Pemanasan Global Perluas Penyebaran Diare

- Editor

Rabu, 20 Februari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Buruh tani istirahat setelah merawat dan memupuk tanaman padi di Desa Kawengen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/2/2019). Jaminan tersedianya stok pupuk dan obat-obatan tanaman dengan harga stabil menjadi kebutuhan petani saat ini ketika memulai musim tanam tiba.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA (WEN)
18-02-2019

Buruh tani istirahat setelah merawat dan memupuk tanaman padi di Desa Kawengen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/2/2019). Jaminan tersedianya stok pupuk dan obat-obatan tanaman dengan harga stabil menjadi kebutuhan petani saat ini ketika memulai musim tanam tiba. KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA (WEN) 18-02-2019

Pemanasan global tidak hanya berdampak pada meningkatnya cuaca ektrem, namun juga mempengaruhi penyebaran penyakit menular. Suhu yang meningkat meningkat menyebabkan lalat lebib aktif dan jelajahmya meluas sehingga penyebaran bakteri penyebab bakteri juga meluas.

Kajian ini dilakukan para ahli epidemologi dari Universitas Waterloo di Kanada dan dipublikasikan di jurnal Royal Society Open Science pada 13 Februari 2019 dengan penulis utamanya Melanie Cousins.

Penelitian ini dilakukan Cousins dan timnya menggunakan simulasi komputer. Ditemukan bahwa lonjakan cuaca akan meningkatkan aktivitas lalat rumah yang membawa Campylobacter, penyebab diare. Infeksi Campylobacter paling sering disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi dengan penyebar utamanya lalat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Buruh tani istirahat setelah merawat dan memupuk tanaman padi di Desa Kawengen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/2/2019). Jaminan tersedianya stok pupuk dan obat-obatan tanaman dengan harga stabil menjadi kebutuhan petani saat ini ketika memulai musim tanam tiba.–KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA (WEN) –18-02-2019

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA–Buruh tani istirahat setelah merawat dan memupuk tanaman padi di Desa Kawengen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/2/2019). Jaminan tersedianya stok pupuk dan obat-obatan tanaman dengan harga stabil menjadi kebutuhan petani saat ini ketika memulai musim tanam tiba.KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Bakteri merupakan penyebab paling umum penyakit pencernaan di Kanada, dengan rata-rata lebih dari 3.000 kasus setahun di Ontario. Sedangkan Amerika Serikat memiliki sekitar 1,3 juta infeksi per tahun.

Untuk membuat simulasi ini, peneliti menggunakan data tentang infeksi Campylobacter yang dilaporkan di Ontario pada 2005. Dia memasukkan angka-angka itu ke dalam simulasi untuk memprediksi infeksi Campylobacter tahun-tahun berikutnya. Hasil itu mendekati data nyata yang tersedia hingga 2013, dan memungkinkannya untuk memprediksi infeksi di masa depan dalam berbagai skenario pemanasan.

Simulasi mengasumsikan lalat menjadi lebih aktif dengan perubahan iklim karena, seperti serangga lain, mereka bergantung pada suhu sekitar untuk pemanasan dan pendinginan. Ini juga mengasumsikan peningkatan bakteri dengan pemanasan. Dengan skenario peningkatan suhu sebesar 2,5 derajat celsius, kasus infeksi Campylobacter di Provinsi Ontario, Kanada akan meningkat sekitar 28 persen pada tahun 2050.

Perilaku serangga
Studi ini merupakan yang terbaru untuk menyoroti konsekuensi pemanasan iklim pada perilaku serangga yang pada umumnya menjadi lebih aktif. Studi lain telah memperkirakan bagaimana perubahan iklim dapat meningkatkan serangan hama pada tanaman dan mempengaruhi kesehatan masyarakat, seperti penyakit Lyme yang merambat ke Kanada. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri genus Borrelia sp yang ditularkan lewat gigitan kutu.

Kajian Curtis Deutsch dari University of Washington di Seattle yang dipiblikasikan di jurnal Science pada Agustus 2018 menemukan, padi paling rentan terdampak peningkatan aktivitas serangga akibat pemanasan global. Peningkatan suhu global 2 derajat celsius dibandingkan era praindustri (1850-1900) akan menurunkan produksi jagung 10 persen, gandum 12 persen, dan padi 17 persen.

Di Indonesia, menurut kajian Ketua Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Suryo Wiyono, perubahan iklim juga memicu peningkatan berbagai jenis penyakit tanaman padi.

Dua penyakit yang terindikasi meningkat karena cuaca ekstrem dinantaranya serangan wereng coklat dan penyakit blas. Wereng coklat akan meningkat saat terjadinya La Nino dan penyakit blas biasanya meningkat ketika El Nino. “Ekosistem padi menjadi ringkih. Kalau kering terjadi epidemi blas, kalau basah ledakan wereng,” kata Suryo.

Oleh AHMAD ARIF

Sumber: Kompas, 19 Februari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB