Pengendalian Rabies; Gigitan yang Berujung Maut

- Editor

Senin, 21 Maret 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rabies menyimpan keunikan. Penyakit infeksi itu bisa dicegah, tetapi ternyata justru masih menyebabkan kematian puluhan ribu manusia setiap tahun. Setiap mereka yang menderita penyakit rabies, bisa dipastikan berujung pada kematian.

Rabies termasuk penyakit infeksi yang sulit dideteksi, tidak seperti penyakit infeksi lain. Banyak penderita hanya bertahan dalam 5-10 hari. Masa inkubasi kurang dari satu pekan hingga tiga bulan, bahkan lebih dari setahun, tergantung lokasi luka gigitan dari pusat saraf otak, parah tidaknya luka gigitan, dan saraf di area gigitan.

Namun, banyak negara tak berinvestasi untuk mengendalikan penyakit tersebut. Hal itu kembali ditegaskan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan pada konferensi dunia “Eliminasi Global Rabies pada Manusia yang Ditularkan Melalui Anjing: Kini Saatnya”, 10 Desember 2015, di Geneva, Swiss.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kunci dalam pengendalian rabies yang harus dijadikan prioritas adalah membasmi rabies dimulai dari sumbernya. Epidemi rabies pada manusia, menurut Margaret, hanya bersifat insidental. Anjing diakui sebagai spesies yang berperan pada siklus infeksi yang terjadi.

Dengan mengeliminasi setidaknya 70 persen populasi anjing, diyakini bisa memutus siklus transmisi atau penularan virus mematikan itu pada anjing, terutama di kawasan Asia dan Afrika. Perlakuan lebih manusiawi adalah dengan melaksanakan vaksinasi rabies pada anjing daripada harus memusnahkan anjing liar. Pada dasarnya, vektor rabies adalah semua hewan berdarah panas, termasuk tikus, kelelawar, kucing, dan hewan-hewan liar.

Tekad untuk menghapuskan kematian pada manusia akibat rabies ditargetkan terwujud pada 2030. “Kita sudah memiliki bukti-bukti, pengalaman, argumen-argumen, dan berbagai peralatan teknis, insentif, mekanisme pendanaan inovatif, serta kemitraan,” kata Margaret melalui siaran pers dalam situs resmi WHO.

8bf4699388d34d3d8434aa606e07b9caIsu kesehatan tak bisa dipisahkan dari isu keberlanjutan pembangunan. Menurut WHO, rabies menyebabkan puluhan ribu kematian setiap tahun, 95 persennya warga Asia dan Afrika. Sekitar 40 persen korban gigitan hewan yang diduga mengidap rabies terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Tingginya angka kematian akibat rabies terkait kondisi kemiskinan warga di pedesaan.

Di Indonesia, kasus rabies masih terjadi, antara lain di Bali dan Sulawesi. Menurut catatan Kompas, di Bali, pada 2008-2015, 163 orang meninggal karena rabies. Pada 2015, ada 42.630 kasus gigitan hewan penular rabies dan di 280 desa di Bali ditemukan kasus positif rabies.

Sejauh ini, pengobatan mereka yang terinfeksi rabies dengan serum dan vaksin amat mahal. Itu pun belum tentu menyelamatkan nyawa. Setiap tahun, lebih dari 15 juta orang di dunia menerima vaksinasi setelah gigitan, itu diperkirakan bisa mencegah ratusan ribu kematian akibat rabies.

Maka, masalah utama terletak pada ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama bagi kaum miskin. Padahal, risiko tertinggi ada pada kelompok kaum miskin di Asia dan Afrika. Harga satu dosis 40-50 dollar AS, sedangkan di kawasan miskin itu, pendapatan warga 1-2 dollar AS per hari. “Kita harus membuat biaya pengobatan lebih terjangkau,” ucap Margaret.

Saat ini, sekitar 1,7 miliar dollar AS digunakan untuk perawatan kasus gigitan dan tambahan 1,5 miliar dollar AS bagi biaya tak langsung pasien. Akhirnya, eliminasi penyakit rabies tak bisa dipisahkan dari komitmen pada isu pembangunan berkelanjutan: leaves no one behind (tak ada yang tertinggal).(ISW)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Maret 2016, di halaman 14 dengan judul “Gigitan yang Berujung Maut”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 15 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB