Facebook menutup lima jaringan disinformasi lintas negara. Jaringan tersebut berisi akun dan laman fiktif untuk menyebarkan disinformasi di suatu negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE—Facebook and Google memperpanjang masa kerja dari rumah (WFH) hingga 2021.
Selama tiga hari terakhir, Facebook mengungkap lima jaringan disinformasi yang dikategorikan berkarakteristik coordinated inauthentic behavior (CIB) atau perilaku tidak otentik yang terkoordinasi. Artinya, si pelaku menggunakan serangkaian jaringan akun fiktif untuk memengaruhi diskursus publik untuk mencapai sebuah tujuan strategis. Para pelaku ini semacam buzzer atau pendengung, tetapi dari akun-akun fiktif.
Terakhir, Jumat (25/9/2020), Head of Security Facebook Nathaniel Gleicher mengungkap tiga jaringan CIB yang beroperasi dari Rusia.
Jaringan pertama terdiri dari 214 akun, 35 laman, 18 grup, dan 34 akun Instagram. Jaringan ini mengunggah unggahan yang berfokus pada di Suriah dan Ukraina. Gleicher menyebut, berdasarkan hasil investigasinya, jaringan ini memiliki kaitan dengan intelijen militer Rusia.
Jaringan kedua terdiri dari 5 akun, 1 laman, 1 grup Facebook, dan 3 akun Instagram. Jaringan ini fokus pada isu Eropa dan Turki. Meski tidak memiliki jumlah sel yang banyak, jaringan ini menghabiskan dana sekitar 4.800 dollar AS untuk memasang iklan.
Jaringan ketiga terdiri dari 23 akun, 6 laman, dan 8 akun Instagram. Dari sejumlah unggahannya, jaringan ini tampak bertujuan menciptakan kontroversi di tengah masyarakat. Total dana yang dihabiskan oleh auktor jaringan ini mencapai 10.000 dollar AS untuk mempromosikan konten-kontennya.
”Ini adalah ancaman yang hanya bisa ditangani oleh kita semua anggota masyarakat. Kami telah bekerja sama dengan penegak hukum dan pemerintah untuk mengungkap ini,” kata Gleicher.
Tiga hari sebelumnya, Rabu (23/9/2020), Gleicher juga mengumumkan pihaknya menutup dua jaringan yang beroperasi dari China dan Filipina.
Jaringan pertama diduga berpusat dari China. Jaringan yang terdiri dari 155 akun, 11 laman, 9 grup Facebook, serta 6 akun Instagram ini berfokus pada aktivitas AS di Laut Natuna Utara, yang disebut Cina sebagai Laut China Selatan.
Jaringan ini juga berfokus pada politik domestik Filipina. Jaringan akun ini mendukung pencalonan Presiden Rodrigo Duterte-Sarah Duterte pada 2022 hingga mengkritik media Rappler.
Jaringan kedua, yang terdiri dari 57 akun dan 31 laman Facebook serta 20 akun Instagram, ditengarai memiliki kaitan dengan kepolisian dan militer Filipina. Akun ini mengunggah unggahan mengenai aksi militer menumpas terorisme hingga kritik terhada Partai Komunis Filipina.
Gleicher mengatakan, jaringan CIB ini memiliki dua taktik utama, menciptakan akun fiktif dan laman media yang tampak kredibel dengan tujuan menciptakan narasi di tengah publik. Kedua, dengan akun fiktif ini, pelaku mendorong pengguna untuk membaca konten dari media telah dibuatnya.
Selain kedua taktik itu, menurut Gleicher, taktik disinformasi lain yang juga harus diwaspadai adalah taktik peretasan dan pembocoran. Taktik ini mengacu pada strategi pelaku mencuri dokumen rahasia, kemudian sering kali memanipulasinya, lalu memublikasikannya melalui akun-akun palsu ini untuk mempengaruhi diskursus publik.
”Kita semua melihat bagaimana pelaku asal Rusia melakukan hal ini pada 2016. Kita harus waspada jikalau mereka menggunakannya lagi,” kata Gleicher.
Jumlah pengungkapan CIB pada September meningkat dibandingkan Agustus 2020, yakni Facebook hanya menemukan dan menutup tiga jaringan disinformasi.
Dua jaringan, yakni dari AS dan Rusia, menarget pengguna Facebook di luar negara mereka. Satu jaringan lagi berasal dari Pakistan dan berforkus untuk membangun narasi domestik dan di India.
Untuk jaringan Rusia, Gleicher mengatakan, pihaknya menutup sebuah jaringan kecil yang terdiri dari 8 akun fiktif dan 2 laman Facebook yang berkaitan dengan sekelompok orang yang memiliki hubungan dengan internet Research Agency; perusahaan disinformasi dari Rusia.
Aktivitas jaringan ini berfokus membangun narasi di AS, Inggris, Algeria, Mesir, dan sejumlah negara berbahasa Inggris lainnya. ”Kami memulai investigasi terhadap jaringan ini setelah mendapat informasi dari FBI,” kata Gleicher.
REUTERS/DADO RUVIC—Media sosial, seperti Facebook dan Whatsapp, kini tak hanya menjadi sarana untuk komunikasi atau berbagi informasi.
Sementara jaringan yang disimpulkan berpusat di AS ditemukan beraktivitas di Venezuela, Meksiko, dan Bolivia. Jaringan ini memiliki 46 akun dan 41 laman Facebook, serta 24 akun Instagram. Gleicher mengatakan, sejumlah akun tersebut memiliki keterkaitan dengan firma komunikasi strategis berbasis di AS, CLS Strategies.
Untuk jaringan Pakistan, Facebook mengungkap 453 akun, 10 laman, dan 78 grup Facebook, serta 107 akun Instagram yang beroperasi di Pakistan dan berfokus pada pengguna domestik serta India.
Upaya Facebook menutup jaringan disinformasi pada platformnya ini mendapat tanggapan baik dari sejumlah pemerhati keamanan siber.
Pakar keamanan siber Kavya Pearlman menilai, peran pemilik platform media sosial menjadi sangat krusial untuk menangani persoalan jaringan disinformasi semacam ini.
”Hal yang menggembirakan untuk melihat upaya pemberantasan jaringan disinformasi terus dilakukan. Jaringan disinformasi ini membahayakan demokrasi,” kata Pearlman melalui akun Twitter-nya.
Oleh SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Editor: AGNES RITA
Sumber: Kompas, 27 September 2020