Orang yang Sulit Dikendalikan Punya Struktur Otak Berbeda

- Editor

Sabtu, 19 Mei 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Salah satu sifat dasar manusia adalah keengganannya untuk dikendalikan orang lain. Karakter itu sebenarnya tidak selalu buruk, namun sifat itu juga bisa memunculkan keputusan yang tidak tepat hingga memengaruhi relasi dan kehidupan sosial, termasuk dalam pembangunan.

Saat seseorang berusaha mengendalikan keputusan orang lain, dengan menyuruh mereka melakukan sesuatu, sebagian orang akan mematuhinya dan sebagian yang lain justru terdorong untuk tidak melaksanakannya. Demikian pula ketika seseorang membatasi pilihan orang lain, ternyata pilihan mereka seringkali justru tidak ada dalam tawaran Anda.

Sifat menolak dikendalikan orang lain itu sulit diubah. Namun, sifat ini akan menentukan apakah seorang karyawan akan memenuhi perintah atasannya, apakah orangtua akan memenuhi anjuran kesehatan pemerintah untuk memberi vaksin kepada anaknya, hingga apakah percakapan diplomatik akan membuahkan hasil atau akan membuat hubungan antarnegara buntu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Lantas apa yang mendorong seseorang untuk enggan dikendalikan?

Studi yang dipimpin Sarah Rudorf dari Departemen Psikologi Sosial dan Neurosains Sosial, Institut Psikologi, Universitas Bern, Swiss menunjukkan orang menolak untuk dikendalikan jika mereka menganggap perintah itu adalah bentuk ketidakpercayaan atas mereka atau mereka memiliki sedikit pemahaman tentang perilaku orang lain yang ingin membatasi kebebasannya.

MANUMISSIO.WIKISPACES.COM–Wilayah lobulus parietal inferior dan korteks prefrontal dorsolateral di otak.

Analisis terhadap otak para responden dalam studi tersebut menunjukkan, seseorang yang enggan untuk dikendalikan memiliki aktivitas otak yang tinggi di dua wilayah otak yang disebut lobulus parietal inferior dan korteks prefrontal dorsolateral. Aktivitas di kedua wilayah otak itu berlangsung secara simultan atau serentak.

“Hubungan antara kedua bagian otak itu mengungkap sesuatu yang tidak bisa dijangkau melalui penilaian diri,” tulis peneliti seperti dikutip dari Livescience, Senin (14/5/2018).

Lobulus parietal inferior dan korteks prefrontal dorsolateral terlibat banyak fungsi kehidupan. Lobulus parietal inferior banyak digunakan untuk operasi matematika, mengembalikan fokus atau perhatian, serta memproses jarak ke diri. Sementara korteks prefrontal dorsolateral terlibat dalam pengendalian kognitif, pengambilan putusan moral, dan membuat keputusan untuk menyelesaikan konflik.

Meski demikian, belum jelas mengapa kedua wilayah otak itu aktif saat perilaku yang enggan untuk dikendalikan muncul. Salah satu perkiraannya ialah orang yang enggan dikontrol akan mempersepsikan perintah itu sebagai konflik antara motivasi umum untuk bermurah hati dan keinginan mereka melawan pembatasan.

Namun, apa yang membuat sebagian orang menggunakan kedua bagian otak itu secara lebih dibanding orang lain? Kemungkinannya, kondisi itu disebabkan oleh variasi dalam jaringan otak berbeda. Untuk memahami hal itu lebih baik, diperlukan studi lanjutan.

Tak selalu buruk
Keengganan untuk dikontrol itu tak selamanya buruk. Orang-orang yang memiliki sifat tersebut dengan kuat adalah orang yang menghargai kebebasannya untuk memilih dan mengambil manfaat dari tindakannya tersebut.

Namun, insting penting itu terkadang tertuju untuk alasan yang keliru hingga menimbulkan dampak yang tidak baik, seperti keengganan untuk menjalani perawatan medis, ketidakpatuhan terhadap hukum, hingga negosiasi bisnis yang macet.

Keengganan untuk dikontrol itu juga seringkali memunculkan paradoks dalam komunikasi publik untuk melawan sesuatu. Meski tujuan komunikasi itu baik, seperti kampanye antirokok dan antinarkoba, namun tanpa disadari, kampanye itu justru mendorong seseorang untuk merokok atau mengonsumsi narkoba.

“Ada banyak kasus di mana masyarakat akan lebih baik jika mampu mengurangi perilakunya yang tidak ingin dikendalikan,” kata Rudorf. Kondisi itu membuat kampanye untuk menghindari atau melarang sesuatu perlu dirancang pola komunikasinya secara matang sehingga tidak justru menimbulkan dampak sebaliknya. (LIVESCIENCE/JNEUROSCI.ORG/MZW)–M ZAID WAHYUDI 19 Mei 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 83 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB