Juni merupakan bulan bagi umat mengenang secara serius lingkungan hidupnya. Dalam bulan itu pemerintah menganugerahkan tanda penghargaan atas jasa orang per orang atau lembaga yang sangat berhasil dalam menjaga atau membuat lingkungan hidupnya lebih nyaman dan lestari.
Lingkungan atau environment merupakan satu istilah yang mengandung makna tanpa batas. Mulai dari nyata sampai maya. Mulai dari terlihat sampai terasa. Mulai, dari terukur sampai tidak terukur. Keterkaitan antara nyata dan maya, terlihat dan terasa, serta terukur dan tak terukur sangat penting dan menentukan kelangsungan hidup Kita. Di antara kedua dari masing-masing dimensi itu berada di obyek, seperti Lingkungan-Tebu-Kalpataru.
Iklim global dunia yang saat ini sama-sama dirasakan, baru disadari sangat berkaitan dengan ulah-polah manusia. Tanpa diduga kita dituding sebagai penyumbang penyebab nomor tiga di dunia, di belakang BrasiI dan Kolombia, terhadap kekacauan iklim dunia. Penebang dan ”pengobong” hutan berkonsesi atau perseorangan merupakan penyebab CO2 dan/ atau CO hasil pembakaran bahan bakar fosil tidak dapat diasimilasi kembali oleh hijauan hutan. Kelebihan CO2 dan/atau CO itu menyebabkan lapisan ozon yang mengawang di stratosfer tidak mampu mengendalikan sinar ultraviolet dan panas matahari. Akibatnya suhu udara dunia makin panas dan keganasan sinar ultraviolet yang menyebabkan kanker pada sel makin menjadi-jadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Boikot kayu asal negara tropika membahana. Kurangi bantuan ke negara tropik menjadi isu politik dunia. Ini tidak lain ditujukan agar negara pemilik hutan tropik menyadari bahwa mereka menyandang tanggung jawab menciptakan lingkungan hidup yang aman dan nyaman bagi umat dunia. Walaupun kita bukan satu-satunya penyumbang penyebab iklim global menjadi parah, namun tidak ada salahnya kita berbuat kebajikan mengurangi kemelut iklim global. Agama yang kita anut memang mewajibkan kita berbuat amal.
Disengaja atau tidak; setiap kali hutan tertebang, ditebang, terbakar atau ”dibakar” menyebabkan potensi asimilasi CO2 dan/atau CO, daya lindung terhadap bahaya erosi, daya simpan air lahan, dan daya redam suhu menyusut. Kita masih ingat 3,6 juta ha hutan terbakar beberapa tahun yang lalu. Akhir-akhir ini diberitakan hangat lebih kurang 10 persen dari hutan yang ”ditebang” kembali dihutankan. Upaya memulihkan hutan titipan anak –cucu-cicit-canggah sepertinya tidak serius. Hanya menggebu-gebu di saat usaha memanfaatkan hutan. Akhirnya terjadi neraca negatif kelestarian lingkungan. Alam lingkungan menuju ke kesiaan dan secara perlahan mulai menjerat leher sendiri.
Tebu
Tebu merupakan tanaman yang memiliki kemampuan hidup di medan yang sulit, melindungi lahan dari bahaya erosi, mengatur tata air tanah, mengamankan wilayah hulu dan hilir bila ditanam di daerah aliran sungai, memulihkan produktivitas lahan yang tadinya marginal, membuka kesempatan kerja, memberi penghidupan berkesinambungan, menciptakan kegairahan hidup, menopang pemasokan bahan baku industri, mendorong lahirnya industri lateral dan hilir, dan menopang berlangsungnya ekonomi multispektra. Semuanya terjadi sebelum dan sewaktu tebu tumbuh dan setelah tebu dipanen. Uniknya tebu tidak perlu diulang tanam. Contoh nyata dari kemampuan tebu yang dijumpai ialah: Waduk Cacaban di daerah Tegal aman dari kiriman waled dari sekitarnya, dan air yang masuk ke waduk Cacaban atau anak Bengawan Solo menjadi makin bebas dari bahan tersuspensikan serta debit airnya relatif konstan sepanjang tahun.
Kesejahteraan masyarakat di daerah lahan marginal dan kritis yang sekarang ditebukan jauh meningkat dibandingkan sebelum tebu diusahakan. Infrastruktur wilayah itu menjadi terbuka, jalan tanah diaspal. Keterkucilan dan kesukaran hidup tinggal cerita lampau.
Kegiatan industri hilir berupa bumbu masak menjamur berkat prospek cerah hasil samping industri tebu. Dari hanya lima atau enam diprogram lahir lagi lebih dari sepuluh pabrik bumbu masak. Industri jamur dengan media serasah dan ampas tebu mulai berkembang. Hijauan asal daun tebu sebagai pakan ternak, ikan, dan unggas yang diekspor atau dikonsumsi dalam negeri makin mapan.
Dunia perbankan yang terkait dengan industri tebu makin berkembang. Berbagai paket deregulasi ekonomi membantu memacu lahirnya berbagai kegiatan pra dan pascapanen tebu.
Dengan demikian keterkaitan tebu dengan yang nyata dan maya, terlihat dan terasa, serta terukur dan tak terukur adalah sangat gamblang. Yang terpenting bagi kita ialah tebu bukan hanya melestarikan dan memproduktifkan sumbardaya lahan dan air, tetapl terlebih menjamin pelestarian kehidupan dan penghidupan serta meningkatkan kesejahteraan umat yang tinggal di wilayah dengan lahan yang tadinya dijuluki marginal dan kritikal.
Kalpataru, dan usul
Kalpataru merupakan lambang yang mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih, serta penghargaan setinggi-tingginya atas upaya dan jerih payah melindungi lingkungan dari kehancuran dan meningkatkan, kemudian melestarikan makna lingkungan bagi penghidupan dan kehidupan umat.
Tanaman tebu yang kemampuannya baru diutarakan memenuhi semua gatra yang dilambangkan Kalpataru.
Goeswono Soepardi, mantan Ketua Umum Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, guru besar IPB dan Direktur P3GI
Sumber: Kompas, 6 Juni 1990