Pembangunan 100 kawasan pengembangan sains dan teknologi (science and techno park/STP) yang dicanangkan tahun lalu kemungkinan besar tak terealisasi dalam lima tahun ke depan.
Penilaian itu disampaikan Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti) Patdono Suwignjo ketika membuka Rapat Kerja Pengembangan Pusat Unggulan Iptek, Rabu (8/2), di Jakarta. Rapat ini dihadiri 200 peserta dari 60 lembaga riset dan perguruan tinggi.
Patdono mengatakan, sulit membangun STP yang harus mengintegrasikan kegiatan riset untuk menghasilkan inovasi dan melakukan hilirisasi ke industri. Hal ini, lanjutnya, perlu kerja sama lembaga riset dan industri serta dukungan perguruan tinggi untuk penyediaan tenaga terampil dan ahli riset.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktur Kawasan Sains dan Teknologi dan Lembaga Penunjang Kemristek dan Dikti Loekito Hasta menambahkan, dari jumlah 100 STP yang diminta Presiden Joko Widodo saat pencanangan pelaksanaan program STP Nasional di Bandung, Mei 2015, baru disanggupi 60 STP oleh kementerian dan lembaga riset yang ditunjuk.
Penurunan target ini, kata Loekito, salah satunya disebabkan kementerian kesulitan mendapat lahan karena tidak memperoleh dukungan pemerintah daerah setempat.
STP tersebut dikonsep bisa memainkan tiga peran utama, yaitu melaksanakan penelitian dan pengembangan, menumbuhkan dan mengembangkan perusahaan pemula berbasis teknologi, serta menumbuhkan kluster industri atau menarik industri ke dalam kawasan STP.
Jalan masih panjang
Lebih lanjut, kata Patdono, hasil penelitian baru bisa diproduksi massal jika telah mencapai tahap kesiapan teknologi (technology readiness level/TRL) 9. “Untuk bisa menghasilkan produk yang dipasarkan secara massal, perjalanannya masih panjang, termasuk dari aspek kelembagaan,” ujarnya.
Menurut Patdono, tahapan peningkatan TRL itu bisa dimulai dulu dengan program Pusat Unggulan Iptek (PUI). PUI bertugas membina lembaga riset dan perguruan tinggi sehingga menjadi pusat unggulan yang menghasilkan bukan hanya publikasi ilmiah, melainkan juga tenaga ahli berkualifikasi doktor dan inovasi yang dipatenkan.
Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kemristek dan Dikti Kemal Prihatman menyebutkan, dari 45 PUI yang dibina, tahun lalu telah dihasilkan, antara lain, 291 publikasi di jurnal nasional terakreditasi, 149 publikasi di jurnal internasional, 33 doktor, dan 40 paten. Selain itu, terjalin 196 kerja sama riset di tingkat nasional dan internasional serta 128 kontrak bisnis dengan industri. (YUN)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Februari 2017, di halaman 14 dengan judul “Pembangunan STP Tak Penuhi Target”.