Mengejar Guru Berkualitas

- Editor

Selasa, 31 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jumlah guru yang cukup, dan berkualitas merupakan kunci untuk memajukan pendidikan. Pada awal tahun 1970-an, Malaysia mendatangkan guru-guru dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

KOMPAS/PRIYOMBODO–Yansen mengajar siswa kelas 1 di SD YPPK St. Agustinus di Manasari, Distrik Mimika Timur Jauh, Kabupaten Mimika, Papua, Senin (4/3/2019).

Sejak merdeka, Indonesia berkutat dengan masalah kekurangan guru, baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Kekurangan guru diatasi dengan program darurat, mulai dari memberdayakan lulusan SMA sebagai guru sukarelawan pada tahun 1970-an hingga merekrut guru honorer yang berlangsung hingga kini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun di tengah kondisi kekurangan guru pada awal 1970-an, Indonesia mengirimkan guru ke Malaysia. Guru-guru yang dikirim merupakan guru bidang sains, dan harus melalui seleksi. Minat guru mengajar ke Malaysia pun tinggi karena tawaran gajinya juga tinggi, yaitu sebesar 900 dollar Malaysia (Kompas, 30/3/1972) atau lebih tinggi dari gaji kepala sekolah di Malaysia yang sekitar 600 dollar Malaysia (ringgit Malaysia baru digunakan setelah Agustus 1975).

Pengiriman guru dari Indonesia ke Malaysia ini merupakan bentuk kerja sama bidang pendidikan dan kebudayan antara pemerintah Indonesia dan Malaysia. Saat itu Malaysia kekurangan guru bidang sains untuk memajukan pendidikan. Hingga pada 1977 jumlah guru dari Indonesia yang mengajar di Malaysia sebanyak 111 orang, dan masih terus ditambah.

Hal tersebut ironi dengan kondisi dalam negeri yang kekurangan guru. Pada pertengahan 1975 misalnya, Indonesia kekurangan guru biologi dan fisika yang memenuhi syarat. Waktu itu guru yang memenuhi kualifikasi itu hanya 13 orang, 5 di antaranya dikirim ke Malaysia untuk mengajar di sana (Kompas, 19/6/1975).

KOMPAS/YOVITA ARIKA –Arsip Kompas, 30 Maret 1972

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Soemantri Brodjonegoro pernah mengkhawatirkan jika pengiriman guru ke Malaysia tersebut terus berlangsung, bukan tidak mungkin di masa mendatang orang Indonesia yang harus belajar ke Malaysia. Karena itu, Soemantri akan meninjau ulang kerja sama tersebut.

“Kalau sekadar memberi bantuan, mereka (Malaysia) yang maju terus, kita (Indonesia) tidak hanya statis, tapi mundur terus,” kata dia (Kompas, 24/5/1973). Namun, menteri yang mulai menjabat pada 28 Maret 1973 ini meninggal pada 18 Desember 1973 karena sakit.

Dan memang, pendidikan di Indonesia kini tertinggal dibandingkan Malaysia. Salah satu tolok ukur, berdasarkan Program Asesmen Siswa Internasional (PISA) 2018 Indonesia berada di tangking 72 dari 77 negara yang disurvei, lebih rendah dibandingkan Malaysia yang berada di rangking 56. Jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di Malaysia pun kini lebih banyak, hampir dua kali lipat, dibandingkan jumlah mahasiswa Malaysia yang kuliah di Indonesia.

Seperti halnya yang dilakukan Malaysia pada waktu itu, jumlah guru yang cukup, dan berkualitas menjadi kunci untuk memajukan pendidikan. Saat ini, selain kekurangan guru, sebanyak 1,07 juta guru merupakan guru honorer sekolah, Indonesia juga kekurangan guru unggul yang mampu menggerakkan pendidikan berkualitas (Kompas, 21/2/2020).

Oleh YOVITA ARIKA

Editor: ILHAM KHOIRI

Sumber: Kompas, 30 Maret 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB