Pemerintahan mulai menyadari aspek keberlanjutan lingkungan dalam pembangunan infrastruktur. Karenanya, instrumen pembiayaan proyek dengan prinsip ramah lingkungan diterapkan.
Pusat Pembiayaan Infrastruktur Nonanggaran Pemerintah (PINA) menandatangani nota kesepahaman kerjasama green bonds atau surat utang berwawasan lingkungan. Dalam kerjasama ini, Pusat PINA menggandeng PT Efek Beragun Aset (EBA) Indonesia dan The Climate Bonds Initiative (CBI).
KOMPAS/AGUS SUSANTO–Kapal phinisi bersandar di sekitar Pelabuhan Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (7/8). Kawasan pelabuhan itu akan dirombak PT Angkutan Sungai Danau dan Perairan (ASDP) menjadi marina terpadu yang menjadi salah satu infrastruktur pendukung pariwisata Labuan Bajo dan juga Flores. Instrumen pembiayan proyek infrastruktur saat ini mulai menerapkan prinsip keberlanjutan lingkungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan adanya kerjasama ini, Pusat PINA yang berada di dalam naungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dapat memfasilitasi investor-investor untuk menanamkan modalnya pada pengembang proyek yang menerbitkan surat utang atau obligasi berwawasan lingkungan. “Ini merupakan salah satu instrumen pembayaran kreatif untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur nasional,” kata Chief Executive Officer Pusat PINA Ekoputro Adijayanto dalam konferensi pers di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin (5/2).
Dalam kerja sama ini, CBI berperan untuk menjembatani investor asing yang hendak menanamkan modalnya pada proyek-proyek itu. Sementara, PT EBA Indonesia yang melakukan sekuritisasi aset.
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS–Direktur PT Efek Beragun Aset Indonesia Yudhi Ismail (paling kanan), Chief Executive Officer Pusat Pembiayaan Infrastruktur Nonanggaran Pemerintah Ekoputro Adijayanto (dua dari kanan), dan Chief Executive Officer The Climate Bonds Initiative Sean Kidney (dua dari kiri) setelah menandatangani nota kesepahaman kerjasama obligasi berwawasan lingkungan atau green bonds di Jakarta, Senin (5/2).
Menurut Ekoputro, instrumen pembayaran ini merupakan wujud pembangunan infrastruktur yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan. “Apalagi Bappenas merupakan koordinator pencapaian tujuan pengembangan berkelanjutan atau sustainable development goals,” katanya.
Karena itu, sektor-sektor pembangunan yang dinilai Pusat PINA berprospek dibiayai dengan instrumen ini meliputi pelabuhan, bandara, tenaga listrik dengan energi baru dan terbarukan (EBT), serta pengelolaan air. Utamanya, instrumen ini menyasar pembiayaan pembangunan proyek-proyek yang nonkendaraan bermotor.
Menurut Ekoputro, tujuan jangka panjangnya ialah dapat mengurangi emisi karbon. “Masyarakat juga diarahkan untuk menggunakan transportasi massal,” ujarnya.
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS–Chief Executive Officer Pusat Pembiayaan Infrastruktur Nonanggaran Pemerintah Ekoputro Adijayanto, setelah konferensi pers di Jakarta, Senin (5/2)
Instrumen pembiayaan dengan obligasi berwawasan lingkungan ini akan dikoordinasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ekoputro optimis OJK akan mendukung sistem pembiayaan ini.
Hingga saat ini, ada tiga proyek yang diusulkan untuk dibiayai dengan instrumen obligasi berwawasan lingkungan, yaitu Bandara Kertajati, Waduk Jatiluhur, dan Pelabuhan Tanjung Priok. “Proyek lainnya akan kami kaji,” kata Presiden Direktur PT EBA Indonesia Yudhi Ismail, Senin.
Yudhi menambahkan, proyek-proyek itu nantinya akan disertifikasi. Salah satu aspek yang akan ditinjau adalah analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dari pembangunan tersebut.
Jangka waktu obligasi berwawasan lingkungan yang akan dijalankan selama 30 tahun. Dihubungi secara terpisah, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Irwan Adi Ekaputra mengatakan, sebaiknya proyek-proyek yang akan dibiayai tidak mencemari lingkungan dan tidak merusak ekosistem.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO–Proyek pengerjaan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Majalengka, Jawa Barat, terus dalam penyelesaian, Selasa (19/12/2017). Proyek BIJB salah satu proyek yang dibiayai dengan instrumen obligasi berwawasan lingkungan.
Chief Executive Officer CBI Sean Kidney menargetkan pembiayaan proyek Indonesia dengan instrumen obligasi berwawasan lingkungan mencapai 3 miliar dollar AS pada tahun ini. “Saya ingin kesuksesan itu juga dialami Indonesia. Kami akan membawa investor-investor asing ke sini,” ucapnya.
Secara keseluruhan, ada 34 proyek yang berada dalam rencana PINA, yakni 19 proyek jalan tol, 4 proyek penerbangan, 10 proyek pembangkit dan transmisi listrik, serta 1 proyek pariwisata. Total nilai proyek ini mencapai Rp 348,2 triliun dan ditargetkan mencapai kesepakatan dengan investor pada akhir 2018.
Pasar global
Pasar obligasi berwawasan lingkungan di dunia tumbuh 78 persen pada 2017. Sean memaparkan, total obligasi yang diterbitkan senilai 155,5 miliar dollar AS dengan nilai tertinggi mencapai 10,7 miliar dollar AS.
Jumlah instrumen yang diterbikan lebih dari 1.500 obligasi berwawasan lingkungan dari 37 negara. Jumlah penerbit obligasinya pun meningkat sebanyak 146 pihak dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 239 pihak.
Sebelumnya, instrumen pembiayaan proyek dengan obligasi berwawasan lingkungan sudah diterapkan di India, Cina, dan Korea. Sean memaparkan, India mendapatkan pembiayaan sebanyak 14,7 miliar dollar AS, Korea mendapatkan 10,5 miliar dollar AS, dan Cina mendapatkan 222 miliar dollar AS. Ketiganya di bidang perkeratapian.
Irwan berpendapat, etika penanaman modal yang memperhatikan lingkungan telah lebih dulu muncul di antara investor global dan menjadi tren saat ini. “Inisiasi PINA ini merupakan kesadaran, kita tidak dapat hanya membangun dan membangun saja tanpa memperhatikan lingkungan,” katanya. (DD09)
Sumber: Kompas, 6 Februari 2018