Perguruan Tinggi Belum Optimal

- Editor

Selasa, 20 Mei 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Diusulkan Ada Kementerian Dikti dan Iptek
Perguruan tinggi belum optimal menjalankan peran sebagai pendorong pembangunan nasional dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia. Hal itu karena perguruan tinggi masih berjuang memperkuat kapasitas internal dan otonomi.

Padahal, perguruan tinggi dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan produktivitas. Dengan demikian, Indonesia bisa segera terlepas dari ”jebakan” negara berpendapatan menengah.

Kegelisahan itu mengemuka dalam diskusi Forum Rektor Indonesia (FRI)-Kompas bertajuk ”Otonomi Kampus, Sinergi Perguruan Tinggi dan Lembaga-lembaga Riset”, di Jakarta, Senin (19/5). Diskusi yang dihadiri sejumlah pemimpin perguruan tinggi negeri dan swasta dari beberapa daerah itu dimoderatori Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Dwia Aries Tina P.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tampil sebagai pembicara adalah Ketua FRI Ravik Karsidi; Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo Soemantri Brodjonegoro; Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo; Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lukman Hakim; Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sofian Effendi; serta Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Djoko Santoso.

Sofian mengatakan, agar menjadi salah satu kekuatan dalam pusaran ekonomi Asia, perguruan tinggi di Indonesia seharusnya tidak hanya berkutat dalam masalah peningkatan akses. Perguruan tinggi dapat lebih berperan dalam menyiapkan tenaga terampil dan memperkuat riset demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas. Dengan kekuatan riset, pertumbuhan ekonomi dapat melejit.

Kesenjangan
Menurut Sofian, pemerintah harus mampu mengatasi kesenjangan yang menghambat peran penting perguruan tinggi. Ada lima kesenjangan, yakni kesenjangan antara tenaga terampil hasil perguruan tinggi dan tenaga terampil yang diperlukan pemberi kerja, kesenjangan riset dan teknologi di perguruan tinggi dengan riset dan teknologi yang dibutuhkan industri, adanya jarak antara perguruan tinggi dan lembaga penelitian, kesenjangan antara perguruan tinggi dan lembaga pelatihan, serta kesenjangan antara perguruan tinggi dan sekolah menengah.

Satryo Soemantri Brodjonegoro menuturkan, agar perguruan tinggi menjadi pendorong pembangunan, pengelolaannya perlu lebih fleksibel karena mesti lincah mengikuti perkembangan zaman. Perguruan tinggi tidak bisa diperlakukan sebagai satuan kerja pemerintah atau perusahaan bisnis. Karena itu, perguruan tinggi harus memiliki otonomi akademik dan nonakademik, tetapi pemerintah tetap mendukung pembiayaannya.

Ravik mengatakan, otonomi bagi perguruan tinggi bersifat kodrati agar perguruan tinggi menjadi pusat keunggulan. Otonomi akademik dan nonakademik itu belum terwujud. Djoko Santoso menambahkan, otonomi akademik perguruan tinggi memang mutlak. Akan tetapi, kapasitas institusi perlu dipersiapkan sebelum otonom, yakni dengan berorientasi budaya mandiri dan berdaya saing.

Masalah kelembagaan
Untuk menjalankan fungsi penelitian dan pengabdian masyarakat, FRI mengusulkan agar perguruan tinggi dilekatkan bersama lembaga riset lain dengan dibentuk kementerian pendidikan tinggi (dikti) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Ravik mengatakan, usulan itu mengemuka dalam Konvensi Kampus X dan Temu Tahunan XVI FRI di Solo, 29-31 Januari 2014.

Secara kelembagaan, perguruan tinggi bertanggung jawab kepada tiga kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Kementerian Keuangan.

Seluruh kebijakan pengelolaan dan teknis implementasi ditetapkan kementerian, sedangkan perguruan tinggi hanya melaksanakan perintah kementerian. Perguruan tinggi dianggap sebagai satuan kerja Kemdikbud dengan ruang gerak terbatas, layaknya sebagai ”persekolahan tingkat tinggi”. Masih ada pula intervensi kewenangan, seperti pemilihan rektor, penyeragaman program studi, dan kurikulum. Belum lagi beban target politik pemerintah, misalnya meningkatkan angka partisipasi kasar, jumlah mahasiswa miskin, dan pendirian perguruan tinggi baru.

Eko Prasojo mengatakan, birokrasi yang belum efektif menjadi penghambat kemajuan, termasuk dalam mengoptimalkan peran. ”Perlu meregulasi lembaga penelitian dan pengembangan di perguruan tinggi (litbang) serta litbang-litbang di institusi lain,” ujarnya. Dengan demikian, bangsa mendapatkan manfaat besar dari keberadaan litbang. (ELN/LUK/INE)

Sumber: Kompas, 20 Mei 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB