Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Surabaya mampu menghasilkan listrik hingga 12 Megawatt. Sampah yang bisa dikelola mencapai 1.000 ton per hari atau 75 persen timbunan sampah di Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA—Plastik geomembran menutupi tumpukan sampah di TPA Benowo, Surabaya, Selasa (11/12/2018).
Pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Tempat Pembuangan Akhir Benowo, Surabaya, sudah selesai 100 persen. Operasional akan dilakukan setelah lolos tahapan pengujian yang dijadwalkan pada pertengah Agustus 2020. PLTSa ini mampu mengolah 75 persen timbunan sampah di Surabaya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Surabaya, Rabu (12/8/2020) mengatakan, pembangunan fisik PLTSa Benowo sudah selesai. Namun operasional masih menunggu tahapan pengujian yang rencananya dilaksanakan pada pertengahan bulan ini.
“Tim ahli dari China awalnya dijadwalkan melakukan pengujian pada Februari 2020, tetapi karena pandemi Covid-19 akhirnya jadwalnya mundur menjadi Agustus 2020,” katanya.
Jika PLTSa sudah memenuhi segala persyaratan dalam tahapan uji coba, maka kapasitas pembangkit listrik di TPA Benowo akan meningkat dari 2 Megawatt (MW) menjadi 12 MW. Dari listrik 12 MW itu, PLN akan membeli listrik sebesar 9 MW, 2 MW digunakan untuk operasional PLTSa, dan tersisa 1 MW. “Pemerintah pusat akan memberikan subsidi biaya layanan pengolahan sampah atau tipping fee sebesar 30 persen,” ucapnya.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA—Plastik geomembran menutupi tumpukan sampah di TPA Benowo, Surabaya, Selasa (11/12/2018).
Sebelumnya sejak 2015, PLTSa Benowo sudah beroperasi dan menghasilkan listrik sebesar 2 MW. Sebanyak 1,65 MW di antaranya dibeli PLN dan sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di TPA Benowo. Pengolahan sampah menjadi listrik dilakukan oleh PT Sumber Organik melalui skema build operate transfer.
Pengolahan sampah dilakukan dengan menggunakan teknologi sanitary landfill. Untuk menghasilkan listrik, sampah ditutup dengan membran hingga mengeluarkan gas metana atau CH4 yang digunakan untuk menggerakkan mesin pembangkit listrik. Saat ini ada sekitar 90 titik pembusukan sampah di TPA Benowo.
Sedangkan penambahan kapasitas sebesar 10 MW kali ini menggunakan metode gasifikasi. Metode itu dilakukan dengan membakar sampah menjadi gas. Gas kemudian digunakan untuk menggerakkan mesin pembangkit listrik. Metode gasifikasi ini dinilai lebih efektif mengolah sampah karena limbah sisa pembakaran bisa digunakan untuk pembuatan bata ringan.
”Jika PLTSa Benowo sudah mampu menghasilkan listrik hingga 12 MW, maka bisa mengurangi timbunan sampah di TPA Benowo hingga 1.000 ton per hari atau sekitar 75 persen dari timbunan sampah di Surabaya,” kata Risma.
TPA Benowo yang lokasinya berdekatan dengan Stadion Gelora Bung Tomo memiliki luas 37,4 hektar. TPA ini setiap hari menerima sekitar 1.300 ton sampah yang dihasilkan sekitar 3,3 juta warga Surabaya. Sampah yang dikirim ke TPA tersebut merupakan timbunan sampah yang tidak bisa dikelola oleh warga dan pusat daur ulang setelah melalui tahap pemilahan di tingkat rumah tangga dan bank sampah.
Selain di TPA Benowo, pengolahan sampah menjadi listrik juga dilakukan di beberapa taman dan pusat daur ulang sampah. Listrik digunakan sebagai sumber energi menyalakan alat-alat elektronik di kawasan tersebut.
Hingga saat ini, setidaknya ada empat lokasi PLTSa lain yang berada di Taman Flora, Kebun Bibit Wonorejo Pusat Daur Ulang Sampah Jambangan serta di Osowilangun. Listrik diolah dari sampah menggunakan metode gasifikasi dan dimanfaatkan untuk menggerakkan alat-alat pengolah sampah serta lampu di taman tersebut sehingga bisa menghemat biaya operasional.
“Pemanfaatan sampah menjadi sumber energi listrik membuat biaya operasional pembayaran listrik PLN tidak ada karena kebutuhan listrik sudah dipenuhi dari PLTSa,” ucap Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Oleh IQBAL BASYARI
Editor: AGNES SWETTA PANDIA
Sumber: Kompas, 12 Agustus 2020