INDONESIA belum bisa mengatasi masalah korupsi. Di dunia medis pun ada penyakit yang membuat manusia tak berdaya. Tulang jadi keropos dikorupsi, harta habis untuk biaya terapi.
Osteoporosis (keropos tulang) adalah penyakit tulang ditandai menurunnya kepadatan massa tulang dan memburuknya partikel penyusun tulang, sehingga terjadi kerapuhan dan mudah patah. Jenisnya dibagi dua; primer dan sekunder. Disebut primer bila tidak diketahui penyebabnya, dan sekunder bila diketahui penyebabnya.
Menurut WHO, sekitar 200 juta orang menderita patah tulang pinggul akibat osteoporosis. Di USA, diderita 20-25 juta orang, menyebabkan patah tulang (bagian kolum femoris) yang menelan biaya operasi US$ 7-8 milyar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Indonesia, sekitar 3,6 juta orang menderita osteoporosis. Prevalensi wanita (50-59 tahun) sebesar 24%, sedangkan pria (60-70 tahun) sebesar 62%. Provinsi dengan risiko tinggi osteoporosis adalah Sumatra Selatan (27,75%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatra Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%).
Penyebab
Penyakit ini berkait erat dengan kondisi lain seperti: artritis kronis (radang sendi menahun), endokrin, meningkatnya hormon paratiroid, nutrisi, berkurangnya kalsium di dalam darah. Penggunaan obat, misal: glukokortikoid, heparin, obat antiepilepsi, dilantin, fenobarbital, siklosporin, lithium, antikonvulsan juga berpotensi osteoporosis.
Sedangkan faktor risiko adalah: adanya riwayat keluarga, wanita, kurang aktivitas fisik, kurang terpapar sinar matahari, jarang berolahraga, sering jatuh, konsumsi alkohol dan kafein, merokok (pasif-aktif), dan berkaitan erat dengan sifat fisik tulang (meliputi: mikroarsitektur, ukuran-geometri, komposisi, dan kepadatan massa tulang).
Setiap harinya terjadi homeostasis (mekanisme keseimbangan) kalsium akibat mekanisme coupling (pembentukan-penyerapan tulang). Bisa terjadi bila dalam jangka panjang aktivitas osteoklas melebihi osteoblas. Osteoklas adalah sel besar berinti banyak dijumpai di tulang yang sedang berkembang, bertugas menyerap jaringan tulang, membentuk terusan dan rongga. Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Dapat dibayangkan bila seiring bertambahnya usia, dipengaruhi oleh faktor lingkungan, hormon, aktivitas, diet, maka osteoklas menjadi nakal, tak terkendali, lupa diri, sehingga terlalu banyak menyerap (alias mengkorupsi) jaringan tulang, akibatnya tulang menjadi keropos.
Potret Klinis
Awalnya tanpa gejala khas. Dapat merasa nyeri akibat saraf tertekan. Bila sudah berlanjut, maka terjadi patah tulang, akibatnya mengalami gangguan gerak, atau tidak dapat berjalan sehingga mengganggu aktivitas.
Tulang yang berpotensi patah dan nyeri adalah tulang-tulang punggung, lumbal (daerah antara tulang iga terbawah dan tulang pinggul), tulang paha, pergelangan tangan, dan juga di tempat lainnya. Dokter mengetahui penderita osteoporosis saat membaca foto rontgen, namun biasanya sudah sangat terlambat karena massa tulang sudah berkurang lebih dari 30%.
Untuk memastikan diagnosis, dokter menanyakan riwayat patah tulang, jatuh, terkena berbagai penyakit yang berpotensi menuju osteoporosis, serta memeriksa tulang belakang untuk observasi tanda-tanda patah tulang, nyeri, gangguan bentuk. Tinggi badan, kelainan payudara, dan penyakit pembuluh darah juga diperiksa, sebagai pertimbangan dokter sebelum memberikan terapi pengganti hormon.
Deteksi Dini
Diperlukan pemeriksaan serum dan air seni untuk deteksi dini gangguan pembentukan dan penyerapan tulang. Untuk gangguan pembentukan dan penyerapan tulang, dapat dideteksi melalui biomarker (penanda biokimiawi). Pengambilan darah sebaiknya pagi hari setelah puasa semalam. Untuk urin pertama/kedua pagi hari setelah puasa semalam, sebaiknya disertai koreksi kreatinin. Dilakukan pagi karena biomarker tulang mencapai kadar tertinggi di dalam urin dan serum pukul 4.00-8.00 pagi hari.
Hasil analisis ini diperlukan dokter untuk menentukan terapi yang sesuai, memonitor penderita yang mendapatkan terapi kortikosteroid jangka panjang, menilai respon penderita terhadap terapi, dan mempelajari proses perjalanan osteoporosis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dengan rontgen, CT scan, MRI, bone scanning dengan isotop, atau PET-CT dapat dilakukan dokter ahli radiologi untuk menentukan kasus osteoporosis. Radiolog akan menilai struktur kepdatan tulang.
Untuk mengetahui kepadatan massa tulang, dilakukan pemeriksaan densitometri berupa dual-X-ray absorptiometry. Dari hasilnya, maka dokter memastikan diagnosis, memperkirakan risiko patah tulang, dan memonitor terapi.
Selain itu, dengan pertimbangan tertentu, dokter akan menilai index Singh, dimana paling parah dinyatakan dengan skor 1 dan paling ringan dinyatakan dengan skor 6.
Solusi
Solusi terbaik adalah edukasi dan preventif. Berolahraga teratur, misalnya: berjalan kaki 30-60 menit setiap hari, berenang, bersepeda. Melakukan diet osteoporosis, yaitu menjaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari. Asupan ini dapat diperoleh dari ikan (rebon, teri segar, teri kering, sarden), sayur (bayam, brokoli, sawi, daun pepaya), susu dan produknya (ASI, susu sapi, susu kambing, keju, yoghurt), kacang-kacangan dan hasil olahannya (kacang panjang, tempe, tahu, susu kedelai). Kenali sejak dini berbagai penyebab dan faktor risiko osteoporosis. Pemberian glukokortikoid pada dosis serendah dan durasi sesingkat mungkin.
Hentikan merokok dan stop konsumsi kafein/alkohol. Hindari sering mengangkat benda/barang yang berat. Minimalkan kondisi yang berpotensi menyebabkan jatuh, misalnya: alas kaki/lantai licin, sampah di jalanan berupa kulit pisang. Memberikan tongkat atau pegangan tangan di kamar mandi untuk menghindari risiko cedera.
Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) bekerja sama dengan WHO telah membuat Fracture Risk Asessment Tool (FRAX), alat untuk memperkirakan risiko terjadinya patah tulang, yang resmi difungsikan sejak 27 April 2012.(11)
– Dito Anurogo, dokter praktik di Semarang.
Sumber: Suara Merdeka, 27 Maret 2013