Pelayanan kesehatan berbasis teknologi informasi terus berkembang. Selain meningkatkan mutu layanan kesehatan, penggunaan teknologi informasi itu untuk memudahkan pasien mengakses layanan.
Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi, Selasa (13/3), di Jakarta, perkembangan teknologi digital adalah keniscayaan. Salah satunya adalah, layanan kesehatan digital yang memberi kemudahan bagi masyarakat.
Namun, ada hal yang diperdebatkan pada layanan digital, antara lain cara menjaga kerahasiaan data medis pasien karena foto rontgen dikirim lewat aplikasi. Selain itu, perlu jaminan keamanan dokter yang memberi layanan, karena dokter harus memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik. “Saat pasien mau beli obat resep dokter lewat aplikasi, siapa menjamin resep asli,” kata Adib.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pihak IDI berpandangan, layanan kesehatan digital dokter hanya sebatas memberi saran kesehatan, bukan diagnosis atau meresepkan obat. Terkait diagnosis, dokter hanya boleh menyatakan kecurigaan karena penegakan diagnosis lengkap perlu pemeriksaan fisik dan penunjang. Jadi, dokter harus bertemu langsung dengan pasien.
Penyediaan layanan kesehatan digital harus mengutamakan keselamatan pasien. Jangan sampai pasien mendapat informasi medis yang keliru. Untuk itu, IDI mendorong Kementerian Kesehatan agar menerbitkan regulasi layanan kesehatan digital.
KOMPAS/VINA OKTAVIA–Tim medis sedang melakukan persiapan operasi pasien di dalam sebuah bus yang difungsikan sebagai rumah sakit keliling, Senin (27/3/2017), di Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Untuk memudahkan akses masyarakat terhadap konsultasi kesehatan, layanan kesehatan digital terus dikembangkan. –Kompas/Vina Oktavia (VIO)
Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Kuntjoro Adi Purjanto, menambahkan, perlu lembaga penilai dan penjamin pada penyedia layanan kesehatan digital demi melindungi pasien. Apalagi ada sisi komersial layanan itu.
Penggunaan teknologi untuk memudahkan layanan kesehatan dilakukan sejumlah rumah sakit atau antartenaga kesehatan dengan telemedicine. Contohnya, dokter puskesmas berkonsultasi kepada ahli jantung dan pembuluh darah dalam membaca hasil rekaman elektrokardiogram (EKG). Layanan jarak jauh atau telemedicine itu tak berhubungan langsung dengan pasien.
Peran swasta
Pengembangan layanan kesehatan digital juga dilakukan kalangan swasta, terutama pelaku industri kesehatan. Sejumlah instansi pemerintah mulai mengaplikasikan teknologi informasi untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan.
Kepala Bisnis Digital PT Karsa Lintas Buana, penyedia layanan kesehatan digital klikdokter.com, Andreas Santoso menyatakan, layanan kesehatan berbasis teknologi informasi mulai jadi kebutuhan masyarakat. Layanan digital melengkapi layanan konvensional yang aksesnya terbatas bagi sebagian warga. “Akses berkonsultasi soal kesehatan terbatas. Jadi, warga mencari sumber informasi bukan dari ahlinya,” kata Andreas.
Melalui layanan kesehatan digital, masyarakat bisa konsultasi langsung pada pihak berkompeten seperti dokter atau ahli gizi. Waktu berkonsultasi lebih leluasa karena tak dibatasi. Mereka bisa berkomunikasi tiap saat sesuai kebutuhan ataupun masalah kesehatan yang dihadapi.
Materi yang dikonsultasikan beragam, mulai kebutuhan nutrisi, jenis suplemen makanan, produk kesehatan yang dijual bebas, hingga masalah kesehatan pribadi. Tentu materi konsultasi bersifat pengetahuan umum.
Untuk mendapat diagnosis akurat, pasien harus berkonsultasi langsung ke dokter atau pihak berkompeten seperti ahli gizi. Pemeriksaan kesehatan secara komprehensif dan penegakan diagnosa belum bisa dilakukan lewat layanan kesehatan digital.
Meski layanan terbatas pada konsultasi, jumlah penggunanya cenderung meningkat. Hampir 1.000 orang per hari mengakses layanan konsultasi klikdokter.com. Untuk itu, pihaknya membangun jejaring komunikasi dengan 2.000 dokter umum di berbagai kota di Indonesia.
Selain perusahaan swasta, pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan juga dilakukan oleh instansi pemerintah meski ruang lingkupnya sangat terbatas. Contohnya penggunaan teknologi informasi untuk pengembangkan aplikasi sistem informasi antrean di Puskesmas Tarik, Kabupaten Sidoarjo.
Kepala Puskesmas Tarik Hinu Tri Sulistijorini mengatakan Sistem Informasi Antrean Puskesmas (SIAP) Tarik lahir untuk menjawab tantangan pelayanan pasien yang kurang efektif dan efisien. Pasien harus datang subuh untuk mendapat nomor antrean pelayanan kesehatan di puskesmas.
“Mereka juga harus menunggu lama untuk dilayani dan selama menunggu itu harus berdesakan karena ruangan yang sempit. Jumlah pasien mencapai 300-350 orang per hari,” kata Hinu.
Setelah ada layanan antrean berbasis teknologi informasi, pasien cukup mengunduh aplikasi di telepon pintar mereka. Setelah itu mereka bisa mendaftar melalui aplikasi untuk mendapat nomor antrean dan datang sesuai dengan jadwal pelayanan.
Selain tak perlu antre lama dan berjubel, warga juga mendapat kepastian pelayanan serta kualitas pelayanan yang lebih baik. Petugas kesehatan pun lebih fokus dalam melayani karena sudah bisa memprediksi jumlah pasien dan kebutuhan layanan yang diperlukan.
Layanan antrean serupa juga dikembangkan Pemerintah Kota Surabaya melalui program e-Health sejak 2015. Ide pengembangan layanan ini dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang prihatin melihat tingginya volume antrean pasien di puskesmas dan rumah sakit.
Pemkot Surabaya kemudian mengembangkan aplikasi e-Health untuk memudahkan warga mendapat nomor antrean layanan di puskesmas dan rumah sakit tanpa perlu datang langsung. Cukup mengunduh aplikasi atau mendaftar lewat laman ehealth.surabaya.go.id.–RUNIK SRI ASTUTI DAN ADHITYA RAMADHAN
Sumber: Kompas, 14 Maret 2018