DAUN singkong sudah lama dihidangkan di meja makan sebagai rebusan dan sayuran yang kaya serat serta nutrisi. Daun singkong juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Satu-satunya yang mengkhawatirkan pengguna daun ini adalah kandungan asam sianidanya yang kadarnya bervariasi tergantung jenis singkong.
Asam sianida bersifat racun bila masuk tubuh. Walaupun kandungan di dalam daunnya lebih rendah daripada dalam umbinya, tetapi kekhawatiran itu tetap ada. Untungnya melalui pemanasan, misalnya direbus, atau melalui pelayuan atau pengeringan (untuk pakan hewan ternak), sudah bisa menghilangkan asam yang ditakutkan ini.
Walaupun sudah umum dijadikan sayur, daun singkong belum banyak dimanfaatkan sebagai obat. Padahal daun ini mengandung senyawa bioaktif flavonoid yang bermanfaat untuk menjaga permeabilitas pembuluh kapiler, bersifat antiradang dan mempunyai aktifitas anti-kanker maupun antioksidan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dr Sanusi Ibrahim, seorang pakar ilmu kimia, dalam artikel di Kompas mengemukakan ada lima senyawa kimia yang diketahui sebagai antikanker yaitu flanoid, kumarin (paling kuat antikankernya), tenolik, kromon dan isoflavanoid.
Sejenis tanaman, bernama gliricidia (Gliricidia sepium), diketahui mengandung kumarin. Berangkat dari keterangan Dr Sanusi, lantas adakah gliricidia bisa juga dipakai sebagai antikarsinogen?
Gliricidia atau gamal
Sebenarnya gliricidia jarang sekali dilirik orang, kecuali untuk penghijauan atau sebagai tanaman pagar di pedesaan. Mungkin gara -gara mengamuknya kutu loncat yang menyerang tanaman lamtoro di daerah Pasifik sekitar tahun 1984-1986 (termasuk Indonesia) maka mulailah orang memperhatikan tanaman ini.
Sebelumnya gliricidia dimanfaatkan sebagai tanaman alternatif untuk pakan hijauan ternak. Syarat berat sebagai hijauan pengganti seperti produksinya harus tinggi, tersedia sepanjang tahun, mudah didapat dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi bisa dipenuhi gliricidia. Karena itulah agaknya tanaman ini mulai naik daun sebagai menggantikan lamtoro yang pada waktu itu babak-belur.
Bahkan berdasarkan kemampuannya untuk menfiksasi nitrogen, gliricidia dikenal sebagai ”bank protein” yang kaya protein di samping zat gizi lainnya. Tetapi mengapa para peternak enggan memberikan gliricidia pada ternaknya?
Jawabnya sederhana. Karena daun gliricidia mengeluarkan bau yang tidak disukai ternak berkaki empat dan bau ini diduga berasal dari kumarin. Bau semakin kuat bila daun ini diberikan dalam keadaan segar. Karena tidak ada pilihan lain, maka apa boleh buat, daun ini diberikan juga tapi dilayukan dulu agar bau tadi berkurang, atau secara berangsur-angsur hijauan utamanya diganti dengan daun gliricidia sampai pemberian daun ini mencapai 100 persen.
Gljricidia termasuk tanaman leguminosa. Tanaman ini berasal dari Amerika selatan tapi sudah lama dikenal di Indonesia. Nama Indonesianya adalah gamal (kependekan dari ganyang mampus alang-alang). Singkatan ini diperkenalkan oleh R Soetarjo Martoatmodjo pada tahun 1953.
Gliricidia diperbanyak melalui steknya atau melalui bijinya yang berbentuk polong-polongan. Tumbuh tegak dengan perakaran yang dapat menembus tanah. Sebagai tanaman naungan tumbuhnya lumayan tinggi, kecuali jika dipotong berkala untuk pakan ternak melalui sistim potong dan angkut. Selain daunnya yang bau tadi, ada satu ciri lagi untuk mengenal tanaman ini, yaitu bentuk daunnya berwarna hijau daun yang terang pada bagian permukaan dan agak pucat pada bagian belakang.
Senyawa kumarin
Sejumlah senyawa terkandung di dalam daun gliricidia. Menurut buku kecil Gamal dan Pemanfaatannya, yang diterbitkan oleh Balai Penelitian Ternak, daun gliricidia mangandung pigmen alami yang berharga untuk memberikan warna kuning telur yang cerah.
Pigmen itu termasuk grup karoten dan grup xantofil. Di samping itu, daun ini juga mengandung senyawa sekunder lainnya yaitu oksalat, saponin (dicirikan dengan terbentuknya busa dari ekstrak daunnya) dan senyawa fenolat lainnya.
Hasil analisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (salah satu alat di bidang kimia analisis), sedikitnya ada 10 komponen fenolat yang belum dapat diidentifikasi, tetapi tiga di antaranya nampak sebagai senyawa utama.
Ketika hasil dari kromatogram dibandingkan dengan standar kumarin murni, salah satu di antaranya adalah kumarin. Puncak kumarin dari kromatogram sedemikian besar sehingga keluar batas (off-scale) dari pencatat (recorder).
