Kualitas udara di Kota Bandung, Jawa Barat, terus memburuk. Padahal, kota ini pernah menjadi salah satu kota dengan kualitas udara baik pada 2012.
”Penurunan kualitas udara ini vital karena tidak ada alternatif lain mencari udara segar selain dari alam. Jika dibiarkan terus, akan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia,” kata Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat Anang Sudarna, di Bandung, Senin (25/5).
Memburuknya kualitas udara itu diperoleh setelah evaluasi kualitas udara perkotaan di 4 kota di Provinsi Jawa Barat pada 2014. Selain Kota Bandung, penelitian BPLHD Jawa Barat dan Kementerian Lingkungan Hidup itu juga dilakukan di Kota Bekasi, Bogor, dan Kota Depok. Khusus di Kota Bandung, penelitian dilakukan di tiga ruas jalan utama, yaitu Jalan BKR, Padjadjaran, dan Jalan Soekarno-Hatta, 10-12 Juni 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Kepadatan dan kemacetan kendaraan di Kota Bandung penyebab utamanya. Hampir 90 persen penyumbangnya emisi gas buang kendaraan bermotor di atas ambang batas,” kata petugas pemantau Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan di BPLHD Jawa Barat, Agus Cahyadi.
Menurut Agus, kualitas udara di Kota Bandung cenderung menurun dibandingkan tahun 2012. Saat itu, Kota Bandung menempati peringkat pertama kota dengan kualitas udara terbaik. Dua tahun kemudian urutan ke-6.
Kandungan karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) adalah dua indikator berbahaya yang melewati ambang batas. Kandungan CO terpantau 8,65–9,73 persen atau lebih tinggi dari baku mutu 4,5 persen. Kandungan hidrokarbon terpantau serupa, melebihi ambang batas 1.200 parts per million (ppm).
Tingginya kandungan CO dan HC, kata Agus, banyak disumbangkan emisi gas buang kendaraan bermotor. Kandungannya akan semakin tinggi saat jalanan dipenuhi kendaraan dan menimbulkan kemacetan panjang.
”Saat penelitian, kami juga mengumpulkan data kecepatan kendaraan. Kepadatan jalan raya membuat kendaraan melaju 32-46 kilometer per jam. Semakin lambat laju kendaraan, semakin berat beban kendaraan yang butuh asupan bahan bakar lebih banyak,” katanya.
Anang Sudarna menambahkan, kondisi itu bukan berarti harus ada larangan atau pembatasan kendaraan masuk ke Bandung, terutama saat akhir pekan. Ia berharap penelitian itu jadi masukan bagi pemerintah daerah mencari solusi efektif. Salah satu solusinya, moda transportasi massal seperti bus umum atau kereta api dalam kota.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdhan, peningkatan jumlah kendaraan di Bandung dan Jabar memicu memburuknya kualitas udara. Itu dilihat dari penambahan kendaraan bermotor di Jabar, misalnya pada 2013. Saat itu, ada 13 juta kendaraan pribadi dan hanya 445.000 kendaraan umum.
”Kondisi itu juga meningkatkan suhu hingga 36-40 derajat celsius,” katanya. (CHE)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Mei 2015, di halaman 14 dengan judul “Kualitas Udara Kota Bandung Memburuk”.