Perempuan Peneliti Terkendala Bias Jender

- Editor

Jumat, 9 Maret 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kiprah perempuan peneliti di Indonesia masih sering terbentur bias jender. Padahal, keaktifan perempuan peneliti di bidang masing-masing turut membantu memajukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Tanah Air. Dibutuhkan kebijakan yang bisa memastikan adanya kesempatan setara bagi perempuan peneliti.

Masalah tersebut mengemuka dalam diskusi publik berjudul “Perempuan dalam Transformasi Iptek” di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Kamis (8/3). Acara ini diselenggarakan dalam rangka memeringati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada hari Kamis kemarin.

Hadir sebagai narasumber dua penerima beasiswa L’Oreal-Unesco Women in Science Fellowship Awards 2017, yaitu peneliti Pusat Penelitian Kimia Lipi Siti Nurul Aisyiyah Jenie dan peneliti Pusat Penelitian Fisika Lipi Yuliati Herbani. Adapun narasumber ketiga ialah peneliti Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Lipi Sri Rahayu yang memiliki tiga paten Perlindungan Varietas Tanaman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Pengalaman ketika kuliah di luar negeri memperlihatkan bahwa di sana semua peneliti dituntut untuk memberi kontribusi yang maksimal. Tidak ada anggapan bahwa produktivitas seorang peneliti ditentukan oleh jenis kelaminnya,” kata Siti yang melakukan riset bahan silika alami untuk mendeteksi kanker sedini mungkin.

–Para perempuan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dari kiri ke kanan: Siti Nurul Aisyiyah Jenie, Yuliati Herbani, dan Sri Rahayu memberi pemaparan mengenai pengalaman menjadi perempuan peneliti yang berkiprah di Tanah Air dan luar negeri pada acara diskusi memperingati Hari Perempuan Internasional di Jakarta, Kamis (8/3).

Menurut dia, perguruan tinggi di luar negeri memiliki budaya yang memberi perempuan kesempatan yang sama dalam mengutarakan gagasan, memasukkan proposal penelitian, mendapatkan dana penelitian, serta mempromosikan hasil penelitian ke masyarakat umum. Adapun di Indonesia terkadang masih dijumpai bias yang menganggap perempuan peneliti berisiko menurun produktivitasnya apabila sudah menikah dan memiliki anak karena akan tertahan oleh tugas-tugas domestik. Ketiga perempuan peneliti tersebut membuktikan bahwa mereka tetap bisa berprestasi meskipun sudah berkeluarga.

Sri Rahayu mengungkapkan, hal ini karena sebagai profesional, niat untuk meneliti tetap nomor satu, meskipun harus menghadapi segala keterbatasan sarana dan prasarana. Ia berhasil mempublikasikan tiga spesies baru bunga hoya, tiga Perlindungan Varietas Tanaman bunga lipstik (Aeschynanthus), dan satu varietas bunga hoya. Bahkan, dalam waktu dekat, Sri akan mempublikasikan sepuluh spesies baru bunga hoya dari Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Salah satu khasisat tumbuhan ini ialah menyerap zat polutan di udara.

Kebijakan
Yuliati berpendapat, dibutuhkan kebijakan yang bisa memberikan kesempatan bagi perempuan peneliti untuk tetap berkarya meskipun sedang cuti melahirkan. Menurut dia, masa cuti tiga bulan terkadang mengakibatkan perempuan peneliti kehilangan kontak dengan isu-isu terbaru di bidang sains dan teknologi.

“Kalau ada program yang memungkinkan perempuan peneliti tetap terhubung dengan materi penelitiannya sehingga bisa bekerja dari rumah, tentu akan lebih menguntungkan,” ujar Yuliati yang meneliti kandungan kurkuminoid di dalam kunyit sebagai bahan obat terapi kanker.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lipi Enny Sudarmonowati mengungkapkan, di Lipi, jumlah perempuan peneliti adalah 45 dari total jumlah peneliti. Ia mengatakan, salah satu keunggulan perempuan peneliti di lapangan ialah bisa lebih cepat melakukan pendekatan ke masyarakat lokal melalui jejaring perempuan. (DNE)–LARASWATI ARIADNE ANWAR

Sumber: Kompas, 9 Maret 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB