Memasuki Kebun Percobaan Cukurgondang di Pasuruan Jawa Timur, di sejauh mata memandang hanya tanaman mangga setinggi rumah. Meski baru pukul 08.00 pagi, hawa terasa gerah. Pepohonan mangga yang rindang tak mampu menandingi panas kemarau di tahun ini.
Di halaman kebun ini, aneka jenis mangga berserakan dan terinjak pengunjung maupun terlindas mobil. Menurut warga setempat, mangga-mangga itu tak sempat terpungut karena melimpahnya panen mangga di tempat ini.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Aneka jenis mangga dikoleksi Kebun Percobaan Cukurgondang yang dikelola Badan Litbang Kementerian Pertanian di Pasuruan, Jawa Timur. Tampak berbagai jenis mangga asal Indonesia, luar negeri, maupun varian hasil persilangan dan seleksi dipamerkan dalam Festival Mangga Nasional pada 15 November 2019 di Cukurgondang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hari itu, 15 November 2019, menjadi momen khusus bagi petani setempat untuk memeriahkan Pekan Inovasi Mangga Nasional yang dihadiri Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Di sepanjang lorong tenda pameran, sejumlah produsen mangga menampilkan panenan berseberangan dengan rak tempat memajang aneka jenis mangga dari Jawa Timur, Jawa Barat, jenis unggul, dan luar negeri.
Mangga aneka jenis dengan bentuk, warna, dan ukuran berbeda itu menarik minat para pengunjung untuk mengambil gambar atau sekadar berswafoto.
Rak-rak mangga ini tak sekadar menarik untuk difoto, keterangan nama-nama jenis mangga memberi pengetahuan tersendiri atau stidaknya mengingatkan bahwa ada ratusan jenis mangga di dunia. Mangga ternyata tak sekadar harum manis (arum manis), manalagi, gedong gincu, dan alpukat (gadung-21) yang biasa dijual di swalayan maupun lapak di pinggir jalan.
Rebin, peneliti mangga di Kebun Percobaan Cukurgondang atau memiliki nama resmi Kebun Instalasi Penelitian Pengembangan Teknologi Pertanian Cukurgondang yang dikelola Kementerian Pertanian, mengatakan, berbagai jenis mangga itu dikoleksi di areal seluas 13 hektar. Kebun yang didirikan sejak tahun 1941 itu awalnya terdapat 208 varietas dengan 289 aksesi atau klon yang dibedakan dari ukuran, warna, dan lainnya.
”Ini kebun koleksi plasma nutfah mangga Indonesia, hanya satu di sini,” katanya. Hasil eksplorasi koleksi yang melimpah itu menjadikan riset setempat menghasilkan 370-an aksesi dan 100 jenis mangga hasil persilangan. Seperti nama tempat ini, kebun percobaan, periset melakukan pemuliaan pada jenis-jenis mangga itu.
Mereka memakai dua jalur yaitu metode seleksi, yaitu untuk menentukan peruntukan varietas. Contohnya, varietas yang cocok untuk buah segar atau untuk dibuat olahan jus, manisan, dan selai.
Metode lain adalah persilangan dengan menggabungkan sifat-sifat unggul pada jenis mangga berbeda. ”Program pertama ingin memerahkan harum manis agar memiliki rasa harum manis, bentuk harum manis, tapi kulit berwarna merah,” katanya.
Dari persilangan itu didapatkan 65 F1 atau varian. Kemudian, hasil ini diolah lagi menjadikan 100 keturunan. Ini dianggap sebagai bagian koleksi karena memiliki sifat berbeda meskipun berasal dari satu induk.
Upaya menjadikan harum manis memiliki warna kulit merah ini terkesan kurang kerjaan. Namun, itu penting mengingat mangga untuk tujuan ekspor merupakan konsumen pemilih. Contohnya, konsumen Jepang menyukai mangga dengan kulit merah karena menganggap mangga berkulit hijau belum matang.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo didampingi Wakil Bupati Pasuruan A Mujib Imron, Jumat (15/11/2019), mengangkat jenis-jenis mangga lokal yang dipamerkan dalam Pencanangan Gerakan Nasional Pengembangan Mangga dan Anggur sebagai rangkaian acara Pekan Inovasi Mangga Nasional di Kebun Instalasi Penelitian Pengembangan Teknologi Pertanian Cukurgondang, Pasuruan. Kebun itu mengoleksi hampir 500 jenis mangga yang sebagian besar lokal dan sejumlah mangga dari luar negeri. Pemerintah mendorong agar mangga-mangga lokal varietas unggul yang dikembangkan Balitbang Kementerian Pertanian mendunia atau menguasai ekspor.
Rebin mengatakan, hingga kini Kementerian Pertanian telah melepas 18 jenis varian mangga dari hasil riset-riset di Badan Penelitian dan Pengembangan. Ke-18 varian tersebut yaitu dua varian hasil persilangan dan 16 varian hasil seleksi.
Dua varian hasil persilangan tersebut adalah agri gardina-45 dan denarum agrihorti. Agri gardina atau memiliki nama pasar mangga pisang—karena kulit bisa dikupas seperti pisang—dihasilkan dari mangga arumanis dengan jenis mangga saigon. Jenis baru ini dilepas pada tahun 2014.
Denarum agrihorti ini baru dirilis Menteri Pertanian Yasin Limpo saat Festival Panen Mangga. Buah ini dihasilkan dari persilangan mangga arummanis-143 dengan jenis mangga haden dari California Amerika Serikat.
Proses riset selama 16 tahun perpaduan mangga Indonesia dan Amerika Serikat itu memiliki berbagai keunggulan di antaranya tajuk rendah dan produktif. Dari sisi tekstur daging buah sedang (kenyal), kuantitas serat rendah, aroma harum, dan rasa manis agak asam dengan kandungan vitamin C tinggi yakni 17,45 – 39,58 miligram (mg) per 100 mg. Mangga turunan harum manis ini berwarna merah pada pangkal dan kuning pada ujung kulit buah, seperti mangga haden.
Rebin mengatakan, pada tahun mendatang Badan Litbang Pertanian akan melepas lagi varian baru berkode F151 yang hingga kini belum memiliki nama. Mangga F151 ini persilangan antara arummanis dan delima. ”Ibunya arum manis, bapaknya delima. Produktif sekali. Rasanya manis segar, kulit kuning-kuning,” ujarnya membeberkan secuil keunggulan mangga jenis baru tersebut.
Mencari pasar
Namun, tantangan pengembangan mangga tak sekedar mendapatkan varietas unggul dan melepasnya ke kebun-kebun warga atau perusahaan. Tantangan yang tak kalah berat adalah mencari pasar di dalam negeri dan luar negeri.
Selain menyuguhkan selera baru yang amat subyektif dan perlu dukungan promosi, tantangan lain yakni menjaga konsistensi mutu produk. Ini dihasilkan dari waktu pemanenan yang tepat, penggunaan insektisida yang terukur, hingga perlakuan pascapanen yang baik agar tak ditolak oleh pasar, terutama ekspor. Ini membutuhkan kontribusi di luar para peneliti.
Rebin mencontohkan kesuksesan jenis mangga garifta merah yang ditetapkan pada tahun 2009 kini berhasil memasuki pasar Singapura. Jenis ini mendapat dukungan dari direktorat teknis sehingga dikembangkan hingga lebih dari 300.000 bibit di kebun-kebun masyarakat. ”Garifta merah di Situbondo itu paling bisa diterima. Di Singapura masuk berapa pun diterima,” ungkapnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik, produksi mangga Indonesia—seluruh jenis—mencapai 2.624.791 ton. Ini menjadikan mangga sebagai jenis tanaman buah tahunan terbesar kedua setelah pisang yang diproduksi oleh Indonesia. Dari sisi kenaikan produksi buah-buahan tahunan terbesar terjadi pada komoditas mangga sebesar 420.998 ton atau 19,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Mangga ini berasal dari wilayah Jawa Timur yang menghasilkan 1.059.325 ton (40,36 persen), disusul Jawa Tengah sebesar 443.487 ton (16,9 persen), dan Jawa Barat 404.543 ton (15,41 persen), serta seluruh provinsi di Indonesia. Dari total mangga ini, sepertiganya, yaitu 841.893 ton, diekspor ke sejumlah negara, seperti Timur Tengah dan Singapura, dengan nilai 1.049.817 dollar AS.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Kementerian Pertanian Hardiyanto mengatakan, mangga merupakan buah prioritas Indonesia selain pisang dan jeruk. Menurut data tanaman buah tahunan, ketiganya menduduki peringkat tiga besar produksi di Indonesia.
Ia mengakui, panen melimpah saat musim buah acap kali menjadikan harga buah di tingkat petani anjlok. Itu bisa diatasi salah satunya dengan meningkatkan jumlah ekspor yang masih terbuka lebar.
”Mangga nasional berskala dunia, bukan (lagi) berskala Jawa Timur, bukan berskala Jakarta. Berskala dunia dengan inovasi balai penelitian riset di seluruh Indonesia untuk menjadi kebanggaan Indonesia,” kata Menteri Yasin Limpo saat Festival Panen Mangga di Pasuruan.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 9 Desember 2019