Lembaga usaha didorong tidak hanya memberikan bantuan ketika bencana terjadi, tetapi juga terlibat aktif dalam upaya penanggulangan bencana. Hal ini dimaksudkan agar ancaman risiko bencana dapat diminimalkan dan diantisipasi lebih dini.
Analis Urusan Kemanusiaan Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) Titi Moektijasih mengatakan, lembaga usaha masih belum berorientasi pada aspek kesiapsiagaan bencana. Padahal, menurut Titi, lembaga usaha merupakan salah satu pilar utama dalam penangulangan bencana, selain pemerintah dan masyarakat.
“Tiga pilar itu tidak bisa terpisahkan, saling menguatkan dalam aspek kesiapsiagaan bencana. Selama ini yang terjadi, banyak lembaga usaha yang membantu, tetapi di respons, kalau sudah bencana baru mereka memberikan bantuan. Cara itu tidak efektif,” ujar Titi di sela-sela dalam rapat finalisasi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Asosiasi Lembaga Usaha Tangguh Bencana (ALTB), di Menara Thamrin, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Banyak lembaga usaha membantu, tetapi di respons, kalau sudah bencana baru mereka memberikan bantuan. Cara itu tidak efektif.
NIKOLAUS HARBOWO–Suasana dalam rapat finalisasi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Asosiasi Lembaga Usaha Tangguh Bencana (ALTB), di Menara Thamrin, Jakarta Pusat, pada Kamis (19/4/2018).
Jadi ALTB adalah asosiasi lembaga usaha yang bertanggung jawab memfasilitasi koordinasi dukungan dalam penanggulangan bencana, baik sebelum bencana, saat bencana, maupun sesudah bencana. Ide itu muncul atas inisiatif Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Wahana Visi Indonesia, dan OCHA. Karena itu, ALTB untuk kali pertama akan ada di Jakarta.
Ide pembentukan ALTB sejalan dengan visi global dalam penanggulangan bencana di mana harus mengikutsertakan lembaga usaha atau Connecting Business Initiative (CBI). Peranan lembaga usaha ini bisa dalam berbagai bentuk, baik dalam pendidikan mitigasi bencana, pembangunan rumah tahan bencana gempa, juga pengutamaan kepada orang lanjut usia ataupun orang berkebutuhan khusus di tempat usaha atau umum seperti di mal.
“Kalau tidak ada kesiapsiagaan, dana kita akan habis untuk respon. Jadi kami melihat pelaku usaha adalah pelaku utama selain pemerintah dan masyarakat,” ucap Titi.
Libatkan akademisi
Ketua Komite Tetap Tanggung Jawab Sosial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Siddharta Moersjid mengapresiasi kehadiran asosiasi ini untuk merangkul kalangan pengusaha dalam penanggulangan bencana. Harapannya, dalam asosiasi itu juga dilibatkan para akademisi dan lembaga swadaya masyarakat. “Ini jadi usaha kolaborasi yang baik untuk merangkul semua pihak menjadikan Jakarta tangguh bencana,” ujarnya.
Siddharta juga mengingatkan agar lembaga usaha memikirkan keberlanjutan lingkungan dalam produksi usaha. Hal itu sebagai usaha ikut menjaga lingkungan. “Sustainbility ini harus jadi mindset tiap pengusaha. Kami mendorong para pengusaha bisa mengubah cara produksinya. Ketika kita melakukan usaha yang memberi dampak negatif pada pihak lain, artinya kita harus bertanggung jawab,” ucapnya.
Sementara Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Basuki Rakhmat menegaskan, belum semua lembaga usaha memasukkan aspek tanggap darurat bencana dalam rencana keberlangsungan usaha atau Business Continuity Plan (BCP) mereka. Contohnya, di Jakarta, sebagian perusahaan belum secara khusus memberikan titik evakuasi saat bencana gempa atau aksesbilitas pada kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas.
Padahal, sejak awal lembaga usaha itu dibangun seharusnya telah mempertimbangkan risiko-risiko bencana yang ada. “Kalau risiko-risiko itu tidak dilihat sejak awal, saat bencana terjadi, pasti proses evakuasi terhambat, semua kelimpungan. Orang menyebar ke mana-mana yang dia tidak tahu apakah dirinya sudah berada di titik aman atau belum,” ungkapnya.
Basuki berharap, dengan kehadiran ALTB, para pengusaha memiliki kepekaan terhadap penanggulangan bencana. Selain itu, mereka bisa saling berjejaring untuk saling membantu ketika bencana terjadi.
General Affair PT Danayasa Arthatama Tbk Mohammad Muljanto mengaku, aspek penanggulangan bencana perlu digaungkan bagi para pelaku usaha. Sebagai pengelola kawasan Sudirman Central Business District di Jakarta Pusat, ia berkaca pada kejadian robohnya balkon gedung Bursa Efek Indonesia beberapa waktu lalu di mana aspek penanggulangan bencana belum dipahami semua pihak, baik petugas keamanan, pelaku usaha, dan masyarakat.
“Saat bencana terjadi, semua orang tumpah di jalan. Proses evakuasi terhambat dan ini jadi pembelajaran buat kami bahwa pentingnya edukasi kebencanaan bagi para petugas dan karyawan di kantor,” kata Muljanto. (DD18)–DD18
SUmber: Kompas, 20 April 2018