Persoalan Dasar Hambat KB

- Editor

Rabu, 25 Juni 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berbagai Produk Hukum Tidak Selaras
Meski telah dilaksanakan sejak 1970, program Keluarga Berencana masih menghadapi sejumlah persoalan mendasar. Jika tak segera dituntaskan, pengendalian pertumbuhan penduduk akan berantakan. Momentum bonus demografi pun bisa terlewat dan penciptaan manusia Indonesia berkualitas sulit terwujud.

Salah satu persoalan mendasar adalah masih ada pandangan keagamaan atau sentimen suku yang menolak program Keluarga Berencana (KB). Belum lagi, ada pandangan pragmatis sejumlah pimpinan politik lokal yang menilai KB hanya mempersulit mereka mengelola konstituen.

Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Muhadjir Darwin, di Jakarta, Rabu (18/6), mengatakan, pendekatan pemerintah pada tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat untuk mengampanyekan KB adalah kunci sukses penyelenggaraan KB pada era Orde Baru.

Namun, di awal masa Reformasi, pendekatan pada tokoh-tokoh itu melemah seiring turunnya kepedulian pemerintah pusat dan daerah terhadap program kependudukan dan KB (KKB). Hasilnya, sejumlah indikator KB dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 direvisi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Laju pertumbuhan penduduk yang ditargetkan hanya 1,1 persen per tahun justru naik jadi 1,49 persen. Jumlah anak per perempuan selama usia reproduksi (TFR) stagnan di angka 2,6 anak dari target 2,1 anak. Adapun jumlah warga yang ingin ber-KB, tetapi tak terlayani masih 8,5 persen dari target 5 persen.

Masih banyaknya warga yang tak terjangkau layanan KB, antara lain dipicu terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan, keterbatasan biaya, dan kendala budaya. Kendala lain adalah ketidaktahuan soal KB dan tidak terjangkau oleh program pemerintah.

Kepala Badan Kependudukan dan KB Nasional Fasli Jalal mengatakan, BKKBN terlena mengantisipasi munculnya pandangan baru keagamaan yang cenderung menolak KB. Masalah sensitif itu dianggap sudah selesai di awal pelaksanaan KB. Namun, pada era Reformasi, pandangan itu muncul lagi, terlebih lagi disebarkan secara agresif oleh anak muda yang jadi sasaran program KB.

Komunikasikan spesifik
”KB perlu dikomunikasikan secara spesifik karena pandangan atau sentimen KB setiap kelompok agama dan masyarakat di setiap daerah berbeda,” kata dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Heru Susetyo.

Muhadjir menegaskan, peluang menyosialisasikan KB pada kelompok agama dan etnis tertentu masih terbuka lebar. Pendekatan pada tokoh-tokoh yang terjun langsung ke masyarakat mutlak diperlukan. Kampanye pandangan kelompok moderat tentang KB untuk menangkal pandangan yang cenderung ekstrem juga harus dilakukan.

KB tak bisa lagi dikampanyekan dengan alasan kemiskinan atau kepadatan penduduk. Akan tetapi, KB harus dikampanyekan untuk menciptakan generasi masa depan yang kuat atau KB dipromosikan sebagai bagian dari kewajiban menyusui anak hingga umur 2 tahun.

Kendala lain yang dihadapi dalam pelaksanaan program KB, menurut Heru, adalah berbagai produk hukum terkait KKB bertentangan. Ketidakselarasan itu bukan hanya antara hukum negara dengan hukum masyarakat, melainkan juga antarhukum negara, pusat dan daerah.

Sebagai contoh, batasan umur anak. Dalam UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Namun, UU No 1/1974 tentang Perkawinan menyebut umur kawin minimal perempuan adalah 16 tahun. Sementara syarat administrasi mendapat kartu tanda penduduk sebagai tanda kedewasaan adalah 17 tahun.

Aturan pembentukan badan pengelola KKB di daerah juga tumpang tindih. Kondisi itu diperparah lemahnya komitmen dan kepedulian sejumlah pemda. Akibatnya, program KKB sulit berjalan optimal.

Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nina Sardjunani menegaskan, pemerintah sedang menyusun RPJMN 2015-2019 yang mengakomodasi isu-isu strategis kependudukan. RPJMN diharapkan diadopsi pemerintah ke depan agar isu demografi jadi arus utama pembangunan. (MZW)

Sumber: Kompas, 19 Juni 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB