum Organisasi Amatir Radio Indonesia yang juga Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso.
Satelit Lapan A2/Orari adalah satelit pertama yang sepenuhnya dikerjakan peneliti dan perekayasa Indonesia yang memanfaatkan fasilitas produksi dan uji di sejumlah lembaga penelitian. Satelit dikirim ke India untuk diluncurkan akhir September.
Nasir menambahkan, selama ini, hasil riset ada di tataran hulu dalam bentuk publikasi ilmiah. Sekarang, pemerintah fokus melakukan hilirisasi dan komersialisasi sehingga penelitian-penelitian itu mampu menghasilkan produk yang bermanfaat.
“Pemerintah akan menambah dukungan anggaran bagi riset-riset yang hasilnya betul-betul bisa dimanfaatkan,” katanya.
Menurut Thomas, Lapan mengembangkan sejumlah teknologi guna mendukung pengembangan sumber daya maritim, ketahanan pangan, dan mitigasi bencana. Beberapa teknologi itu, antara lain pembuatan pesawat tanpa awak, satelit dan pengembangan sistem, dan bank data pengindraan jauh.
Teknologi itu bisa untuk memantau pertumbuhan padi, pemetaan, pendeteksian perubahan tata guna lahan, dan pemantauan obyek pajak. Selain itu, bisa untuk memantau gerak kapal di perairan, mendeteksi daerah tangkapan ikan, memantau pulau-pulau terluar, dan sarana komunikasi di daerah bencana.
Lapan juga sedang mengembangkan teknologi roket, baik untuk keperluan pertahanan keamanan maupun peluncuran satelit, dan pembuatan pesawat terbang komersial skala kecil-menengah. “Dengan keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran, Lapan berusaha jadi pusat unggulan agar Indonesia maju dan mandiri,” ujar Thomas.
Keterbatasan itu diatasi Lapan dengan menggandeng beberapa lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan sejumlah industri strategis. Kerja sama diperlukan karena pengembangan teknologi butuh biaya besar, keterlibatan ahli berbagai bidang, dukungan produksi komponen dan material maju, dan fasilitas uji yang memadai.
Pengembangan dan produksi satelit Lapan A2/Orari butuh dana Rp 42,5 miliar. Biaya peluncurannya Rp 7,5 miliar. (MZW)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 September 2015, di halaman 14 dengan judul “Penelitian Konkret Diutamakan”.