Memajukan Ilmuwan Muda, Memajukan Indonesia

- Editor

Sabtu, 10 November 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia,” Sukarno, salah seorang pendiri negara kita, pernah berkata. Tak berlebihan, mengingat Indonesia juga lahir dari buah perjuangan para pemuda. Meski dengan modal senjata, mereka berani berjuang dan mengantarkan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.

Tujuh puluh tiga tahun berselang, zaman sudah berubah. Medan perang kita tidak lagi perlu dimenangi dengan senjata. Bangsa-bangsa yang kini maju membekali diri mereka dengan ilmu pengetahuan dan teknologi termutakhir. Indonesia —dengan jumlah penduduk
nomor empat terbesar di dunia— sesungguhnya memiliki modal untuk menjadi negara maju. Kita tak kekurangan kaum muda yang cerdik cendekia.

Selama tujuh tahun, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) rutin menyelenggarakan pertemuan ilmiah transdisiplin yang menjaring ilmuwan-ilmuwan muda terbaik dan mempertemukan dengan rekan sejawat dari Amerika Serikat dan Australia. Ada lebih dari 300 ilmuwan muda Indonesia, peneliti pasca-doktoral yang tetap aktif meneliti dan berusia kurang dari 45 tahun terjaring melalui pertemuan ini. Mereka adalah calon pemimpin masa depan Indonesia. Sama dengan para pemuda yang 73 tahun lalu memperjuangkan kemerdekaan, para ilmuwan muda ini juga masih harus berjuang mengisi kemerdekaan dengan modal seadanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dibanding ilmuwan dari negara maju, mereka terkendala pendanaan yang minim serta regulasi yang terlampau membelenggu. Padahal, untuk bisa berkarya dengan baik, para peneliti memerlukan otonomi dan kesempatan berpartisipasi dalam riset-riset unggulan
mendasar yang biasanya berlangsung dalam jangka panjang. Para pemimpin negeri kini juga cenderung mengedepankan riset-riset terapan jangka pendek yang langsung menghasilkan manfaat. Keinginan ini tentu tidak salah, tapi juga tak boleh dilupakan bahwa riset terapan hanya bisa lahir jika kita mampu mempunyai sumber daya manusia yang menguasai perkembangan ilmu secara lebih mendasar. Jika tidak, Indonesia hanya akan terus mengimpor ilmu pengetahuan yang dihasilkan negara lain.

Kita tak boleh putus asa. Banyak juga ilmuwan muda Indonesia yang bisa menghasilkan prestasi cemerlang di tengah segala keterbatasan. Karena itu, para ilmuwan muda perlu didorong untuk terus menghasilkan karya yang bisa mengantarkan Indonesia menjadi negara maju, bahkan juga bermanfaat untuk kemanusiaan. Perkembangan ilmu pengetahuan tak hanya bermanfaat bagi para ilmuwan, melainkan bisa menjadi modal munculnya inovasi serta fondasi untuk pengambilan kebijakan yang bermanfaat bagi khalayak luas.

Tentu ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi. Pertama, dalam hal tata kelola, kita perlu menyediakan lahan yang subur bagi perkembangan ilmu pengetahuan dengan memberikan ilmuwan otoritas untuk meneliti tanpa banyak diganggu oleh hal-hal birokratis. Kedua, menyediakan pendanaan penelitian yang independen, bisa digunakan secara tahun jamak dan berkelanjutan, serta didapat melalui kompetisi yang sehat berdasarkan merit dan dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Ketiga, perlu ada keberpihakan bahwa sains dapat mendorong kemajuan bangsa.

Sebenarnya sudah cukup banyak upaya yang dilakukan untuk mendorong tumbuhnya ekosistem ilmu pengetahuan yang baik di Indonesia. Salah satunya dengan membentuk Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) yang berfungsi mendanai riset-riset fundamental di Indonesia. Di awal pembentukannya pada 2016, DIPI mendapat dukungan dari komunitas sains dan lembaga internasional. Salah satu peraih Nobel bahkan ikut bertindak sebagai reviewer bagi proposal penelitian yang masuk. Namun, tanpa dukungan dari pemerintah, lembaga ini akan sulit berkembang lantaran sifat penelitian fundamental yang manfaatnya mungkin baru bisa dirasakan masyarakat setelah puluhan tahun. Industri bisa didorong untuk mendanai penelitian terapan, tapi riset-riset dasar memerlukan dukungan dari pemerintah.

Sudah saatnya Indonesia membuka mata, bahwa cita-cita menjadi negara maju tak bisa terlepas dari penguasaan ilmu pengetahuan. Cita-cita itu sudah diutarakan sejak lama, tepatnya 60 tahun lalu sejak Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional I pada Agustus 1958 yang dihadiri proklamator kita, Sukarno dan Mohammad Hatta. Memajukan para ilmuwan muda juga berarti memajukan Indonesia. Di tengah kerasnya persaingan global, waktu kita tak banyak untuk bisa mengambil momentum memajukan Indonesia.

SANGKOT MARZUKI, PENULIS PERNAH MENJABAT KETUA AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (2008-2018) DAN DIREKTUR LEMBAGA BIOLOGI MOLEKULER EIJKMAN (1992-2014)

Sumber: KAMIS, KORAN TEMPO, 16 AGUSTUS 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 4 Juli 2025 - 17:25 WIB

Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB