Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Mitigasi Bencana Belum Maksimal

- Editor

Minggu, 1 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Teknologi informasi untuk peringatan dini dan mitigasi bencana belum dimanfaatkan secara maksimal. Padahal, teknologi ini bisa membantu masyarakat meminimalisir kerugian ekonomi serta korban jiwa saat terjadinya bencana alam, terutama bencana geologi dan hidrometeorologi yang kerap terjadi di Indonesia.

VIDELIS JEMALI–Papan informasi mencantumkan larangan pembangunan hunian di bekas tsunami atau sempadan pantai di Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Sulteng, Minggu (21/7/2019)

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin berpendapat, sistem informasi untuk mitigasi bencana seharusnya bisa menjadi pedoman bagi pemangku kepentingan, khususnya pemerintah daerah untuk memperkuat ketahanan dan manajemen risiko bencana. Namun, antusiasme pemerintah daerah untuk memanfatkan data yang disajikan dalam sistem informasi tersebut dinilai kurang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal itu dia sampaikan dalam sesi diskusi terkait peluncuran buku “Asia-Pasific Disaster Report 2019: The Disaster Riskscape Across Asia-Pasific” di gedung Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Buku ini merupakan laporan yang disusun oleh Komisi Sosial dan Ekonomi PBB untuk Asia Pasifik (UN-ESCAP) sebagai masukan bagi negara di di seluruh wilayah Asia-Pasifik dalam memperkuat perencanaan pembangunan ketahanan terhadap bencana dan iklim.

“Kami sudah sediakan sistem pemantau bumi, baik dalam skala provinsi maupun kabupaten ataupun kota. Dalam sistem ini tersedia data mengenai kondisi lingkungan, kondisi sumber daya alam, serta potensi bencana di daerah tersebut. Saat ini baru ada beberapa daerah yang memanfaatkannya. Harapannya, informasi dari satelit ini bisa dimanfaatkan lebih masif,” ujar Thomas.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kejadian bencana di Indonesia terus meningkat selama lima tahun terakhir. Peningkatan tersebut cukup signifikan pada tiga tahun terakhir. Pada 2016, tercatat 2.334 bencana, kemudian meningkat menjadi 2.905 bencana (2017) dan 3.525 bencana (2018). Sementara, sejak Januari-Agustus 2019 sudah tercatat 1.971 bencana yang terjadi.

Pentingnya pemanfaatan teknologi diutarakan juga oleh Sekretaris Eksekutif UN-ESCAP Armida Alisjahbana. Teknologi yang dimanfaatkan secara optimal dapat meningkatkan kesiapan para pihak di dalam suatu negara untuk melakukan mitigasi atas dampak potensi bencana alam. Selain itu, teknologi informasi yang tersedia juga bisa digunakan sebagai panduan dalam pemetaan wilayah serta mempertajam tipologi dari jenis bencana yang bisa terjadi di wilayah tersebut.

Kepala BNPB, Doni Monardo menambahkan, komitmen kepala daerah untuk memperkuat sistem ketahanan bencana sangat penting. Komitmen ini bisa dibuktikan melalui edukasi dan sosialisasi mitigasi bencana yang rutin dilakukan di masyarakat, alokasi dana untuk pencegahan dan tanggap darurat bencana yang cukup, serta pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan berbasis mitigasi bencana.

Komitmen kepala daerah untuk memperkuat sistem ketahanan bencana sangat penting

“Kita terus dorong komitmen dari daerah. Rencananya, pemerintah melalui instruksi presiden akan mewajibkan daerah untuk menyusun rencana aksi terkait penyediaan alokasi dana bencana dan tanggap darurat. Kebijakan ini diperlukan mengingat potensi bencana yang semakin banyak terjadi, terutama bencana hidrometeorologi,” ucapnya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyampaikan, ketahanan terhadap bencana alam menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional sehingga telah masuk dalam rancangan teknokratik pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dokumen rencana induk yang holistik dan integratif ini menjadi acuan atau pedoman pembangunan yang berbasis pengurangan risiko bencana.

“Sebagai negara kepulauan dengan 34 Provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota yang rawan bencana, juga dengan tradisi otonomi daerah yang sangat kuat, Indonesia butuh perencanaan pembangunan di tingkat nasional maupun regional. Untuk itu, pemerintah telah menyusun Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2015-2045 sebagai instrumen implementasi pendekatan yang terprogram dan inklusif,” tuturnya.–DIONISIA ARLINTA

Sumber: Kompas, 30 Agustus 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB