Aparat penyidik perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai menyidik pelaku pelepasan ikan raksasa Arapaima ke Sungai Brantas, Jawa Timur. Pelepasan itu dinilai membahayakan sumber daya perikanan, bahkan membahayakan keselamatan warga.
Pelepasan ikan arapaima (Arapaima gigas) asal Sungai Amazone, Brasil itu diketahui dari media sosial yang menunjukkan proses pelepasan tersebut pada akun instagram, 25 Juni 2018. Diperkirakan, 8 ekor ikan arapaima yang dilepaskan ke sungai utama di Jawa tersebut.
Hingga Rabu (27/6/2018), tujuh ikan A gigas dilaporkan telah ditangkap dari Sungai Brantas. “Satu ekor ditemukan dalam kondisi mati dan dibawa ke Kantor Balai Desa Mlirip Rowo, Mojokerto dan enam ekor dikonsumsi masyarakat setempat sedangkan satu ekor dalam proses penangkapan,” kata Riza Priyatna, Kepala Pusat Karantina Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
DOK BKSDA JATIM–Seekor ikan arapaima yang berhasil ditangkap setelah dilepaskan oleh penghobi. Foto diambil 26 Juni 2018 dan berasal dari dokumentasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur.
Ia mengatakan penanganan kasus ini dikoordinasikan dengan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Dinas Perikanan Mojokerto, serta kepolisian. Dari keterangan pelaku berinisial Pur, warga Taman Trosobo, Surabaya, jumlah ikan arapaima yang dipelihara 30 ekor.
DOK BKSDA JATIM–Warga memotong-motong ikan arapaima yang sebelumnya dilepas penghobi ke Kali Brantas. Ikan invasif tersebut membahayakan ekosistem sungai karena mengonsomsi ikan-ikan endemis Brantas. Ikan A gigas dari Sungai Amazone di Amerika Selatan ini aman dikonsumsi manusia. Foto diambil 26 Juni 2018 oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jatim.
Rinciannya, 18 ekor masih berada di kolam penampungan di Surabaya, empat ekor diberikan ke orang lain, dan 8 ekor dilepaskan ke Sungai Brantas. Empat ekor diberikan kepada pegawai pemilik yang kemudian diketahui dua ekor diantaranya mati dan dibuang ke sungai sedangkan dua ekor lainnya masih di kolam penampungan.
Ikan terlarang
Riza mengatakan ikan arapaima merupakan satu dari 152 jenis ikan terlarang untuk diintroduksi ke Indonesia menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 tahun 2014 tentang Larangan Pemasukan jenis Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam daftar Permen KKP no 41/2014, terdapat dua jenis ikan arapaima yang dilarang, yaitu (A gigas dan A leptosome).
“Jangankan memelihara (ikan arapaima), membawa masuk ke Indonesia saja dilarang,” ungkapnya. Ia pun menekankan Undang-undang nomor 31 tahun 2004 (diperbarui dengan UU 45/2009), pasal 12 (2) menyebutkan, “Setiap orang dilarang membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan, dan atau kesehatan manusia di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia”.
Jangankan memelihara (ikan arapaima), membawa masuk ke Indonesia saja dilarang.
Riza mengatakan tim penyidik KKP, Kamis ini tiba di Surabaya untuk memulai proses penyelidikan maupun penyidikan. Penyidik telah mengantongi dua pasal yang bisa menjerat pelaku dengan UU Perikanan.
Kedua pasal itu, Pasal 86 ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.
Pada ayat 2, disebutkan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau lingkungan sumber daya ikan dan/atau kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”.
DOK BKSDA JATIM–Petugas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim, Selasa (26/6/2018) di Surabaya, memeriksa rumah yang menjadi tempat pemeliharaan ikan Arapaima.
Edukasi kepada masyarakat
Ia mengatakan kasus ini menjadi edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan aturan dan dampak spesies eksotik bila terlepas ke alam. Ia menduga ikan itu masuk sejak lama karena usia ikan diperkirakan 12 tahun.
Kasus terakhir “penyelundupan” ikan arapaima ditangkal jajarannya pada tahun 2016. Saat itu, ikan arapaima berumur 10 tahun hendak dibawa masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
Renny Kurnia Hadiaty, peneliti pada Laboratorium Ichthyology Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan di habitat alamnya di Sungai Amazone, ikan ini ditangkap oleh warga lokal sebagai sumber protein. Ikan ini pun semakin langka karena ditangkap di alam untuk diperjualbelikan oleh penghobi.
Di perairan air tawar di Indonesia, ikan arapaima sangat berpotensi menjadi predator yang membahayakan populasi ikan endemis. Ikan ini berukuran raksasa atau mencapai panjang 3 meter dan bobot 220 kilogram yang berkorelasi dengan jumlah pakan yang besar.
Selain ikan arapaima, ia pun mencatat di Waduk Jatiluhur di Jawa Barat pernah lepas ikan alligator dari keramba. Ikan bermoncong seperti buaya ini juga masuk dalam daftar ikan terlarang menurut Peraturan Menteri KKP nomor 41/2014. ”Ikan-ikan ini harus ditangkap dan dimusnahkan,” kata dia.
Saat dihubungi secara terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur Nandang Pribadi mengatakan ikan A gigas dikhawatirkan merusak ekosistem Sungai Brantas karena memangsa ikan-ikan kecil. “Meski demikian, ikan tersebut aman untuk dikonsumsi,” ungkapnya.
Selain itu, ikan A gigas merupakan jenis invasif asing menurut Permen LHK No 94 / 2016. Meski berbahaya bagi ekosistem, ia meminta masyarakat tidak panik karena A gigas tak berbahaya bagi manusia. “Jika ada yang berhasil menangkap agar jangan dilepaskan lagi ke sungai, jika berkenan ikan tersebut dapat dimakan/aman untuk dikonsumsi,” kata dia.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 28 Juni 2018