Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, makanan yang aman dan sehat tidak perlu mahal. Sebab, yang menentukan keamanan dan kesehatan makanan adalah higienitas dan perilaku hidup bersih, termasuk dalam memasak dan memilih makanan.
Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan pada puncak peringatan Hari Kesehatan Dunia, di Balai Kota Jakarta Utara, Selasa (7/4). di tingkat global, tema yang dipilih pada Hari Kesehatan Sedunia tahun ini adalah “Food Safety”, sedangkan tema nasionalnya adalah “Pilih dan Konsumsi Pangan yang Aman dan Sehat”.
Menkes menambahkan, makanan yang aman dan sehat dimulai dari rumah, termasuk menyiapkan bahan serta memasak dan menyajikan dengan baik dan benar. Semuanya itu tidak memerlukan biaya yang mahal. “Kata kuncinya adalah perhatikan aspek kebersihan dan higienitas,” ujar Menkes.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Menkes, tema Hari Kesehatan Sedunia tentang keamanan pangan sangat terkait dengan upaya pengendalian faktor risiko penyakit bawaan pangan untuk mencegah kejadian luar biasa keracunan pangan.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan M Subuh menambahkan, pengawasan pangan untuk memastikan keamanan pangan dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah sejak dulu. Kementerian Pertanian berperan dalam pengawasan hasil panen. Adapun tugas pengawasan produk makanan minuman olahan dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Kementerian Kesehatan, ujar Subuh, berperan dalam melakukan promosi dan edukasi terkait keamanan dan kesehatan pangan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia Ari Fahrial Syam mengutarakan, edukasi masyarakat seputar makanan yang sehat dan aman penting dilakukan mengingat kesadaran masyarakat dalam memilih makanan aman dan sehat masih terbatas. Selain itu, penindakan tegas perlu dilakukan terhadap mereka yang memproduksi makanan tidak aman dan tidak sehat.
Ancaman bagi kesehatan
Sebagaimana diberitakan, makanan tidak aman yang berbahaya bagi kesehatan menjadi masalah di Indonesia, terutama akibat pencemaran mikroba. Salah satu penyebabnya ialah lemahnya keterpaduan penanganan lintas instansi pemerintah, terutama dengan pemerintah daerah, dan tanggung jawab keamanan pangan tersebar di sejumlah instansi.
“Kita sudah memiliki regulasi lengkap terkait keamanan pangan. Namun, kapasitas daerah, terutama terkait penganggaran, menjadi salah satu tantangan,” kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparringa, Senin, di Jakarta (Kompas, 7/4).
Roy mencontohkan, di salah satu kabupaten di Pulau Jawa, pemerintah daerah setempat hanya mengalokasikan anggaran Rp 30 juta untuk keamanan pangan. Padahal, tahun lalu, BPOM menerapkan program keamanan pangan desa di tiga kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan anggaran sekitar Rp 50 juta untuk satu desa.
Di sisi lain, penindakan terhadap industri, termasuk industri rumah tangga, yang terbukti memproduksi pangan tak aman masih minim. BPOM hanya bisa menyita produk. Adapun penarikan izin edar merupakan wewenang pemerintah daerah.
Hari Kesehatan Dunia yang diperingati setiap 7 April dan kali ini bertema “Keamanan Pangan” diharapkan menjadi momentum memperkuat kerja sama dan komitmen semua instansi pemerintah pusat dan daerah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berpandangan keamanan pangan sebagai masalah global seharusnya mendapatkan prioritas perhatian. Data global Foodborne Disease Burden Epidemiology Reference Group WHO 2010 menyebutkan, diperkirakan ada 582 juta kasus penyakit, terdiri dari 22 macam penyakit pencernaan bersumber dari makanan dan 351.000 kematian terkait penyakit itu. Salmonella typhi menyebabkan gangguan pencernaan yang menimbulkan kematian terbanyak (52.000 kematian), disusul Escherichia coli (37.000 kematian) dan norovirus (35.000 kematian).
Sejumlah pelajar sebuah sekolah dasar di kawasan Blok S, Jakarta, menyantap makanan yang dibeli dari pedagang di depan sekolah mereka, Senin (26/1). Pemilihan makanan yang sehat dan bersih perlu diperhatikan agar para siswa tidak terkena penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kompas/Yuniadhi Agung
Di Indonesia, penyakit bersumber dari makanan yang dominan di antaranya diare dan disentri. Menurut Riset Kesehatan Dasar, insiden diare di Indonesia 3,5 persen. Lima provinsi dengan insiden dan periode prevalensi tertinggi ialah Papua, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. Insiden diare pada kelompok usia balita mencapai 10,2 persen.
Data BPOM menunjukkan, cemaran mikroba menjadi ancaman utama dalam pangan jajanan anak sekolah. Data pengawasan pangan jajanan anak sekolah oleh BPOM 2009-2014, angka cemaran oleh mikroba pada semua pangan yang tak memenuhi syarat di atas 50 persen.
Pada 2014, ada 23,82 persen pangan tidak memenuhi syarat dari semua sampel pangan jajanan anak sekolah yang dicurigai tak aman. Dari pangan yang tak memenuhi syarat, 74,89 persen tercemar mikroba. Sisanya tak memenuhi syarat karena memakai bahan berbahaya atau bahan tambahan pangan secara berlebih.
Adhitya Ramadhan
Sumber: Kompas Siang | 7 April 2015