Manfaatkan Gawai secara Cerdas

- Editor

Kamis, 16 April 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kecanggihan teknologi komunikasi lewat gawai menciptakan gaya hidup masyarakat perkotaan yang kian aktif berhubungan satu sama lain secara daring. Namun, saat bersamaan, sensasi dunia maya justru rentan mengasingkan dan merenggangkan keterlibatan langsung antarmanusia. Perlu siasat cerdas agar kita mampu memanfaatkan telepon pintar demi kemajuan, tanpa menghilangkan sentuhan nyata.
Gaya hidup bentukan gawai itu terlihat di ruang-ruang publik di kota besar, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Di sebuah kafe di mal di Jakarta, Selasa (14/4), misalnya, lima orang duduk di sofa. Namun, masing-masing sibuk memainkan telepon seluler (ponsel) mereka. Kok begitu? “Ini sambil nunggu teman lain,” kata ?Zmereka berkilah.

Di satu restoran di Serpong, Tangerang Selatan, satu keluarga tengah makan bersama, tetapi saat itu masing-masing juga sibuk memainkan ponsel. Jarang terlihat obrolan bersama.

“Saya harus pakai WA (WhatsApp) untuk mendapat perhatian dari anak yang sibuk dengan gawainya. Padahal, dia ada di seberang meja,” demikian curahan hati seorang ibu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Masyarakat perkotaan kini seakan kecanduan gawai, terutama ponsel. Sambil jalan kaki di trotoar, bahkan sambil mengendarai sepeda motor, mereka bisa nyambi membalas pesan singkat. Begitu pula saat mereka antre di anjungan tunai mandiri (ATM) sambil pencet ponsel, di dalam mobil pencet tablet, di kamar tidur pencet laptop, di kafe pencet iPod.

“Kalau ponsel mati, rasanya seperti tidak ada kehidupan,” kata pecatur putri nasional Dita Karenza (15) menggambarkan ketika ponselnya mati saat butuh menelepon teman.

Ketidakpekaan
Kian hilangnya sentuhan sosial langsung itu biasa disebut electronic displays of insensitivity (EDI) atau “ketidakpekaan akibat layar elektronik”. Fenomena ini menggejala seiring dengan kepemilikan gawai yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat.

Tak hanya di meja makan, EDI juga terjadi di meja pertemuan atau rapat di ruang kerja. Hampir semua orang di kota melakukan multitasking alias sibuk dengan gawai seraya mendengarkan presentasi.

Penelitian perusahaan konsultan manajemen dan layanan teknologi Accenture (yang melibatkan 3.600 profesional di 30 negara, termasuk Indonesia) mencatat, 80 persen responden melakukan multitasking terkait gawai dalam pertemuan atau konferensi. Sebanyak 66 persen mengecek surel kantor, 35 persen mengecek pesan singkat, 34 persen mengecek surel pribadi, 22 persen mengecek media sosial, serta 21 persen membaca berita dan hiburan di gawai mereka.

Menurut penelitian Joseph Grenny, pengarang buku laris New York Times: Crucial Conversations, Influencer, and Change Anything, 89 persen responden mengakui ada kerusakan hubungan akibat ketidakpekaan penggunaan teknologi. Dari studi Digital Divisiveness tahun 2014 itu, 87 persen responden mengakui EDI lebih buruk dibandingkan dengan satu tahun lalu.

Selain kerenggangan interaksi, meningkatnya penggunaan gawai juga memicu ancaman keamanan, pencurian data, peretasan, dan kejahatan maya lain.

Butuh kecerdasan
Menurut ahli ekonomi inovasi Yanuar Nugroho, budaya bentukan gawai bersifat paradoksal (bertentangan). Gawai menghubungkan individu manusia sekaligus mengasingkannya dari kenyataan di sekitarnya. Gawai memberdayakan publik dan membangun jaringan antarmanusia, tetapi juga mengurangi keterlibatan sosial yang nyata.

Dosen psikologi sosial Universitas Tarumanagara Jakarta, Bonar Hutapea, mengungkapkan, perlu pendidikan kesadaran bersama untuk penggunaan teknologi secara cerdas, bijak, dan proporsional. Dengan begitu, masyarakat menjadi kian produktif sekaligus tetap memiliki hubungan sosial yang sehat.

Pengajar sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet, mengingatkan orangtua agar membantu anak-anak dalam memanfaatkan gawai sehingga tidak mengalami ketergantungan pada dunia digital.

“Jangan biarkan anak-anak tersesat sendiri di dunia maya. Imbangi mereka dengan kehadiran nyata orangtua,” kata Robertus Robet.(RAY/IVV/MED/B02/B04)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 April 2015, di halaman 1 dengan judul “Manfaatkan Gawai secara Cerdas”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB