Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan Program Pembangunan PBB (UNDP) menyelenggarakan International Experts Roundtable Discussion mulai Jumat (13/11) hingga Sabtu (14/11). Diskusi ini mengumpulkan para ahli pengelolaan rawa gambut berkelanjutan untuk memetakan solusi jangka panjang terhadap krisis kebakaran hutan dan lahan.
“Indonesia menargetkan menyelesaikan masalah terlebih dulu, khususnya pengelolaan gambut. Restorasi gambut harus selesai dalam lima tahun,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelum membuka diskusi bertema “Solusi Jangka Panjang untuk Krisis Kebakaran dan Asap di Indonesia dengan Fokus Pengelolaan Lahan
Gambut Berkelanjutan”, Jumat, di Jakarta. Diskusi dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut B Pandjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, UN Resident Coordinator Douglas Broderick, serta sejumlah duta besar negara sahabat.
Kalla mengakui, Pemerintah Indonesia melakukan kesalahan yang menyebabkan gambut tidak terkelola dengan baik dan memicu kebakaran hutan dan lahan. Misalnya, pengelolaan perizinan penggunaan lahan belum tepat sehingga memungkinkan rawa gambut digunakan secara tidak berkelanjutan. Selain itu, pemerintah pernah memiliki program yang keliru, yakni proyek lahan gambut sejuta hektar untuk kegiatan pertanian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, rusaknya rawa gambut di Indonesia merupakan tanggung jawab bersama, termasuk dunia internasional. Sebab, hasil dari pemanfaatan rawa gambut untuk kegiatan ekonomi sudah dinikmati sejumlah negara. “Jangan cuma dana hasil kebun itu hanya disimpan di Singapura, tetapi dikembalikan (untuk restorasi gambut),” ujar Kalla.
Karena itu, kata Kalla, Indonesia mengumpulkan para ahli dari Indonesia dan luar negeri dalam diskusi dua hari tersebut. Indonesia juga ingin menimba ilmu dan pengalaman dari negara-negara lain dalam mengelola gambut. “Kita tidak hanya ingin seminar menghasilkan makalah, tetapi kerangka kerja,” katanya.
KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO–Sekat kanal di Desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, diperkokoh dengan penimbunan tanah, Selasa (13/10). Hal itu sesuai dengan arahan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat meninjau lokasi. Awalnya, sekat kanal hanya berupa papan kayu. Pembangunan sekat kanal dimaksudkan untuk menjaga air menggenangi kanal dan menjaga gambut tetap basah. Namun, metode itu masih ditentang oleh ahli gambut Kalimantan Tengah karena kanal baru justru akan merusak kubah gambut dan air akan mengalir ke sungai.
Siti Nurbaya menambahkan, lahan rawa gambut yang membutuhkan pemulihan diproyeksikan lebih dari 2 juta hektar. Walaupun sejumlah lembaga sudah mengeluarkan hasil perhitungan dan angka, pemerintah masih terus menghitung emisi gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan lahan tahun ini.
“Sesuai arahan Presiden dan Wakil Presiden, pertemuan ini diadakan untuk mendapatkan pedoman yang tepat dalam mengelola gambut, berdasarkan cara yang ilmiah dan metodologinya dapat diterima secara internasional,” kata Siti. Jika catatan dan rekomendasi dari pertemuan ini mewujud menjadi implementasi restorasi gambut yang berhasil, manfaat tidak hanya akan dirasakan Indonesia, tetapi juga dunia internasional.
Presiden Joko Widodo pun sudah menegaskan komitmen dengan melanjutkan moratorium izin baru di hutan primer dan lahan rawa gambut. Presiden menyatakan, tidak akan ada lagi izin baru di lahan rawa gambut. Pemerintah bertekad merevitalisasi lahan gambut yang rusak dan melarang setiap penggunaan lahan gambut.
J GALUH BIMANTARA
Sumber: Kompas Siang | 13 November 2015