Teknik penentuan (determinasi) spesies asal daging ternak telah diakui pentingnya dalam kedokteran forensik.Dalam kegiatan ekspor-impor daging ternak, pengenalan dan identifikasi spesies asal daging sangat penting dilakukan untuk melindungi status kesehatan ternak, khususnya untuk mencegah kemungkinan masuknya penyakit ternak, seperti misalnya penyakit mulut dan kuku (swine fever) ke suatu negara. Selain itu determinasi spesies juga diperlukan untuk mencegah terjadinya pemalsuan dari suatu daging yang mahal harganya dengan daging yang lebih murah.
Teknik substitusi sebagian daging sapi tanpa tulang (boneless meat) dengan daging kuda sering dilakukan di Inggris. Pada tahun 1980-an terjadi skandal ekspor daging sapi dari Australia ke AS yang telah dipalsukan atau dicampur dengan daging kangguru. Begitu pula ekspor daging rusa ke Jerman Barat sering dicampur atau disubstitusi dengan daging kangguru. Dengan ditemukannya fakta pemalsuan tersebut perdagangan daging sapi internasional sempat mengalami keresahan.
Dengan begitu banyak Jenis daging dan produk daging yang diimpor dan dipasarkan di dalam negeri, konsumen sulit mengetahui dengan pasti jenis daging apa yang sedang mereka konsumsi. Ada kemungkinan daging tersebut telah tercemar daging lain yang tidak dikehendaki atau bahkan diharamkan. Karena itu dari segi perlindungan konsumen identifikasi dan determinasi spesies asal daging perlu diketahui dan dikembangkan. Dan laboratorium analisa khususnya laboratorium pemerintah yang terlibat perlu mengembangkan ketrampilan analisa itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Senyawa unik
Adanya pencemaran daging ternak pada makanan nabati (vegetarian), dapat dideteksi dengan analisa kimia berdasarkan adanya senyawa unik yang pasti terdapat pada setiap daging ternak termasuk ikan, yaitu 3-methylhistidin. Senyawa aneh tersebut terbentuk dalam tubuh dari residu histidin dalam protein tenunan daging. Jadi senyawa tersebut tidak spesifik untuk suatu ternak, dan tidak mungkin digunakan untuk deteksi spesies.
Penentuan jenis daging segar dalam campuran daging segar lain sudah cukup rumit, apalagi penentuan jenis daging dalam makanan yang telah diolah atau makanan jadi, tentu menjadi semakin sulit, khususnya bagi para analis yang bekerja di laboratorium makanan. Dari hasil penelitian yang dilaporkan, komposisi protein daging itu sangat spesifik pada jenis spesies tertentu, artinya komposisi protein daging berbeda pada spesies yang berbeda. Hal itu banyak benarnya pada daging segar, tapi bila daging telah mengalami pemanasan atau pengolahan, tentu akan mengalami perubahan.
Berdasarkan perbedaan komposisi protein, maka spesies daging dapat dilakukan dengan menggunakan teknik elektrophoresis dan imunologi atau serologi. Teknik elektrophroresis meskipun memiliki banyak kemampuan, masih perlu disempurnakan, karena tidak dapat dengan mudah dan cepat dimanfaatkan dalam membedakan campuran protein dari berbagai sumber. Sebaliknya, teknik imunologi dapat dilakukan relatif lebih mudah dengan kepekaan yang tinggi. Gabungan antara teknik elektrophoresis dan imunologi ternyata banyak memiliki keuntungan praktis.
Teknik imunologi
Uji imunologi sering disebut juga uji serologi atau uji precipitin. Prinsip uji serologi tersebut adalah, bila suatu antigen dan antibodi yang cocok atau homolog bertemu, maka akan terjadi reaksi yang menghasilkan penggumpalan atau aglutinasi. Antibodi atau yang lebih dikenal sebagai anti serum dapat diperoleh dari serum darah binatang percobaan, biasanya digunakan kelinci, yang telah disuntik dengan ekstrak daging dari satu jenis ternak yaitu sapi, kuda, domba, kambing, anjing atau babi dan lain sebagainya. Selain ekstrak daging dapat digunakan globulin dari daging bersangkutan. Ekstrak daging atan globulin tersebut dalam hal ini berfungsi sebagai antigen. Ekstraksi daging dilakukan secara aseptis dengan larutan garam fisiologis dan disaring melalui saringan milipore (0,22/um).
