Metode uji pakan sapi berbasis inframerah dinilai lebih ramah lingkungan. Teknologi ini bisa mengukur kadar kualitas dan nutrisi pakan sapi tanpa menggunakan bahan kimia. Namun, harga alat ini mencapai Rp 1 miliar sehingga belum bisa menjangkau peternak kecil di daerah.
Teknologi berbasis inframerah itu disebut Near-infrared Spectroscopy (NIRS). Alat dengan teknologi NIRS ini bisa mengukur kadar kualitas dan nutrisi pakan sapi dengan rentang waktu maksimal lima menit. Jika menggunakan metode uji laboratorium, waktu yang dibutuhkan tujuh hari.
SUCIPTO UNTUK KOMPAS–Sampel pakan sapi diuji dengan alat berbasis inframerah, Near-infrared Spectroscopy (NIRS), di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Senin (13/8/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsidah Rahmawati mengatakan, keunggulan metode NIRS adalah cepat, efektif, dan ramah lingkungan. Pengujian pakan dengan metode NIRS tidak lebih dari lima menit.
Metode uji NIRS tidak menghasilkan limbah karena tidak menggunakan bahan kimia. Ini berbeda dengan uji laboratorium yang menggunakan bahan kimia sebagai alat uji.
SUCIPTO UNTUK KOMPAS–Uji laboratorium kualitas pakan sapi menggunakan bahan kimia.
Syamsidah menuturkan, metode NIRS tidak membutuhkan proses panjang, setidaknya hanya ada empat tahap, yakni tiga tahap persiapan dan satu tahap pengujian. Tahap persiapan meliputi penggilingan, pengayakan, dan pengeringan pakan sapi. Pakan sapi yang sudah siap uji diletakkan di bawah inframerah untuk diketahui kualitas pakannya.
”Kelebihan lain, metode ini tidak merusak bahan,” lanjut Syamsidah, Senin (13/8/2018).
Peneliti Bioteknologi LIPI, Roni Ridwan, mengatakan, hasil uji pakan dengan NIRS hanya berbeda 1-2 persen dibandingkan dengan hasil uji laboratorium. Metode ini, lanjutnya, biasanya digunakan oleh perusahaan pakan ternak.
Penggunaan alat berbasis NIRS bisa mengontrol kualitas pakan ternak yang diproduksi dalam jumlah banyak. Namun, alat ini belum terjangkau oleh peternak kecil. Kendalanya ada pada ketersediaan alat.
Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI hanya memiliki satu alat yang bisa dijangkau perusahaan, mahasiswa, dan kelompok peternak di sekitar Jawa Barat. Jauhnya jangkauan alat ini membuat peternak kecil di daerah tidak bisa memeriksakan kualitas pakannya. Padahal, harga untuk sekali pemeriksaan pakan Rp 100.000.
Roni mengatakan, kualitas pakan sapi di Indonesia tidak terkontrol dengan baik. Sebagian pengusaha pakan ternak rumahan kerap tidak memiliki alat ukur kualitas pakan yang memadai. Menurut dia, seharusnya ada pemeriksaan pakan sapi terpusat.
Hal tersebut memungkinkan kontrol pemerintah terhadap pakan sapi yang beredar di Indonesia. Jika pakan terkontrol dengan baik, daging dan susu sapi bisa dijaga kualitasnya.
”Peternak kecil di daerah biasanya memberi makan secara konvensional dan tidak terukur kandungan pakannya. Hal ini membuat kualitas daging dan susu tidak terkontrol,” ucap Roni.
Menurut dia, karena alat uji NIRS mahal, pemerintah perlu membuat skema agar kualitas pakan ternak di Indonesia bisa diawasi dengan baik. Semua jenis pakan, termasuk rumput di sejumlah daerah di Indonesia, perlu diukur kandungannya. Hal ini akan memudahkan pemilihan rumput yang tepat untuk produktivitas sapi. ”Ini yang masih menjadi pekerjaan rumah kita,” katanya. (SUCIPTO)–YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 13 Agustus 2018