Pemerintah menyusun peta jalan tanggung jawab produsen atas kemasan plastik yang dihasilkan. Hal itu merupakan bagian dari upaya pengurangan sampah plastik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan peta jalan tanggung jawab produsen atas kemasan plastik selesai disusun tahun ini. Peta jalan itu berisi base line atau batas produksi sampah dan target pengurangan sampah hingga sepuluh tahun mendatang dengan target pengurangan minimal 30 persen.
Kebijakan pemerintah dalam pengurangan sampah plastik ini diberlakukan pada tiga jenis produsen penghasil plastik. Tiga produsen itu yaitu perusahaan penghasil produk, ritel/toko, serta penyedia jasa seperti hotel dan restoran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan beserta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menghadiri peluncuran national plastic action partnership, Senin (11/3/2019) di Jakarta. Kemitraan bersama lintas pemangku kepentingan ini sebagai implementasi Global Action Plastic Partnership yang dihasilkan World Economic Forum pada tahun lalu.
”Road map bisa selesai tahun ini dan berjalan dalam kurun waktu sepuluh tahun,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian LHK, Senin (11/3/2019), di sela-sela peluncuran “National Plastic Action Partnership” di Jakarta.
Berdasarkan catatan Kompas, penyusunan peta jalan tanggung jawab produsen (extended producer responsibility/EPR) berlangsung sejak 2012. Momennya saat itu adalah menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Rosa Vivien memaparkan, penyusunan peta jalan membutuhkan waktu karena melibatkan produsen beserta asosiasinya. Para ”penghasil sampah” itu membutuhkan waktu untuk merancang ulang kemasan agar lebih hemat plastik dan bisa didaur ulang. Produsen juga butuh waktu untuk menyiapkan sistem guna menarik kemasan yang dihasilkan dan telah beredar di masyarakat.
Dalam peta jalan, produsen menaruh angka baseline atau batas produksi kemasan yang dihasilkannya. Lalu dalam sepuluh tahun para produsen menentukan langkah pengurangan dan target pengurangannya.
”Kita bicara pengurangan itu bagaimana mengurangi sampah yang dibuang ke TPA (tempat pemrosesan akhir). Jadi, sampah yang dibuang ke TPA adalah sama sekali sampah yang tak bisa dilakukan 3R (reduce, reuse, recycle),” ujarnya.
Dalam konteks global, sejumlah produsen besar berkomitmen mengurangi sampah plastik dari kemasan.
Pada Konferensi Kelautan, 29-30 Oktober 2018, di Bali, Danone-Aqua berkomitmen membuat kemasan plastik produknya 100 persen bisa didaur ulang dan menambah proporsi plastik daur ulang pada botol sampai 50 persen pada 2025. The Coca-cola Company pun akan membuat kemasan 100 persen bisa didaur ulang pada 2025 dan 50 persen berbahan daur ulang di semua kemasan tahun 2030.
Peran swasta
VP Sharma, Group CEO MAP, menyatakan telah mengevaluasi penggunaan kantong plastik di gerai-gerai jejaringnya. Penggunaan plastik biodegradable di SOGO, kantong plastik bisa didaur ulang di Topshop/Topman, kantong plastik mengandung biodegradable di Sport Station, Kidz Station, dan kantong kertas bisa didaur ulang di Starbucks, serta kebijakan ”bebas sedotan plastik” di 125 gerai Burger King sejak November 2018.
Menurut rencana, MAP akan meluncurkan mesin daur ulang khusus dalam gerai SOGO. Itu bertujuan memotivasi pelanggannya agar mendaur ulang botol plastik dan mendapat keuntungan poin MAP Club.
General Manager of Polymers Technical Service and Product Development PT Chandra Asri Edi Rivai mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Pemerintah Kota Cilegon memanfaatkan sampah plastik sebagai campuran aspal. Tiap kilometer membutuhkan 3 ton keresek bersih dan kering.
Kantong keresek itu dipasok dari bank sampah setempat. Jalan aspal campuran plastik ini telah dipakai di jalan lingkungan perusahaan di Cilegon. Tahun ini ditargetkan terbangun 10 kilometer jalan dan pada 2025 terbangun 100 km jalan di Cilegon memakai aspal campuran plastik keresek itu.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, Indonesia jadi negara pertama implementasi program Global Action Plastic Partnership yang dihasilkan dalam World Economic Forum, 24 September 2018 di New York, Amerika Serikat. Komitmen penurunan 70 persen sampah di laut pada 2025 dan rencana aksi di dalamnya meyakinkan dunia internasional akan target ambisius Indonesia memerangi sampah plastik.
Pada forum pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF di Bali pada sesi Forum Tri Hita Karana Oktober 2018, terhimpun dana 10 miliar dollar AS. Dana itu akan dipakai dalam National Plastic Action Partnership demi mengurangi plastik lewat strategi sirkular ekonomi.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 12 Maret 2019