Dengan dimasukkan ekstrak daging (1 ml) atau globulin, badan kelinci akan aktif memproduksi senyawa yang dapat melawan senyawa yang memasuki tubuh tersebut. Senyawa tersebut disebut antibodi, yang terdapat di dalam serum darahnya. Setelah beberapa waktu atau atau setelah titernya cukup (2-6 minggu) serum yang mengandung antibody spesifik tersebut (antiserum) dipanen untuk digunakan dlam dalam uji serologi. Demikian seterusnya diulang untuk memperoleh antiserum spesifik bagi masing-masing jenis ternak yang akan diperlukan.
Bila suatu antiserum spesifik (misalnya untuk babi) diadu dengan ekstrak daging (antigen) yang belum diketahui identitasnya dan menghasilkan precipitin atau aglutinasi maka reaksi tersebut dianggap positif, artinya dalam sampel daging ada terdapat daging babi, uji dapat diteruskan dengan antiserum spesifik lain, misalnya sapi, kuda, anjing dan seterusnya. Bila diantaranya juga menghasilkan positif maka sampel yang diuji terdiri dari campuran beberapa jenis daging yang menghasilkan reaksi positif.
Pelaksanaan uji deteksi tersebut dapat dilaksanakan dalam bentuk cairan dengan menggunakan tabung-tabung aglutinasi, dimana cairan antiserum spesifik dituangkan lebih dahulu dalam tabung dan cairan ekstrak daging (antigen) secara perlahan-lahan dituangkan persis di atas cairan serum, tanpa terjadi pencampuran. Setelah dibiarkan terjadi reaksi pada batas kedua cairan tersebut kemudian diamati, bila positif akan timbul cincin precipitin di tempat interface tersebut.
Di samping itu pelaksanaan uji tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip difusi pada agarose gel. Antiserum spesifik dan antigen akan saling berdifusi, dan pada batas pertemuan, bila cocok atau homolog, akan terjadi gumpalan atau pita precipitin, hal itu menandakan terjadinya reaksi positif, bila tidak ada, reaksi dianggap negative.
Kelemahan dari teknik tersebut , di atas memang ada, di antaranya baru mampu mendeteksi secara kualitatif, belum secara kuantitatif, waktu yang diperlukan masih relatif lama dan yang penting, adanya reaksi silang (cross reaction) yaitu timbulnya reaksi positif pada spesies ternak lain yang jenisnya mendekati, belum dapat dihindarkan dan diatasi.
Uji daging bakso
Dari berbagai teknik pengujian determinasi jenis daging ada tiga teknik baru yang memiliki prospek penggunaan praktis di masa depan, yaitu Agar Gel Immuno Diffusion (AGID), Counter Immuno Electrophoresis (CIE), dan Iso Electric Focussing (IEF). Sedemikian jauh teknik kedua yaitu CIE dipandang paling dapat mamenuhi persyaratan yang diperlukan.
Prinsip kerja dari CIE adalah sebagai berikut: Dengan elektrophoresis yang normal, gel yang digunakan pHnya diatur netral, dan semua protein bermuatan negatif akan bergerak ke arah anoda. Dengan teknik CIE gel yang digunakan dibuat sehingga memiliki pH alkali (khususnya untuk sumur sel bagi antisera spesifik). Dengan demikian akan terjadi elektro osmosis, sehingga terjadi perubahan muatan (termasuk gamma globulin dalam serum) dan terjadilah pergerakan ke arah katoda.
Bila Ietak sumur gel yang pH nya basa dapat diatur sehingga anti serum berhadapan dengan antigen (ekstrak daging) dan bergerak saling menyongsong satu dan lain maka pada batas pertemuannya, bila cocok atau homolog akan menghasilkan pita precipitin.
Dengan metoda uji tersebut, pemalsuan daging oleh daging lain dapat dideteksi, termasuk pencemaran daging babi, anjing atau daging kucing pada produk daging lain. Kepekaan uji untuk daging tersebut ternyata sama bila dilakukan terhadap tenunan jeroan pada spesies yang sama.
Apakah bakso-bakso di toko swalayan, di restoran maupun di kaki lima dapat dideteksi susunan campuran dagingnya, dengan teknik tersebut kemungkinan besar dapat.
Prof. Dr. FG Winarno adalah Kepala Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB
Sumber: Kompas tanpa tanggal