Kumarin memiliki titik cair 68-70 derajat celsius dan titik didih yang lebih tinggi yaitu 297 -299 derajat celsius. Titik cair yang relatif rendah ini memberikan keuntungan lain yaitu kumarin bisa diuapkan dan dengan demikian bisa dikonfirmsikan menggunakan alat lain yang disebut Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa. Dengan alat ini kumarin yang terkandung bisa diketahui berat molekulnya dan pola fragmentasinya. Di sini pun kromatogram memberikan hasil adanya beberapa senyawa yang tidak diketahui, tapi ketika dibandingkan dengan standar kumarin murni, lagi-lagi menunjukkan cocok dengan kumarin yang puncaknya juga sangat tinggi. Tingginya puncak kromatogram identik dengan besarnya senyawa yang dikandung sesuatu bahan.
Selanjutnya senyawa yang diperkirakan kumarin ini bermassa relatif 146 yang cocok dengan massa kumarin (rumus empirisnya C9O4O2), lebih dari itu fraksi pemecahan (fragmentation pattern) yang ditunjukkan oleh molekul kumarin pun sesuai untuk senyawa ini.
Kumarin dapat dianggap sebagai suatu senyawa fenolik yaitu asam orto-kumarik. Apabila gugus fenoliknya terikat dengan molekul glukosida, maka terbentuk glukosida yang merupakan kumarin terikat. Suatu penelitian awal menyimpulkan bahwa gliricidia tidak mengandung senyawa kumarin bebas tapi kesimpulan itu berbeda dengan hasil analisis menggunakan kromatografi cair yang membuktikan daun gliricidia sebenarnya mengandung kumarin bebas. Keadaan bebas dan terikat ini panting artinya bila kumarin hendak diisolasi dari daun gliricidia.
Jumlahnya
Setelah disimpulkan daun gliricidia mengandung kumarin, pertanyaan berikutnya adalah berapa besar kandungannya. Kandungan kumarin bebas dalam daun gliricidia ternyata sangat bervariasi. Dari tanaman yang bisa dijumpai sebagai pagar desa kandungannya berkisar sekitar 0,3 persen, tapi tidak jarang dijumpai pula ada yang berkadar sampai dua persen atau lebih.
Diduga umur tanaman, seringnya daun ini dipotong untuk keperluan ternak dengan interval tertentu, posisi daun (daun bagian bawah, atau dipucuk pohon, daun muda dan daun tua), bahkan tulang daunnya, lokasi tumbuh, dan sebagainya, akan mempengaruhi kadar kumarin.
Dengan kadar sebesar itu berarti tiap 100 gram daun segar yang dikeringkan beku (freeze drying), untuk menghindari kehilangan kumarin jika dikeringkan biasa, hanya akan diperoleh 0,3 sampai dua gram senyawa kumarin, ini belum termasuk penyusutan kehilangan selama proses isolasi.
Perlu juga kiranya dipikirkan cara isolasi yang efektif seandainya daun gliricidia ingin diisolasi hanya untuk diambil kumarin-nya. Walaupun sudah terbukti mengandung kumarin yang antikarsinogenik, kita toh tidak mungkin mengunyah daun gliricidia seperti layaknya ternak untuk mendapatkan kumarin karena belum diteliti efek negatifnya, metabolismenya, dosis yang tepat sebagai antikanker, dan sebagainya.
Kumarin dikatakan memiliki bau yang enak mirip dengan vanili sehingga dahulu banyak dipakai sebagai pewangi dalam makanan sebanyak. Tapi karena dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan hati yang parah pada tikus yang diberi kumarin sebanyak 0,25 persen dalam makanannya, atau diberikan hanya 0,0025 persen dalam jangka waktu satu tahun, maka tahun 1954 kumarin dilarang pemakaiannya dalam makanan. Ternyata bukan kumarin yang menyebabkan kerusakan hati pada tikus, tetapi senyawa metabolitnya. Kumarin dimetabolisme dalam tubuh tikus menjadi beberapa metabolit yang berakibat negatif pada tikus. Metabolisme kumarin dalam tubuh manusia agak sedikit berbeda karena asam-orto-hidroksifenil asetat (yang berakibat negatif pada tikus) dihasilkan sangat sedikit. Jadi apakah pengaruh negatif terhadap tikus juga berlaku pada manusia masih belum jelas.
Di samping itu salah satu turunan kumarin, yaitu warfarin, memang merupakan racun tikus (gliricidia dalam bahasa Latin berarti pembunuh tikus). Warfarin ini tidak langsung terbentuk, tetapi muncul ketika daun, biji atau kulit kayu dimasak dengan nasi atau jagung dan dibiarkan terfermentasi beberapa hari sampai racunnya terbentuk.
Pada hewan ruminansia, seperti kambing, domba, dan sapi, sejauh ini belum pernah ada laporan keracunan akibat diberikan daun gliricidia. Agaknya kumarin dapat dipecah seluruhnya di dalam sistim pencernaannya, yang jelas berbeda dengan pencernaan manusia. Untuk mengetahui sepak terjang senyawa yang menarik ini di dalam tubuh manusia, kiranya diperlukan penelitian mendalam yang melibatkan para pakar dari berbagai disiplin ilmu.
(A Irawan Sutikno, Analis Kimia, bekerja di Balai Penelitian Ternak)
Sumber: Kompas, tanpa tanggal dan tahun