Status lahan mangrove yang banyak diklaim warga sekitar pesisir di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, jadi salah satu kendala utama pelestarian hutan mangrove di kawasan itu. Pemerintah daerah diharap tegas membeli lahan-lahan di sekitar pesisir atau menetapkan kawasan itu sebagai zona hutan mangrove, sehingga warga tak diizinkan memperjualbelikan lahan.
Kendala itu dialami Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kamis (18/6). Akhir pekan lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menetapkan kawasan mangrove 12.000 hektar (ha) di desa itu sebagai pusat mangrove di wilayah barat Indonesia. Sejumlah kendala masih ditemui warga yang berupaya melestarikan hutan mangrove di kawasan itu. Salah satunya status lahan yang dimiliki perseorangan.
“Banyak lahan pesisir yang dimiliki perseorangan atau warga sekitar. Mereka menolak lahannya ditanami mangrove. Mereka lebih memilih tambak bandeng. Kadangkala mereka bersedia lahannya itu ditanami mangrove, tetapi lalu ditebangi ketika beranjak besar,” kata Dulloh, Kepala Desa Karangsong, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada masa lalu, warga pesisir berbondong-bondong meminta izin kepala desa agar bisa mengukuhkan sertifikat atas lahan di tepi pantai. Aturan di Indramayu tak ada batasan kepemilikan lahan pesisir, sehingga praktik semacam itu umum. Lahan-lahan di tepi pantai yang mestinya habitat mangrove pun ditebangi dan dijadikan lahan tambak. Akibatnya, abrasi di pesisir Indramayu meluas.
“Sekarang, ketika lahan-lahan itu akan dipulihkan jadi lahan mangrove, warga keberatan dan meminta pemerintah membeli lahan-lahan itu,” kata Dulloh, pegiat kelompok Pantai Lestari, sebuah kelompok warga yang sejak 2008 bergiat melestarikan mangrove di Karangsong.
Eka Tarika, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Kelompok Pantai Lestari, menambahkan, kelompoknya berinisiatif mengumpulkan biaya untuk membeli lahan-lahan pesisir milik warga. Harapannya, bisa ditanami mangrove. “Kami mengumpulkan uang untuk membeli 14 hektar tambak rusak yang tidak dikelola pemiliknya. Harganya Rp 10 juta-Rp 15 juta per hektar tahun 2014,” kata Eka.
Kelompoknya membeli lahan itu karena dana dari Pemkab Indramayu tak bisa diharapkan. Kendati demikian, ia mendesak Pemkab Indramayu berinisiatif membuat aturan tegas tentang perlindungan tanah pesisir.
Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menginginkan perbaikan fasilitas di hutan mangrove Karangsong. Kawasan itu juga harus dijaga kelestariannya oleh Pemkab Indramayu dan warga sekitar, karena telah ditetapkan sebagai sentra mangrove. Anggaran untuk keperluan itu akan segera dibahas di kementeriannya.
“Idealnya, pemda membangun pusat informasi yang layak di sini (Karangsong), sehingga pengunjung atau wisatawan bisa mendapat informasi jelas jenis mangrove serta aneka satwa yang berkembang biak di hutan mangrove ini,” kata Siti. (rek)
————————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juni 2015, di halaman 13 dengan judul “Perjelas Status Lahan Mangrove”.