Peneliti mengungkap penyebab penyandang gangguan kecemasan dan suasana hati seringkali tak mampu melepaskan diri dari pikiran dan emosi negatif. Mereka menemukan wilayah otak yang bertanggung jawab terhadap hal tersebut,
Foto ”99 Wajah Variasi No 2” karya RE Hartanto yang dipamerkan di Selasar Sunaryo Art Space menunjukkan berbagai ekspresi kecemasan. Para peneliti dari Universitas British Columbia, Kanada, mengungkap penyebab para penyandang gangguan kecemasan dan suasana hati sering kali tak mampu melepaskan diri dari pikiran dan emosi negatif.
Hidup adalah perjalanan dari lahir sampai mati. Ada suka, ada duka, datang silih berganti untuk dijalani. Namun, bagi penyandang kecemasan, menjalani hidup adalah bagai melewati jalan berkabut yang tidak diketahui akan bersama siapa dan bertemu apa. Bagi mereka, hidup bukan petualangan yang menyenangkan, melainkan pergumulan yang menyesakkan dari rasa khawatir, kesedihan, kemarahan, dan ketakutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk memahami penyebab para penyandang gangguan kecemasan dan suasana hati sering kali tak mampu melepaskan diri dari pikiran dan emosi negatif, para peneliti menganalisis lebih dari 9.000 hasil pemindaian otak dari 226 studi pencitraan fungsional sebelumnya. Peneliti membandingkan aktivitas otak orang dewasa yang sehat dengan mereka yang didiagnosis menderita gangguan suasana hati dan kecemasan.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO–ECVT atau electrical capacitance volume tomography, alat untuk mendeteksi gangguan pada otak, ditampilkan dalam pameran hasil-hasil penelitian dan pengembangan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan Lemlitbang di Jakarta, Selasa (6/12). Pameran ini diharapkan sebagai sarana penguatan riset di perguruan tinggi dan lembaga litbang untuk meningkatkan kemandirian dan daya saing bangsa.
Analisis dari hasil penelitian itu mendapatkan adanya aktivitas rendah abnormal di wilayah otak yang bertanggung jawab untuk menghentikan pikiran dan beralih ke hal baru, yakni di wilayah yang disebut sebagai ”kontrol kognitif”. Sebaliknya, terjadi aktivitas luar biasa di wilayah otak lain yang ”memproses pikiran dan perasaan emosional”.
Temuan itu menunjukkan, otak penderita gangguan kecemasan dan suasana hati terjebak dalam kotak panas yang tidak sehat. Di satu sisi, otak mereka mengalami kesulitan mengelola pikiran yang mengandung emosi, di sisi lain mereka rentan berpikir berlebihan dan terlalu dalam terkait emosi negatif.
Area otak yang menunjukkan aktivitas rendah abnormal adalah inferior prefrontal dan parietal cortex, insula dan putamen, yang secara kolektif membentuk sirkuit otak yang memengaruhi kontrol atas pikiran dan emosi. Area otak yang menunjukkan hiperaktif, termasuk amigdala kiri, bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi.
”Temuan pencitraan otak ini memberikan penjelasan berbasis sains mengapa penderita gangguan suasana hati dan kecemasan tampak ’terkunci’ dalam suasana hati negatif,” kata Sophia Frangou, peneliti senior dan Guru Besar Psikiatri dari Universitas British Columbia, Kanada, dalam konferensi pers yang dikutip Psychology Today, Senin (24/2/2020).
Gangguan suasana hati dan kecemasan yang diteliti pada studi ini adalah gangguan depresi parah, gangguan bipolar, gangguan stres pascatrauma dan sejumlah jenis gangguan kecemasan. Di Amerika Serikat, satu dari lima orang dewasa, yakni sekitar 50 juta orang, mengalami gangguan tersebut pada kurun waktu tertentu.
Lewat pemahaman tentang wilayah otak yang mengalami gangguan, penelitian selanjutnya akan mengevaluasi sirkuit otak hasil penelitian ini. Diharapkan akan didapat cara intervensi untuk mengatasi gangguan, misalnya dengan neurostimulasi serta terapi target pada wilayah otak terkait.
Oleh ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 26 Februari 2020