Deforestasi atau berkurangnya tutupan hutan di Indonesia pada periode 2016-2017 sebesar 479.000 hektar. Angka ini turun dibandingkan deforestasi periode tahun sebelumnya yang mencapai 630.000 hektar.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengklaim moratorium izin baru kehutanan yang dijalankan secara ketat serta pencegahan kebakaran hutan dan lahan berkontribusi atas capaian ini. Peta moratorium atau penundaan penerbitan izin baru kehutanan revisi XIII ”hanya” berubah sekitar 12.000 ha.
Dari sisi kebakaran hutan, pada 2015 tercatat areal terbakar seluas 2.611.411 ha, pada 2016 seluas 438.363 ha, dan pada 2017 seluas 165.484 ha. ”(penurunan deforestasi) Ini bukannya given, itu ada usaha-usaha dan kebijakan berlapis-lapis yang kami lakukan,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Senin (29/1), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
–Moratorium izin kehutanan serta pengendalian kebakaran hutan dan lahan diklaim berkontribusi pada penurunan angka deforestasi.
Deforestasi pada 2016-2017 seluas 308 ha di kawasan hutan karena perubahan alih fungsi hutan dan berbagai izin pemanfaatan hutan. Pada area penggunaan lain (APL atau nonkawasan hutan), penyebab deforestasi di antaranya untuk pertanian dan perkebunan, transmigrasi, ataupun infrastruktur.
Terkait rincian luasan penyebab deforestasi ini, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan KLHK Ruandha Agung Sugardiman mengatakan sedang menyusunnya. ”Perlu overlay sedikit dengan izin dan lain-lain,” katanya.
Namun, secara umum, kata Ruandha, kawasan hutan di Indonesia seluas 120 juta ha. Dari luasan ini, area 93,6 juta ha berhutan (ada tanamannya) yang 40 juta ha di antaranya merupakan hutan alam primer.
Moratorium sawit
Siti mengatakan, pemerintah menyiapkan kebijakan moratorium sawit dalam bentuk instruksi presiden. Pihaknya sempat meminta revisi redaksional pada draf terkait rekomendasi alih fungsi pada tim kerja.
”Saya bilang di UU Kehutanan tidak begitu karena harus ada tim terpadu. Jadi, saya minta ditambah sesuai perundang-undangan yang berlaku,” katanya seusai membuka lokakarya Hutan dan Deforestasi Indonesia sebagai pengembangan Sistem Monitoring Hutan Nasional.
Draf itu telah selesai diperbaiki dan dikembalikan ke Kementerian Koordinator Perekonomian sebagai koordinator. Siti mengatakan, inpres itu nanti melarang penerbitan izin baru perkebunan sawit dan mendorong peningkatan produktivitas.
Moratorium ini diiringi instruksi bagi KLHK untuk meninjau ulang izin pelepasan kawasan hutan dan perkembangannya. Misalnya, terdapat izin pelepasan, tetapi belum dibuka dan kondisinya masih berhutan primer.
Dalam lokakarya tersebut, Siti juga mengungkapkan kesan negatif kata deforestasi. Menurut dia, deforestasi bisa terjadi karena kebutuhan pembangunan sarana-prasarana publik. ”Bayangan kata deforestasi mengandung implikasi ’tekanan’ internasional dalam menilai Indonesia pada capaian-capaian kerja berkaitan dengan sustainability dan di antaranya jadi restriksi,” katanya.
Karena itu, Siti menghimpun sejumlah pakar nasional dan internasional untuk mendudukkan kembali definisi hutan, deforestasi, ataupun tutupan lahan. Perbedaan definisi ini menyebabkan angka yang dihasilkan juga beda.
Misalnya, definisi deforestasi yang pernah muncul dari hasil riset Maryland University menghitung semua tegakan pohon. Padahal, menurut KLHK, area berhutan apabila luasan minimal 0,25 ha terdapat tegakan pohon.
Direktur Eksekutif World Resources Institute (WRI) Tjokorda Nirarta Samadhi mengungkapkan perbedaan lain, yaitu terkait hutan tanaman industri. Global Forest Watch yang dibangun WRI menghitung kehilangan hutan alam dan tidak menghitung deforestasi dari hutan tanaman industri karena area itu ditanam dan dipanen secara periodik.(ICH)
Sumber: Kompas, 30 Januari 2018