Desain kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) disebut bakal merepresentasikan kearifan lokal.
Kereta cepat Jakarta–Bandung akan menggunakan tipe terbaru yakni CR400AF. Atau disebut juga Red Dolphin.
Memiliki lebar 3,36 meter dan tinggi 4,05 meter dengan panjang kepala kereta 27,2 meter serta intermediate kereta 25 meter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kini, rangkaian kereta atau electric multiple unit (EMU) sudah memasuki tahap produksi di pabrik China Railway Rolling Stock Corporation (CRRC), Sifang, Qingdao.
Dalam keterangan pers, Direktur Utama PT KCIC Dwiayan Slamet Riyadi mengatakan progres pembangunan KCJB kini sudah mencapai lebih dari 79 persen.
“Desain EMU yang digunakan pada KCJB memiliki muatan lokal,” kata Dwiyana dalam keterangannya, Senin (01/11/2021).
Pada desain eksterior, EMU untuk proyek KCJB memiliki warna merah dan berlatar silver. Khusus warna merah ini terinspirasi dari bendera Indonesia.
Sehingga saat EMU KCJB melaju, warna merah pada dinding samping dan bagian depan kereta akan terlihat seperti bendera berkibar.
“Dengan bentuk luar yang sekilas mirip Komodo, hal ini tercermin pula di eksterior EMU KCJB yang menggunakan motif corak segitiga yang merepresentasikan sisik Komodo,” terangnya.
Muatan lokal lain yang diangkat adalah Batik Mega Mendung. Batik Mega Mendung dipilih karena rute KCJB melewati area Jawa Barat yang salah satu motif khasnya adalah Batik Mega Mendung.
“Batik Mega Mendung ini dapat dilihat pada panel di kursi penumpang yang ada di setiap kelasnya,” ujar dia.
Meski begitu, untuk sementara ini tampilan desain kereta masih belum begitu terlihat seperti yang disampaikan.
Sebagai informasi, proyek pembangunan KCJB mendapatkan persetujuan dari pemerintah terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) dan komitmen pendanaan dari China Development Bank (CBD).
Struktur pembiayaan KCJB yaitu 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh CDB dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.
Dari 25 persen ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.
Sehingga, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, tanpa adanya jaminan dari Pemerintah Indonesia.
PMN yang akan dialokasikan pemerintah sebesar Rp 3,4 triliun, digunakan untuk pembayaran base equity capital atau kewajiban modal dasar dari konsorsium.
Sedangkan pinjaman CBD diperkirakan mencapai 4,55 miliar dolar AS atau setara Rp 64,9 triliun.
Penulis : Muhdany Yusuf Laksono
Editor : Hilda B Alexander
Sumber: Kompas.com – 02/11/2021