penyakit tidak menular;Kelola Faktor Risiko Penyakit Degeneratif

- Editor

Senin, 27 April 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Seiring bertambahnya usia, risiko terkena penyakit degeneratif kian tinggi. Meski demikian, penyakit akibat penuaan sel-sel organ atau sistem tubuh itu bisa dikelola dengan mengendalikan faktor risiko terkena sejumlah penyakit degeneratif.

“Pengelolaannya sederhana, bisa dilakukan siapa pun dan kapan pun,” kata dokter spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Sahid Sahirman Memorial Roy Panusunan Sibarani, Sabtu (25/4), dalam diskusi tentang pencegahan penyakit di Tangerang Selatan, Banten.

Penyakit degeneratif, seperti diabetes, stroke, jantung, ataupun kanker, berawal dari gaya hidup tak sehat. Hal itu antara lain konsumsi makanan tak bergizi dan kurang aktivitas fisik. Selain itu, hidup bersih dan cukup tidur bisa mengurangi risiko terkena sejumlah penyakit itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Secara global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setiap tahun penyakit degeneratif menyebabkan kematian 38 juta jiwa. Selain terjadi pada orang usia lanjut, sekitar 16 juta kematian terjadi di bawah usia 70 tahun. Di Indonesia, diabetes, jantung, kanker, dan stroke menempati peringkat atas penyakit dengan angka kasus terbanyak.

Resistensi insulin
Menurut Roy, penyakit degeneratif antara lain berawal dari resistensi insulin, yakni kondisi penurunan kemampuan hormon insulin untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah. Insulin yang dihasilkan pankreas berfungsi membantu tubuh mendapat energi dari makanan. Jadi, jumlah kalori yang masuk tubuh harus sesuai kebutuhan. “Resistensi insulin disebabkan kalori berlebih,” ujarnya.

Tingginya konsumsi makanan cepat saji, polusi udara, dan tingkat stres tinggi kian memicu resistensi insulin. Contohnya, untuk satu makanan cepat saji (burger), ada 1.140 kilokalori, sedangkan kebutuhan kalori per hari untuk orang dewasa 1.500 kilokalori. “Faktanya, konsumsi orang Indonesia 2.000-2.500 kilokalori per hari,” kata Roy.

Untuk itu, olahraga diperlukan agar kalori dalam tubuh tersalurkan sebagai tenaga. Jika kurang aktivitas fisik, kelebihan kalori yang menyebabkan resistensi insulin bisa memicu hipertensi, kolesterol, dan diabetes. “Setidaknya, per hari 300 kilokalori untuk berolahraga. Caranya, olahraga 30 menit per hari,” ucapnya.

Deteksi ada resistensi insulin bisa diukur dari lemak menumpuk di perut. Lingkar perut idealnya tak lebih dari 90 sentimeter (cm) untuk laki-laki dan 80 cm bagi perempuan. Selain itu, tekanan darah dan kolesterol juga bisa dideteksi dengan uji laboratorium. Namun, tak semua orang memperhatikan deteksi itu. “Alasannya, mereka takut penyakitnya ketahuan,” kata Kepala Laboratorium Klinik Prodia Cabang Kramat Raya Tri Hastuti.

Jika belum stadium lanjut dan terdeteksi, penyakit degeneratif bisa ditangani lebih dini sehingga angka harapan hidup penderita meningkat. Pemeriksaan kesehatan bergantung pada kebutuhan pasien. Bagi yang berusia di atas 55 tahun, idealnya pemeriksaan kesehatan menyeluruh dilakukan dua kali setahun. Adapun untuk mereka yang berusia di bawah 55 tahun bisa menjalani pemeriksaan kesehatan sekali setahun.

Herniyati (56), penyandang diabetes melitus, mengaku harus mengontrol tekanan darah dan kadar glukosa setidaknya sebulan sekali. “Jika itu tidak dilakukan, saya tak tahu seberapa parah penyakit ini,” ujarnya yang telah mengalami diabetes selama delapan tahun. (B05)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 April 2015, di halaman 9 dengan judul “Kelola Faktor Risiko Penyakit Degeneratif”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:41 WIB

Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial

Berita Terbaru

Profil Ilmuwan

Mengenal Achmad Baiquni, Ahli Nuklir Pertama Indonesia Kelahiran Solo

Selasa, 29 Apr 2025 - 12:44 WIB

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB