Menekan DBD secara Alami

- Editor

Selasa, 21 Maret 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Daya Adaptasi Bakteri Wolbachia Tinggi
Penelitian oleh Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menunjukkan, bakteri wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan dan berkembang di lingkungan alami. Ini menunjukkan, ada harapan untuk menekan angka demam berdarah dengue secara alami.

Hasil pengamatan kasus demam berdarah dengue (DBD) sejak 2015 di wilayah pelepasan nyamuk berwolbachia di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul memperlihatkan, tak terjadi penularan lokal di wilayah itu. Persentase nyamuk berwolbachia di wilayah surveilans pun rata-rata mencapai 60-100 persen.

“Nyamuk berwolbachia sudah terbukti dapat bertahan dan berkembang biak alami di tujuh kelurahan di Kota Yogyakarta, dua desa di Kabupaten Sleman, dan dua desa di Kabupaten Bantul,” kata Peneliti Utama Eliminate Dengue Project (EDP) Adi Utarini di Kampus UGM, Senin (20/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Program EDP merupakan kegiatan riset di sejumlah negara untuk mencari metode baru penanggulangan DBD. Fokus utama EDP adalah mencegah penularan virus dengue dengan bakteri wolbachia. Bakteri wolbachia umum ditemukan pada serangga untuk menghambat pertumbuhan virus dengue di tubuh nyamuk. Bakteri itu akan diteruskan pada keturunan nyamuk agar menyebar di populasi nyamuk di alam sehingga menghambat pertumbuhan virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD.

Bakteri wolbachia pada nyamuk betina dapat diturunkan kepada anaknya meski jantannya tidak berwolbachia. Virus dengue dalam nyamuk berwolbachia tidak akan tumbuh sehingga orang yang diisap darahnya oleh nyamuk dengan bakteri wolbachia tidak akan tertular DBD.

Peneliti memantau populasi nyamuk Aedes aegypti di wilayah surveilans dan meriset pola aktivitas harian anak-anak usia 1-10 tahun guna mendapat angka DBD anak dan kasus DBD per tahun. Hasilnya, tidak ditemukan penularan lokal di wilayah yang menjadi lokasi pelepasan nyamuk berwolbachia.

Perluas surveilans
Utarini mengungkapkan, pihaknya perlu memperluas wilayah surveilans untuk membuktikan efektivitas bakteri wolbachia dalam menekan angka DBD. Sejak awal Maret lalu, peneliti melepas nyamuk berwolbachia di sejumlah kecamatan di Kota Yogyakarta.

“Intinya, kami memilih 14 kecamatan di Kota Yogyakarta, kemudian membaginya menjadi 24 kluster. Nyamuk berwolbachia akan dilepas di 12 kluster, sementara di 12 kluster lainnya tidak. Awal 2019 akan kami bandingkan jumlah kasus DBD antara wilayah yang disebar nyamuk berwolbachia dan daerah yang tidak disebar nyamuk,” ujar Utarini.

Dugaan awal tim peneliti EDP, kasus DBD yang terjadi pada 12 kluster tempat penyebaran nyamuk berwolbachia tidak akan lebih dari 50 persen dibandingkan 12 kluster yang tidak disebarkan nyamuk. Kalaupun terdapat kasus DBD di wilayah surveilans, lanjutnya, akan dipastikaan penularan tak terjadi secara lokal.

Deteksi dini
Untuk mendukung program EDP, Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta memperkuat sistem deteksi dini DBD setiap puskesmas pada tiap-tiap wilayah yang diteliti. Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DIY Elvy Effendi ingin memastikan pendataan kasus DBD valid untuk memperlancar penelitian EDP.

“Kualitas dokter di setiap puskesmas akan kami tingkatkan. Kami juga akan membantu tim EDP dalam melakukan survei kasus DBD di wilayah penelitian,” ujarnya.

Pihaknya akan mendukung penuh penelitian ini karena beban yang diakibatkan oleh penyakit DBD di Kota Yogyakarta tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan kabupaten lain di DIY. Sekitar 45 kelurahan di Kota Yogyakarta telah menjadi wilayah endemis penyakit DBD.

Elvy mengatakan, selama 2016, kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta tercatat 1.076 kasus dengan 13 orang meninggal. Adapun pada Januari-Februari 2017 hingga pekan ketiga tercatat lebih dari 200 kasus. (DIM)
———–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Maret 2017, di halaman 13 dengan judul “Menekan DBD secara Alami”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB