Kebutuhan energi nasional akan terus meningkat sebagai konsekuensi menuju negara industri. Tanpa terobosan berarti, Indonesia akan semakin bergantung pada pasokan minyak dari negara lain.
Memang upaya mencari sumber cadangan minyak dan peningkatan produksi minyak terus digiatkan. Namun, upaya ini tampaknya tidak akan mampu mengejar peningkatan kebutuhan.
Indonesia sebenarnya menyimpan cadangan minyak dalam jumlah tinggi, tetapi belum tereksplorasi maksimal. Ada minyak dan gas di sepanjang Sumatera bagian timur, dampak aktivitas kegempaan di sepanjang Sumatera bagian barat. Minyak dan gas sepanjang Jawa bagian utara didukung oleh pergeseran tektonik sepanjang Jawa bagian selatan. Minyak dan gas di Kalimantan bagian timur juga ditunjang oleh kegempaan di Sulawesi bagian utara hingga Filipina. Dengan logika ini, minyak dan gas bumi juga dapat ditemukan di Papua bagian barat, barat daya, hingga selatan akibat aktivitas tektonik di Maluku dari bagian utara hingga tenggara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, adalah tidak mungkin mengharapkan gempa untuk meningkatkan cadangan minyak. Oleh karena itu, kita perlu mencari berbagai alternatif sumber minyak baru, termasuk di antaranya mikroalga laut, yang berkontribusi pada pembentukan minyak bumi. Minyak laut dari ekstrak biomassa mikroalga laut adalah sumber bahan bakar masa depan.
Metzger dan kawan-kawan (1985) menemukan bahwa mikroalga Botryococcus braunii menghasilkan hidrokarbon penting dalam minyak bumi.
Potensial
Mikroalga laut tropis Indonesia dari golongan diatom yang menghasilkan minyak laut. Produktivitas biomassa rata-rata dari fitoplankton di kawasan laut tropis sekira 50 g karbon per meter persegi per tahun atau dua kali lebih besar dari produktivitas biomassa tanaman darat.
Chisti (2007) mengungkap bahwa produktivitas mikroalga untuk menghasilkan minyak laut sebanyak 136.000 L per hektar per tahun. Ini jauh melebihi produktivitas sawit yang menghasilkan minyak 6.000 L per hektar per tahun.
Seperti diketahui, ekonomi Malaysia terdongkrak dengan mengembangkan sawit sebagai sumber minyak. Mengapa Indonesia, yang notabene punya laut luas, tidak bangkit mengembangkan mikroalga? Tidak hanya untuk sumber minyak, tetapi juga untuk menguatkan ekonomi bangsa. Tidak seperti sawit yang perlu tiga tahun untuk panen perdana, mikroalga laut hanya perlu waktu satu minggu untuk panen dan mendapat minyak.
Selain menghasilkan minyak, mikroalga laut juga dapat menghasilkan karbohidrat, protein, dan bahan-bahan bernilai tinggi. Pengembangan budidaya mikroalga di laut, khususnya di pulau-pulau terluar, berdampak kegiatan ekonomi dan membuka lapangan kerja di sejumlah kawasan Nusantara.
Nurachman dan kawan-kawan (2012) melaporkan dalam jurnal Bioresource Technology, diatom laut tropis jika ditanam dalam kolam renang Olimpik dapat menghasilkan 5 barrel minyak laut per hari. Apakah mikroalga ini dapat diandalkan sebagai bahan baku minyak dan memenuhi kebutuhan bahan bakar Indonesia? Mengapa tidak.
Berikut perhitungan angka produksi kasar jika Indonesia mengembangkan mikroalga laut untuk bahan bakar. Indonesia memiliki panjang pesisir pantai lebih kurang 80.000 kilometer. Lebih kurang seperempatnya, 20.000 kilometer, potensial untuk budidaya mikroalga laut.
Lebar dari garis pantai ke arah laut lepas yang berpotensi untuk tempat budidaya mikroalga adalah 1 kilometer—kenyataannya di laut dangkal dapat mencapai 6-10 kilometer), yang berarti tersedia area setidaknya 2 juta hektar.
Dengan menganggap produktivitas mikroalga di lapangan hanya 10 persen dari produktivitasnya di laboratorium, total produksi minyak laut yang akan diperoleh dari area 2 juta hektar ini sebanyak 120 miliar liter per tahun atau 2 juta barrel per hari. Lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan BBM.
Harga bersaing
Perhitungan harga pokok produksi minyak dari mikroalga dapat ditekan hingga 75 dollar AS per barrel. Artinya, harga minyak laut dapat bersaing dengan harga minyak bumi. Ini bisa menjadi kekuatan Indonesia masa depan.
Kalau Malaysia bisa makmur dengan sawit, bukan tidak mungkin Indonesia bisa sejahtera dengan mikroalga. Walau perlu investasi yang tidak sedikit, perlu dipikirkan agar sebagian dana kompensasi dari kenaikan harga BBM nanti bisa dimanfaatkan untuk riset pengembangan mikroalga sebagai sumber penghasil minyak laut. Riset-riset dasar mikroalga laut tropis telah menunjukkan hasil, tinggal meningkatkan ke tahap implementasi.
Memang waktu yang dibutuhkan agak panjang, setidaknya 5-10 tahun ke depan sampai Indonesia bisa menjadi pelopor sekaligus produsen minyak dari mikroalga laut.
Zeily Nurachman, Penggiat Minyak Laut dari Mikroalga, Biokimia-ITB
Sumber: Kompas, 19 Juli 2013