Tidak banyak orang peduli terhadap daerah aliran sungai (DAS) di suatu wilayah, apalagi yang melintasi dua negara seperti Indonesia dan Timor Leste. Ludji Michael Riwu Kaho (55) mengabdikan dirinya menjadi peneliti DAS antara Indonesia dan Timor Leste.
Ludji menilai, negara yang mampu mengelola DAS perbatasan akan menikmati keuntungan. Sebaliknya, jika tidak ditata, DAS bisa membawa bencana dan kerugian bagi negara.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA–Ludji Michael Riwu Kaho
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ditemui di Kampus Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Selasa (9/4), Ludji mengatakan, di dunia ada 300 negara yang memiliki DAS lintas negara. Dari 300 ini, hanya sekitar 18 DAS yang dikelola bersama antara dua atau lebih negara. Indonesia sendiri memiliki tiga DAS lintas negara, yakni DAS di perbatasan Papua dan Papua Nugini, Kalimantan dan Malaysia, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste. Sejauh pengetahuan Ludji, DAS di perbatasan di Kalimantan dan Papua belum dikelola.
“NTT dengan Timor Leste, sudah saya rintis (pengelolaannya) tahun 2012. Dengan dukungan Kementerian Kehutanan RI, saya ke Timor Leste pada 2015 untuk menyusun nota kesepahaman bersama (MoU) antara Pemerintah RI dengan Timor. MoU ditandatangani Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Timor Leste tahun 2015,” kata Ludji.
Ditandatangani juga satu dokumen yang disebut Implementation of Arrangement (IA) oleh Kementerian Pertanian Timor Leste dan Kementerian Kehutanan RI. Tujuh poin disepakati bersama, salah satunya pengelolaan DAS. “Saya menyusunnya dengan menggunakan data-data yang saya miliki, tetapi saya juga minta pendapat dari Timor Leste,” kata Ludji yang mendapat penghargaan dari Presiden Joko Widodo sebagai perintis pengelolaan DAS lintas negara pertama di Indonesia pada Januari 2019.
Paling tidak ada 10 DAS yang melintasi Timor Leste dan Indonesia. Yang paling besar adalah DAS Talao Loes yang hulunya ada di Timor Leste, yakni di Distrik Kobalima dan Maliana. Airnya mengalir sampai ke Belu, NTT, khususnya Kecamatan Turiskain dan sekitarnya.
Hulu DAS Talao Loes 80 persen ada di Timor Leste, bagian tengahnya 60 persen di Indonesia, hilirnya 90 persen ada di Timor Leste, dan hanya 10 persen di Turiskain, NTT. Turiskain, termasuk daerah yang penduduknya memiliki tingkat kesejahteraan tertinggi di NTT. Pendapatan per kapita warga desa itu Rp 15 juta per tahun dari hasil menjual bahan pertanian seperti padi, jagung, dan tanaman hortikultura ke penduduk Timor Leste di perbatasan, yakni di Kampung Malibaka, Timor Leste.
Karena penduduk Malibaka bergantung bahan pangan pada Turiskain, pemerintah Timor Leste mulai merintis Malibaka sebagai sentra pertanian. Mereka akan memblok air untuk kebutuhan pertanian dengan membangun bronjong. Sebaliknya, Pemerintah Indonesia belum melakukannya di Turiskain.
Bencana
Saat musim kemarau yang berlangsung selama sembilan bulan di NTT, DAS di perbatasan umumnya kering sehingga penduduk bisa bertani di sana. Ketika musim hujan tiba, DAS bisa tiba-tiba banjir dan menyeret warga. Kejadian itu telah menewaskan puluhan orang dalam kurun waktu tertentu.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN–Warga Timor Leste menyeberangi Sungai Malibaka setelah berbelanja berbagai barang kebutuhan di pasar perbatasan di Kampung Turiskain, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Jumat (4/8/2017. Sungai ini merupakan batas negara yang menjadi akses warga perbatasan di kedua negara untuk menyeberang lintas negara terutama mengunjungi keluarga yang kini dipisahkan oleh batas negara.
Karena kejadian itu berulang-ulang, Ludji mulai meneliti DAS di perbatasan NTT sejak 2005-2006. Penelitiannya antara lain meliputi air permukaan (water table), sumber mata air, cekungan tanah, geomorfologi tanah, dan sifat DAS dari yang kecil, sedang, hingga besar. Sifat DAS dikategorikan sesuai kategori pulau di mana DAS itu berada, yakni pulau besar, sedang, dan kecil.
Sebanyak 90 persen DAS masuk kategori kecil. Cirinya tidak punya mata air sendiri, sungai-sungai muncul ketika musim hujan tiba. Sisanya DAS sedang, yakni di di Benanain, Noelmina, Kambanirau, dan Aesesa. Ludji mencatat, ada 1.192 pulau di NTT. Sekitar 90 persen adalah pulau kecil, 10 persen pulau sedang. Jumlah DAS mencapai 3.987 DAS.
Teori DAS yang terbit di buku-buku, hampir 100 persen bercerita tentang DAS pulau besar di Jawa. Buku mengenai DAS sedang dan DAS kecil belum ada sampai Ludji menyusun buku pengelolaan DAS Talao Loes.
Tidak berhenti sampai di situ, Ludji pun menyusun pengelolaan DAS. Studi Ludji tentang pengelolaan DAS Talao Loes menjadi rujukan pemerintah dalam mengelola DAS antar negara di pulau sedang dan kecil, termasuk di tujuh provinsi kepulauan di Indonesia.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN–Pembangunan jalan perbatasan Sabuk Merah sektor timur di perbatasan Indonesia-Timor Leste yang membentang dari ujung utara di Motaain, Kabupaten Belu, hingga di Motamasin, kabupaten Malaka, di ujung selatan, Jumat (4/8/2017). Jalan sepanjang 176,19 kilometer tersebut ditargetkan selesai 2019.
Ludji mengatakan, Indonesia harus mengelola DAS lintas negara dengan baik. Jika tidak, Indonesia akan mengalami kerugian. Ia mencontohkan, di NTT saja, Indonesia kehilangan lebih dari 40 hektar wilayah lantaran air sungai lintas negara terus menerobos masuk ke wilayah NKRI. Sejauh ini, perjanjian batas teritorial negara diukur dari titik tengah di mana air sungai itu mengalir.
“Sungai itu pindah-pindah ke arah RI. Luas daratan Timor Leste makin maju, RI makin mundur. Ini baru di satu titik. Jika ditelusuri sepanjang sungai, lebih luas lagi. Abrasi sungai juga terus terjadi” ujar Ludji.
Untuk merealisasikan pengeloaan DAS bersama Timor Leste yang dirintis pada 2012, Ludji memimpin tim dari Indonesi dan Timor Leste pada 2016-2018 untuk menyusun rencana kerja pengelolaan DAS. Tim ini berangkat ke Australia untuk menawarkan kerja sama penelitian terpadu pertanian kering dan pengeloaan DAS lintas negara. Sayangnya kerja sama itu belum ditindaklanjuti.
“Mereka (delegasi Timor Leste) bertemu saya. Saya bilang, kalau mau kita realisasikan MoU pengelolaan DAS, lalu mereka dukung itu. Kami menganalisis bersama, ternyata ada hal-hal terkait mata pencarian dan ketahanan pangan warga. Saya desak agar selesaikan dulu pengelolaan DAS kemudian bicarakan ketahanan pangan dan pertanian. Mereka setuju tetapi tetap diam,” kata Ludji.
Dalam perjalanan, pihak Timor Leste tidak sanggup dan meminta Ludji menyelesaikan saja rencana pengelolaan DAS Talao Loes. Hasilnya telah dibahas bersama dengan Timor Leste beberapa kali.
Ludji berharap ke depan, pengelolaan DAS lintas negara benar-benar diperhatikan. Tidak hanya yang ada di perbatasan NTT, tapi juga di perbatasan Papua dan Kalimantan.
Ludji Michael Riwu Kaho:
Lahir : Kupang, 24 Juli 1963
Istri : Dolly FS Balo
Anak :
Norman Riwu Kaho (35)
Calvin Riwu Kaho (33)
Joan Riwu Kaho (32)
Febrian Riwu Kaho (30)
Jordan Riwu Kaho (29).
Pendidikan Terakhir :
S1 Peternakan Universitas Nusa Cendana
S2 Agronomi Universitas Nusa Cendana
S3 Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2005
Organisasi :
Forum DAS NTT
Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia
Asosiasi Pakar Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia
Pekerjaan : dosen Fakultas Peternakan Undana Kupang
KORNELIS KEWA AMA
Editor BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 15 April 2019