Peta Jalan Pelaksanaan Keresek Berbayar Ditunggu

- Editor

Jumat, 7 Oktober 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan didorong agar menyusun peta jalan pemberlakuan kantong plastik berbayar bagi semua toko dan ritel di Indonesia, termasuk pasar tradisional. Hal itu untuk menunjukkan pemberlakuan menyeluruh dan secara total mengurangi konsumsi keresek plastik.

Sejak uji coba mulai berjalan pada 21 Februari 2016, pemerintah hanya memberlakukan plastik berbayar bagi peritel modern, dengan menggandeng Asosiasi Peritel Indonesia. Namun, peritel modern itu hanya mencakup sepertiga total gerai ritel modern di Indonesia dan sebagian kecil jumlah toko atau peritel di pasar tradisional.

“Sejak awal, kami menyarankan program ini dilakukan menyeluruh juga ke pasar tradisional,” kata Husein Indra Jaya, Sekretaris Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Rabu (5/10), di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Melalui peta jalan, edukasi kepada pasar tradisional bisa disiapkan demi menekan konflik di lapangan. Itu juga menumbuhkan kepercayaan pengelola ritel pada pemerintah bahwa program tak “pandang bulu”.

Pasar tradisional
KLHK berpendapat, peritel modern menjadi sasaran awal karena mempunyai konsumen menengah ke atas relatif berpendidikan. Nantinya, pasar tradisional juga diberlakukan program keresek berbayar.

Menurut Direktur Pengelolaan Sampah KLHK R Sudirman, target pemberlakuan program itu bagi pasar tradisional pada 2019. “Dalam Peraturan Menteri LHK yang kami susun, tahun 2019 (program itu) masuk pasar tradisional,” ucapnya.

Hal itu telah dibahas dengan asosiasi pedagang pasar. Bahkan, sejumlah pasar tradisional berinisiatif menerapkan program plastik berbayar.

Husein berharap KLHK memanfaatkan momentum publik dan konsumen yang terbukti mendukung program itu. Langkah mundur Aprindo dari program itu diharapkan tak memengaruhi uji coba nasional. “Selama uji coba, tak ada keluhan berarti dari konsumen. Momentum dukungan publik ini harus dimanfaatkan KLHK,” ujarnya.

Sebelumnya, di Bogor, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyatakan belum menetapkan target waktu penerbitan Peraturan Menteri LHK terkait pembatasan pemakaian kantong plastik. “Saya belum memberi time frame, tunggu laporan Bu Dirjen dulu,” ucapnya. (ICH/JOG)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Oktober 2016, di halaman 14 dengan judul “Peta Jalan Pelaksanaan Ditunggu”.
———-
Produksi Plastik Terurai Alami Bisa Diwujudkan

Penyusunan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait kantong plastik berbayar bisa sekaligus mendorong produksi plastik terurai alami. Dengan kian banyaknya bahan terurai sempurna, maka tak menyisakan residu berbahaya.

“Yang banyak digunakan toko atau ritel modern itu jenis kantong plastik oxium. Penggunaannya masih diperdebatkan karena hanya terfragmentasi menjadi partikel-partikel kecil (mikroplastik),” kata Nugraha Edhi Suyatma, pakar kimia bahan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Selasa (4/10), di Jakarta.

Mikroplastik membahayakan fauna perairan karena teridentifikasi sebagai pangan. Di sisi lain, mengandung zat aditif berisiko kesehatan dan lingkungan.

Plastik ramah lingkungan berasal dari tepung nabati, seperti tapioka dan jagung. Plastik ini terurai sempurna jadi humus.

Namun, penggunaannya terkendala harga. Nugraha menyebut harga plastik biodegradable 10 kali plastik jenis oxium. Ia yakin harga akan bersaing apabila ada keberpihakan dan didorong produksi dalam negeri.

Masih berbayar
Hingga kini, Peraturan Menteri LHK masih ditunggu Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia sebagai payung hukum. Aprindo per 1 Oktober 2016 menyatakan mundur dari uji coba kantong plastik berbayar secara nasional.

Meski demikian, di daerah, seperti Balikpapan di Kalimantan Timur, ritel masih menjalankan pembatasan penggunaan kantong. Peritel modern berjejaring dan lokal tetap mematok harga Rp 200 per kantong.

“Kendali penuh di pemerintah daerah,” ujar Kepala Badan Lingkungan Hidup Balikpapan Suryanto. Wali Kota Balikpapan melalui surat edaran sebenarnya menetapkan Rp 1.500 per lembar plastik, tetapi “kalah” dengan edaran Aprindo senilai Rp 200.

Dede Supriyatna, Store Manager Hypermart di Pentacity Mal, Balikpapan, mengatakan, pihaknya memilih tetap melanjutkan kebijakan plastik berbayar. “Kami mengikuti instruksi pusat. Program ini sebenarnya bagus,” ujar Dede. (ICH/PRA)
———–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Oktober 2016, di halaman 14 dengan judul “Produksi Plastik Terurai Alami Bisa Diwujudkan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

fiksi

Cerpen: Taman di Dalam Taman

Jumat, 18 Jul 2025 - 21:45 WIB

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB