Pendidikan Tinggi Papua Tertinggal

- Editor

Sabtu, 9 November 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebagian Besar Dosen Berpendidikan S-1

Pendidikan tinggi di Papua dan Papua Barat masih tertinggal, terutama dari sisi akreditasi perguruan tinggi dan program studi serta kualitas dosen. Adapun dari sisi jumlah sudah memadai karena di Papua Barat sudah ada 17 perguruan tinggi swasta dan di Papua 39 PTS.

”Sebagian besar dosen di kedua provinsi itu masih S-1,” kata Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Pusat Edy Suandi Hamid yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (7/11).

Dari hasil Musyawarah Wilayah Pertama Aptisi Wilayah XII-C Papua Barat di Manokwari, pekan lalu, yang juga dihadiri Wakil Bupati Manokwari Robert KR Hammar dan Wakil Sekjen Aptisi Pusat Gunawan Suryo Putro, belum ada satu pun perguruan tinggi negeri dan swasta yang terakreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Hasil akreditasi program studi juga belum memuaskan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada tahun 2012, misalnya, dari 127 program studi yang ada di Provinsi Papua, 74 program studi atau 58,27 persen belum terakreditasi dan 7 program studi telah kedaluwarsa izinnya. Adapun di Papua Barat baru 53 program studi yang terakreditasi dan masih 18 yang belum terakreditasi, serta 2 program studi kedaluwarsa.

Edy menambahkan, dari program studi yang terakreditasi tersebut, sebagian besar nilainya C. Padahal, untuk menjadi pegawai negeri sipil berdasarkan persyaratan Badan Kepegawaian Nasional, akreditasi program studinya minimal B.

Gunawan menambahkan, dari data di Kopertis Wilayah XII, di dalamnya termasuk Papua dan Papua Barat, pada 2012 dosen bergelar S-1 berjumlah 2.480 orang atau 70 persen dari total 3.547 dosen, sebanyak 979 dosen (28 persen) bergelar S-2, dan untuk S-3 baru 47 orang (1 persen).

Menurut Edy, ketertinggalan di Bumi Papua itu mengkhawatirkan karena pada 2015 sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dosen harus berpendidikan minimal S-2. Apabila kualifikasi itu tidak dipenuhi, dosen yang bersangkutan tidak boleh mengajar.

Secara terpisah, Frans Umbu Datta selaku Ketua Konsorsium Perguruan Tinggi Negeri Kawasan Timur Indonesia (KPTN-KTI) mendesak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud untuk memberikan afirmasi khusus dalam besaran alokasi anggaran yang lebih signifikan bagi PTN-KTI serta tidak menggunakan rumusan alokasi saat ini, yakni dilihat berdasarkan pendapatan PTN yang bersangkutan. (ELN)

Sumber: Kompas, 9 November 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB